Pagi itu Leedo dan Hwanwoong masih berada di ranjang. Punggung Leedo bersandar di kepala ranjang, sementara kepala Hwanwoong bersandar di bahu Leedo.
Jemari Hwanwoong sibuk memainkan kerah baju Leedo, sesekali memainkan kancing bajunya.
“Jadi kamu bekerja sebagai aktor opera?” tanya Hwanwoong pada Leedo. Tadi Leedo menceritakan soal pekerjaan barunya di kota hingga direkrut untuk menjadi seorang aktor opera.
Leedo mengangguk demi menjawab pertanyaan Hwanwoong. "Bagaimana menurutmu mengenai pekerjaan baruku itu?”
“Bagus. Cocok sekali denganmu. Bukannya di masa lalu kamu juga seorang aktor opera?”
“Benar. Karena itu pula aku menerima tawaran tersebut dengan senang hati.”
“Syukurlah, aku turut senang mendengarnya.” Hwanwoong mendongakkan kepalanya hingga Leedo dapat melihat senyum sumringah di wajah Hwanwoong.
“Kau senang?”
“Tentu.”
“Baguslah. Aku lebih suka melihatmu tersenyum seperti itu,” ucap Leedo.
“Bisakah aku tinggal di sini untuk sementara? Aku merasa belum mampu untuk kembali ke kota. Masih terlalu menyakitkan,” ucap Hwanwoong pada Leedo.
Leedo mengusap rambut Hwanwoong dengan penuh kasih sayang. “Tentu saja. Biarkan aku yang mencabut semua rasa sakitmu itu, Hwanwoong.”
Sejenak, pandangan Hwanwoong sedikit sayu. Sejujurnya ia masih belum siap menerima perasaan Leedo. Di mana sikap Leedo yang terang-terangan menunjukkan perasaannya itu ... sedikit membuat Hwanwoong terbebani. Karena saat ini hatinya masih hancur. Bagaimana mungkin hati yang sedang hancur dapat berdetak untuk orang lain?
“Terima kasih.” Akhirnya hanya kalimat itu yang dapat terucap dari mulut Hwanwoong sambil memalingkan wajahnya.
Sementara itu, diam-diam Leedo masih mengamati Hwanwoong. Sejak tadi ia mati-matian menahan hasrat untuk mencium Hwanwoong. Bagaimana tidak, dengan jarak sedekat ini Leedo dapat menghirup aroma tubuh Hwanwoong yang entah bagaimana selalu beraroma manis bagai buah-buahan segar. Dari jarak sedekat itu pula Leedo dapat mengamati setiap inci lekuk wajah yang terpahat indah, juga helaian rambut yang menjuntai menutupi dahi Hwanwoong, serta bulu matanya yang panjang nan lentik. Oh, jangan lupakan bibir merah ranum yang sangat terlihat menggoda tatkala tersenyum.
Leedo memejamkan matanya sejenak sembari mengembuskan napas, rasanya ia hampir gila jika hanya dapat mengamati semua itu.
Hasrat ingin menjadikan Hwanwoong miliknya kian membuncah dari hari ke hari.
“Hwanwoong,” panggil Leedo.
Sontak Hwanwoong mendongakkan kepalanya dan menatap Leedo. “Ya?”
“Bisakah ...” Leedo terdiam sejenak, agak ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Sementara Hwanwoong masih menunggu, sedikit memiringkan kepalanya. “Bisakah mulai sekarang kau lupakan pria itu? Mulailah melihatku.”
Kalimat itu akhirnya mengalir begitu saja dari bibir Leedo.
Seketika suasana di antara keduanya menjadi sunyi. Jantung Leedo berdegup kencang sampai-sampai ia takut Hwanwoong akan mendengar degup jantungnya itu.
“Itu adalah sebuah permintaan. Karena ... karena aku telah menyelamatkan nyawamu dua kali, jadi kupikir aku berhak meminta hal ini. Bisakah kau mengabulkannya?” timpal Leedo, sedikit beralasan. Karena sejujurnya ia tak pernah mengharapkan balasan atas tindakannya menyelamatkan Hwanwoong saat terjatuh dari jurang ataupun saat terjatuh dari gedung tinggi. Andaikan mereka berdua bertemu dengan cara yang berbeda, Leedo akan tetap menaruh hati pada Hwanwoong dan berharap Hwanwoong membalas perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into The Blood Moon •ONEUS•
FantasíaPertemuan yang tak terduga antara Hwanwoong dengan sosok Blood Demon menjadi awal dari segalanya. Ratusan tahun Leedo menjalani hidup dalam kesepian, hingga suatu hari timbul keinginan untuk menjadi manusia agar dapat hidup bersama Hwanwoong. =====...