SUTSUJIN
"Dokter Bieber? Keren banget," Rinz ikut-ikutan, berupaya nyelamatin gw dari rasa malu. Tapi, dia cuma ngebuat gw semakin merasa malu. "If I was your doctor I'd never let you go-"
"Jangan mulai," gw menyelah. Gw ga mau seorang cowo bisa menarik perhatian gw cuma dengan parodi dari lagu Justin Bieber 'Boyfriend' apalagi pagi pagi gini. Dia membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi pas dia melihat Dr. Vel datang dengan segelas air, dia menutup mulutnya kembali.
Gw mengambil gelas yang diberikan oleh Dr. Vel dan mengucapkan terima kasih lalu berbalik menghadap Rinz, “Apa keluhannya?”
"Gw mengalami sakit kepala yang sangat parah akhir-akhir ini," akunya. “Ga tahu apa karena minuman ber-alkohol atau hal lain.”
“Berapa banyak alkohol yang Anda konsumsi?” Gw bertanya.
"Banyak," itu satu-satunya jawaban yang dia berikan ke gw sebelum dia melanjutkan. "Gw biasanya pergi ke bar di pusat kota sesekali buat nyari cowok ganteng, tapi gw belum pernah beruntung sampai akhirnya - kemarin. Apa perlu gw cerita?"
Gw merasakan pipi gw memerah. Gw tahu dia lagi ngomongin gw. Dia tahu dia lagi ngomongin tentang gw.
"Saya bisa meresepkan beberapa obat untuk menghilangkan sakit kepala, tapi Anda harus mengurangi konsumsi alkohol," Gw memulai, mengabaikan rayuan genitnya.
"Berapa banyak obatnya?" dia bertanya, bersandar di kursinya.
"Banyak sekali," jawab gw blak-blakan, sambil memberinya slip obat. "Pergi ke Instalasi Farmasi dan berikan slip ini kepada perawat, ada di lantai 1 dan di kiri setelah anda keluar dari lift."
"Sebenarnya gw ga terlalu pandai mencari arah, bisa ga lu temenin?"
"Saya akan meminta perawat untuk menemani anda," gw berusul.
"Engga, sebenarnya gw lebih suka kalo dokter yang nemenin gw," katanya sambil tersenyum tipis. "Boleh ya?"
Gw menggigit bagian bawah bibir untuk menyalurkan rasa frustrasi gw.
Gw berdiri dengan senyum yang dipaksakan, “Ikuti saya"
“Cepat kembali, masih banyak pasien yang menunggu,” Dr. Vel mengingatkan yang gw jawab dengan anggukan singkat.
Gw berjalan menuju pintu dan berusaha membukakannya buat Rinz- - tapi, dia ngedahuluin gw dan menjulurkan kakinya biar pintu kebuka.
Entah kenapa, berhadapan sama cowo satu ini ngebuat kepala gw sakit.
"Mau pakai tangga atau lift?" Gw bertanya, menoleh ke arah Rinz yang berdiri di belakang gw.
"Mau pakai diri lu aja gimana?" candanya sambil mengedipkan sebelah mata.
Mata gw melotot ngedengerin kata apa yang baru aja keluar dari mulut dia, dia ngelanjutin, "Gw cuma bercanda, Dok. Ayo naik lift."
Dia ga ngasih gw waktu buat bereaksi saat dia melangkah ke depan gw dan menekan tombol lift.
Cowo gila.
-
"Menarik," komentar Hazel sambil ngelepas jaket kulitnya dan meletakkannya di kursi lalu dia duduk di tempat tidur di samping gw. "Ternyata ada juga orang yang suka sama lu, boleh juga."
"Dia bilang dia mau pakai gw," ejek gw. "Itu hal paling jijik yang pernah gw denger. Gimana bisa lu bilang hal kayak gitu ke dokter lu sendiri?"
"Berani juga dia bilang begitu, mesum banget anjir." Hazel berkata sambil tertawa keras.
Gw memutar mata dengan rasa jijik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor's Love.
Roman d'amour"Gw mungkin memerlukan donor hati , karena lu baru aja mencuri hati gw." "Tuan Rinz, Saya adalah dokter anda." - Arthur "Sutsujin" Sunarkho adalah seorang dokter residen yang baru saja lulus dari sekolah kedokteran. Meskipun ia merasa telah mempersi...