Bab.14

486 88 3
                                    

Happy reading
🍀

Pesawat itu masih melaju di ketinggian yang tinggi, namun suasana di dalam kabin terasa kacau dan hampa.

Semua orang terdiam, terperangkap dalam rasa kehilangan yang mendalam.

Bahkan mesin pesawat yang biasanya terdengar bising, kini seolah menjadi latar belakang sunyi yang menggelapkan suasana.

Dady Lio duduk terkulai di kursinya, tubuhnya lemas seolah tak ada tenaga lagi.

Matanya menatap kosong ke kursi kecil tempat Lio duduk tadi.

Hanya ada kenangan yang tersisa senyum, tawa, dan keimutan Lio yang selalu bisa menghangatkan hatinya.

"Baby..." suara Dady Lio bergetar, hampir tak terdengar.

Semua kata-kata yang ingin ia ucapkan terpendam dalam dadanya.

Ia merasa hampa, seolah kehilangan separuh dari dirinya sendiri.

Di sampingnya, terdapat sang istri yang sebelumnya tegar, kini tak mampu menahan isak tangis.

Wajahnya penuh dengan kepedihan yang sulit untuk diungkapkan.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Anjar suara parau dengan bibir yang gemetar.
Ia tak bisa lagi menahan air mata yang mengalir tanpa henti.

Semua Keluarga yang ada di situ merasa kehilangan dan linglung.

Di balik itu semua, Oma dan Opa Lio, yang duduk di depan, hanya bisa menundukkan kepala.

Mereka merasa seolah dunia ini tak lagi adil.
Kehilangan seorang anak adalah luka yang tak akan pernah bisa sembuh.

Opa menatap jauh ke luar jendela, mencoba mencari ketenangan di tengah guncangan yang ada.

"Lio... baby Lio... kenapa kamu harus pergi begitu cepat?" bisiknya dalam hati.

Di sisi lain, di dalam hutan yang jauh dari keramaian, sepasang paruh baya itu masih berusaha keras menyelamatkan tubuh mungil yang tak berdaya.

Si kakek memeluk erat si balita yang terkulai lemah, berdoa dalam hati agar keajaiban datang, agar tidak ada kepergian  yang membuat dirinya tidak bisa memiliki kebahagiaan yang dia impikan.

Kakek itu menggenggam tangan kecil si balita dengan penuh harapan, meskipun ia tahu bahwa keajaiban bukanlah hal yang mudah diraih.

"Jangan pergi, sayang. Jangan
tinggalkan kami," ucap si kakek dalam tangis yang tak terbendung.

Tubuh kecil itu semakin lemah, namun di mata si kakek, ada secercah cahaya yang masih memancar, seolah kehidupan masih memiliki harapan.

Dalam kekosongan itu, sebuah suara alat-alat penumpang kehidupan anak balita tersebut berbunyi sangat keras, membuat sepasang paruh baya itu khawatir.

Sang kakek pun dengan cepat bertindak dengan memasangkan alat kejut jantung ketika detak jantung si kecil menghilang.

Setelah beberapa saat, detak jantung pun kembali terdengar dengan normal dan jari mungil itu mulai menunjukkan pergerakan walau pelan.

"Kek, lihat jari cucu kita bergerak" ujar sang nenek dengan suara yang bergetar.

"Wah iya, syukurlah jika cucu kita masih ingin berjuang" ucap sang kakek dengan penuh syukur.

Tak berselang lama mata kecil belok itu terbuka, memancarkan keindahan serta memancarkan kebingungan yang mendalam.

"Eung" lenguh si kecil.

"Ada apa sayang" tanya nenek.

"A...ir" ucap si kecil terbata dan lirih.

"Ah ini sayang" sang nenek pun membantu sang cucuk meminum air dengan menggunakan pipet agar tidak tumpah.

Sedangkan sang kakek memeriksa semua perkembangan sang cucu.

"Bagaimana kek dengan perkembangan cucu kita" tanya nenek.

"Syukurlah semuanya baik baik saja sayang" ucap sang kakek dengan menghampiri sang istri yang berada di dekat sang cucu.

"Ini di mana" tanya si kecil

"Kita di hutan sayang, tapi kamu tenang saja kita akan aman kok" ucap sang kakek mencoba menenangkan sang cucu yang kebingungan.

"Siapa nama ku" tanya si kecil dengan kebingungan, karena dia lupa akan namanya.

"Nama mu......




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BABY ARWAH🦉Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang