16. Tersenyum Lega

27 14 0
                                    

Di hari Minggu yang cerah ketika orang-orang masih betah menikmati pagi di atas kasur, aku memilih membereskan kamar. Aku menata ulang barang-barang dan perabot yang ada di dalam kamar indekos ini. Dengan lagu Bernadya memenuhi ruangan, aku bersemangat untuk merapikan kamar. Setiap kali menemukan barang pemberian Aka akan aku letakkan di sebuah kardus.

Sekitar satu jam aku berhasil menata ulang kamar. Kasur yang sebelumnya berada di sebelah barat, aku ubah menjadi di utara. Rak-rak gantung baju dan tas juga aku pindahkan ke sebelah meja belajar di selatan. Karena jendela kamar ini menghadap selatan, maka lebih bagus kalau meja belajar aku letakkan di sana.

Aku memandang tata letak baru di kamar, kemudian tersenyum. Ternyata selesai juga dan tidak begitu sulit. Kalau saja menata hati juga secepat ini ....

Aku melipir ke kardus untuk barang-barang yang sengaja aku sisihkan. Kebanyakan pemberian Aka, mulai dari jam tangan, gantungan tas, squisy, hingga jaket. Aku memandangi semua barang tersebut, tersenyum, kemudian merapikannya di dalam kotak cantik berwarna pink. Aku memilih menyudahi semuanya. Aku ingin berhenti menyakiti diriku sendiri. Aku tidak memaafkan Aka, tetapi memilih untuk bahagia.

Segera aku ikat kotak tersebut dengan sebuah pita, kemudian menyelipkan sebuah kertas di antara pita tersebut. Setelahnya, aku membungkus kotak dengan bubble wrap bekas paket-paketku selama ini yang sengaja tidak kubuang. Aku berniat mengirimkannya kembali ke Aka. Aku tidak tahu tindakanku ini benar atau salah, tetapi kalau ini salah satu cara untuk bisa melupakan Aka ... maka akan aku coba. Aku hanya ingin menghilangkan semua kenanganku dengan Aka, meski aku tahu tidak akan semudah menghapus foto di galeri. Sekadar menghapus foto saja sudah susah.

Foto-foto polaroid aku dan Aka pun sudah tidak menggantung di tembok lagi, melainkan aku simpan di sebuah kotak kecil di dalam lemari. Haha, benar, aku belum siap untuk membuang foto-foto tersebut.

Pagi sekitar pukul sembilan, aku keluar bersama kotak yang akan aku kirimkan ke alamat Aka. Sebelum menuju ke tempat pengiriman paket, aku memilih untuk sarapan terlebih dahulu di sebuah warung nasi rames. Rasanya menggalau pun butuh energi, sehingga aku perlu makan terlebih dahulu.

Setelah selesai mengisi perut, baru aku melajukan motor ke tempat pengiriman barang. Jaraknya tidak begitu jauh, hanya sekitar lima menit menggunakan motor. Ketika berhenti di lampu merah, aku memandang langit dan menarik napas dalam-dalam. Langit cerah dan angin semilir seolah memberiku kabar baik kalau hari seperti ini bisa terjadi seterusnya. Hari ketika aku bertekad untuk melupakan Aka. Hari saat aku merasa bebas dan bahagia. Hari dimana aku yakin bisa melepaskan Aka sepenuhnya. Aku tersenyum lagi sebelum melajukan motor saat lampu berganti warna.

Rasanya hari ini berjalan lancar sehingga aku yakin bisa seterusnya. Setelah selesai mengirimkan paket, rasanya lega. Seolah beban dan perasaan jengkelku ikut terbawa paket tersebut. Entahlah akan sampai ke Aka atau justru tersangkut di alamat lain. Aku hanya tahu kalau hariku tanpa Aka akan dimulai hari ini.

Baru menaiki motor, tiba-tiba saja layar ponsel menyala menunjukkan notifikasi sebuah pesan lewat Insta. Tidak tahan dengan rasa penasaran membuatku segera membuka pesan tersebut.

Gina: Dek, maaf, ya, mau ngasih tau aja. Ini cowokmu, 'kan? Dia follow-follow aku terus, padahal udah aku hapus pertemanan beberapa kali.

Senyuman tulusku sejak pagi tadi tiba-tiba berubah menjadi tawa menggelegar, membuat mbak dan mas di tempat tersebut menatapku ngeri. Aku meniup rambut poni dengan keras.

Sial. Baru juga niat, udah ada aja yang bikin kesal. Gimana bisa maafin kalau gini?

**

Surat buat Kak Aka.

Makasih buat perhatian kamu selama ini. Iya, kok, kamu emang udah baik banget selama ini sama aku. Maaf kalau aku enggak bisa jadi cewek idaman kamu. Aku juga bukan dari keluarga hebat yang punya pangkat atau kekuasaan, makanya enggak bisa disandingin sama kamu.

Ini barang dari kamu, aku kembaliin lagi. Bukannya menolak rezeki, tapi katanya kita udah putus. Aku rasa salah satu cara biar bisa bener-bener ngelupain kamu dengan ngembaliin barang ini. Mungkin bisa aja dibuang, tapi aku enggak bisa. Barang ini juga masih bagus, sayang kalau dibuang. Kalau dijual, aku takut uangnya enggak berkah. Jadi simpen kamu lagi aja, ya.

Aku enggak berharap buat kebahagiaan kamu sama cewek baru itu. Tapi semoga kamu sadar kalau cara kamu selama ini, tuh, salah. Cara kamu dapetin cewek dan ngasih harapan menurutku salah.

Kamu boleh kok putus, tapi harusnya jelasin alasannya. Kamu juga boleh deket sama orang lagi, tapi enggak pas masih ada hubungan. Aku tahu kita udah putus. Aku tahu kamu enggak bisa dianggep selingkuh. Tapi tetep aja, kamu deketin cewek lain di belakang pas kita masih ada hubungan.

Daripada diputusin, rasanya lebih sakit pas tahu kalau kamu deketin cewek lain pas masih sama aku. Liat kamu sama cewek lain pas kita baru selesai dua-tiga minggu ini rasanya lebih nyakitin. Kayaknya hubungan kita yang tiga bulan itu emang enggak ada artinya buat kamu, ya? Pertemuan kita waktu dulu dan masa-masa pdkt kita yang enggak sebentar itu juga bukan apa-apa, ya, di matamu?

Ya, udah, intinya makasih dan ini aku kembaliin.

Satu lagi, aku masih belum ikhlas kamu perlakuin kayak gini.

******
Maaf kalau ceritanya kurang jelas😭😭😭
Semoga masih bisa dinikmati😞🔥

(No) Life After BreakupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang