Menutup pertemuan keluarga itu dengan kemenangan absolut pada pihak Sasuke dan Sakura, dua sejoli yang mengaku sangat mencintai satu sama lain itu pun memutuskan pergi keluar untuk melepas rindu, atau dalam arti lain, mereka perlu melanjutkan konversasi pribadi untuk mendiskusikan kelanjutan rencana mereka.
"Selamat," kata Sasuke kepada Sakura setelah mereka berhasil meyakinkan Kizashi, berhasil membuat hubungan itu berjalan seperti yang mereka harapkan, atau tepatnya, seperti yang Sasuke rencanakan.
"Selamat juga padamu," sahut Sakura, senyumnya mekar dengan lebar. "Kau adalah pria paling jenius yang pernah kutemui."
"Semua orang bisa berbohong."
"Tapi kebohonganmu sangat membantuku. Aku sangat terbantu..."
"Aku tidak akan perlu berbohong kalau kau menuruti ucapanku sejak awal."
Sakura jadi mencebik. "Apa kau berniat mengungkit topik itu terus-menerus?"
"Aku berniat membuatmu berpikir sebelum melakukan sesuatu," sahut Sasuke. Dia membawa Sakura singgah ke sebuah restoran dan memilih tempat duduk yang berada di dekat jendela, jauh dari pengunjung lain dan pastinya, jauh dari perhatian.
Sakura duduk di depan Sasuke sambil menopang dagu, bibirnya maju beberapa centi karena diomel Sasuke lagi. Sakura pikir pria itu akan menjadi sedikit lebih baik padanya.
"Ngomong-ngomong, ada apa dengan tingkahmu tadi?" Sasuke kembali memikirkan sikap Sakura yang terlampau manja padanya, itu membingungkan.
"Seingatku, aku tidak memintamu bertingkah berlebihan di depan orang tuaku."
"Apanya yang berlebihan?"
"Aksimu, apalagi? Kau menjadi sangat berisik, sangat manja, sangat..., aneh."
"Ooh, itu?" Sakura mengangguk-angguk. "Aku memang seperti itu, normalnya..., ketika aku berpacaran dengan Kiba, aku memang seperti itu. Aku mencintai dengan sepenuh hati dan uh, seperti yang bisa kau lihat. Hahaha, aku jadi kekanakan."
Separuh kegembiraan yang melukis paras Sakura memudar ketika ia membahas tentang cinta, dan Sasuke bisa mengerti kenapa. Hati gadis itu baru dipatahkan mantah kekasihnya. Meski dia tersenyum gembira dan memamerkan ekspresi ceria, hatinya, barangkali, masih menyimpan luka.
"Itu tidak kekanakan," ucap Sasuke, "Kau hanya agak ekspresif, makanya aku bingung."
"Apa tidak boleh? Apa menurutmu aku menjengkelkan kalau seperti itu?" Sakura bertanya dengan ekspresi kosong.
"Tidak sama sekali," sahutan Sasuke muncul penuh ketulusan, disertai dengan gelengan ringan.
Ketika Sasuke menggeleng, Sakura merasakan panas berkumpul di matanya dan ia mengerjap beberapa kali dengan air mata yang tumpah di pipinya.
Sakura tertawa. "Ahahaha, apa yang terjadi?"
Sakura merasa sangat malu pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia masih memikirkan Kiba ketika pria itu sudah mematahkan hatinya? Bagaimana bisa dia masih terpaku pada ucapan pria itu yang sangat menyakitkan? Kiba yang terus memarahinya karena bertingkah kekanakan? Kiba yang membencinya, bosan pada tingkahnya dan berujung meninggalkannya karena dia terlalu ceria?
Bagaimana bisa dia masih menangisi ucapan sampah yang tidak bisa di daur ulang itu?
Sasuke menyodorkan sapu tangan miliknya pada Sakura, sedikit simpati merayap di dadanya. Memberikannya perasaan tidak nyaman dan sungkan.
Sasuke tidak tahu harus mengatakan apa, atau melakukan apa untuk menanggapi kesedihan Sakura. Tidak, mungkin Sasuke tahu, tapi Sasuke hanya tidak ingin mengekspresikan bentuk simpati yang akan mengungkit lukanya sendiri di masa lalu. Sasuke hanya ingin tenggelam dalam perasaan dangkal yang aman untuknya. Sasuke tidak ingin perasaannya beresonansi dengan luka Sakura, karena itu akan membangkitkan kenangan yang sudah ia tepikan jauh dari benaknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/383103875-288-k16277.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALLURING (SASUSAKU)
FanfictionMereka adalah kisah asmara yang kacau dan berantakan. ALLURING © Vivianne. NARUTO © Masashi Kishimoto.