• Semua tokoh dan latar dalam cerita ini hanyalah fiksi. • Semua cast adalah milik Tuhan, orang tua, dan agensi yang bersangkutan. Author hanya meminjam nama dan visualisasi semata. • Tidak boleh membawa cerita kedalam real life para tokoh yang bersangkutan. • Menjiplak ( dalam hal apapun ) dengan cerita ini tidak diperkenankan. • Typo dan kesalahan lainnya mungkin sering ditemukan, krisar dan saran sangat dibutuhkan.
p.s. jika ceritanya familiar mungkin sebelumnya kalian pernah membaca book yang sama, karena cerita ini sebelumnya sudah pernah dipublikasikan dengan judul dan tokoh yang berbeda.
Happy Reading ^^
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
°
°
°
°
°
°
" Kak, pulangnya nanti aku jemput. Jangan pulang dulu "
" Loh ? Bukannya mau latihan ? "
Sing menggeleng, dengan mulut penuh yang sedang mengunyah. Baru saja ingin buka mulut, Zayyan mengangkat tangan.
" Telan dulu, nanti keselek "
Yang diperintah buru-buru mengerahkan gusi-gusi untuk mengunyah lebih cepat, menelan nasi didalam mulut susah payah. Sang kakak didepannya hanya bisa geleng kepala melihat tingkah si termuda.
" Enggak. Hari ini aku pulang sore, nanti kita pulang sama-sama "
Zayyan membulatkan mulutnya, ber-oh ria sebagai jawaban, tentu disertai anggukan tanda mengerti. Baik Zayyan maupun Sing kembali memfokuskan diri pada sarapan dihadapan. Terlebih Sing, dia sudah berjanji pada dirinya sendiri jika harus bisa mengantar kakaknya ke toko sebelum berangkat kuliah.
Sing selalu merasa bersalah, setiap pagi saat bangun tidur, Zayyan selalu sudah raib bekerja tapi tidak pernah lupa meninggalkan sarapan hangat di meja untuknya.
" Aku aja yang cuci piring. Kakak siap-siap, gih "
Baru saja Zayyan hendak berdiri, Sing dengan gesit merampas piring bekas makan dari tangannya. Cukup heran sebenarnya, ada apa dengan adiknya hari ini.
Mulai dari bangun pukul 4, dua jam lebih awal dari biasanya. Membantu memasak sarapan, walau tidak bisa disebut membantu karena Sing hanya mengikuti kemana kaki Zayyan berpindah tempat.
Menatap punggung tegap sang adik yang memang beberapa sentimeter lebih tinggi, Zayyan melangkah menghampiri. Menepuk pundak Sing pelan meminta atensi.