SUTSUJIN
“Kenapa lu ngeliat ke arah gw sama Hazel kayak gitu?” Rain bertanya, menjauh dari Hazel.
“Oh, gausah peduliin gw,” kata gw sambil menyilangkan kedua tangan di dada. "Terusin aja kebucinan lu berdua itu, gausah peduliin gw, anggap aja gw tembok."
"Oh," jawabnya, tertawa malu diikuti dengan berdehem dan mengalihkan pembicaraan. "Jadi.. Arthur! Gimana harinya? Ada yang mau lu ceritain?"
"Hari gw?" gw menghela nafas. "Ya kayak biasanya. Memeriksa banyak pasien."
"Kedengarannya cape banget," kata Hazel sambil berbalik menghadap gw. "Lu keliatan stress. Mau gw pijatin bahu lu?"
“Iya boleh, makasih ya Zel” gw mengangguk sebelum duduk di tepi tempat tidur, punggung gw menghadap ke arah Hazel. Dia berjalan ke arah gw dan duduk, kemudian dia meletakkan tangannya di bahu gw lalu mulai memijat - memberikan tekanan di mana pun ujung jarinya menyentuh bahu gw.
Gw mengeluarkan suara kesakitan saat dia memijat terlalu keras. Dia tersenyum lalu bertanya, “Enak ga pijitan gw?”
"Ga," gw menjawab. "Lu ga denger dari tadi gw ngeluarin suara kesakitan? Tapi gapapa, lanjutin aja."
Dia ga berkata apa-apa, tapi gw tahu dia memutar matanya dan mengatai gw dalam bisikan nya.
“Lu sama Rain keliatannya tambah bahagia akhir-akhir ini,” kata gw. "Ada sesuatu yang spesial?"
"Hm, engga," Hazel mengangkat bahu. "Kita emang selalu bahagia setiap kali kita ketemu."
"Gemes amat," kata gw dengan singkat.
“Lu benar-benar harus nyari pasangan Thur,” saran Rain, sambil mendekat ke arah gw. "Gw ga mau lu sendirian terus, cuma duduk disini sambil ngeliatin kebucinan gw sama Hazel. Gw ngeliatnya aja kadang ga tega."
"Kalo gitu berhenti ngelakuin kebucinan lu berdua di depan gw," canda gw sebelum melanjutkan sambil menghela nafas kecil. "Jujur sebenarnya gw cuma ga tau di mana gw bisa nemuin pasangan. Gw bahkan ga tau apa gw udah siap buat pacaran, lu kan tau sendiri pekerjaan gw gimana sekarang, gw hampir ga punya waktu buat hal begituan."
"Kalo gitu, kapan pun kalo lu siap," Hazel berkata sambil membenarkan, rambut hitamnya yang menutupi wajah.
"Iya gw coba nanti," janji gw. "Engga deh, gw bisa nyoba sekarang."
"Gimana caranya? Lu mau nyari di mana?" Hazel bertanya, akhirnya berhenti memijat bahu gw yang kini kerasa lebih tegang dibandingkan sebelum dipijat.
"Tolong ambilin HP gw dong." Setelah Rain menyerahkan HP gw, gw membuka satu aplikasi.
Pasti lu udah tau kan aplikasinya apa?
Grindr.
"Ohh," Hazel bersiul. "Wow, Arthur Sutsujin Sunarkho."
"Diam, gw udah putus asa," gw mengaku. "Gimana cara pake aplikasi ini?"
"Ini ga kayak Tinder," Hazel memulai. "Lu harus nunggu seseorang mengirimi lu pesan terlebih dahulu atau lu yang mulai duluan. Kalo lu milih opsi yang terakhir, cukup klik profil siapa pun yang menurut lu menarik dan klik ikon pesan."
“Gimana kamu bisa tau tentang semua itu?" Rain menggoda, menggoyangkan alisnya sebelum mereka berdua tertawa. "Aku hanya bercanda."
"Lah iya, kok lu bisa tau cara pake aplikasinya?" Gw bertanya, bingung.
"Dengerin dulu penjelasan gw," dia memulai dengan dramatis. "Pas itu gw berumur dua belas tahun dan ga tau kegunaan aplikasi itu buat apa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor's Love.
Romance"Gw mungkin memerlukan donor hati , karena lu baru aja mencuri hati gw." "Tuan Rinz, Saya adalah dokter anda." - Arthur "Sutsujin" Sunarkho adalah seorang dokter residen yang baru saja lulus dari sekolah kedokteran. Meskipun ia merasa telah mempersi...