DL | Chapter 5

469 64 3
                                        

SUTSUJIN

"Lu kayaknya harus buat akun Tinder deh bang, kalo semisal lu putus asa buat cari pacar" teriak Hazel.

"Gw ga putus asa anjing," balas gw. "Ini juga, kenapa helm lu besar banget? Gigi gw selalu kebentur hampir sembilan belas kali. Gw ngehitung."

"Bukan salah gw kalau gigi lu kayak gigi kuda," jawabnya. "Gw ngeliat lu selalu cemburu saat ngelihat pasangan lain bahagia. Lu seorang bujangan yang paling menyedihkan yang gw kenal."

"Dan lu gaada bedanya sama gw," balas gw sambil mencekik nya.

"Bangsat, lu seharusnya nyelamatin orang bukan malah nyoba bunuh orang" keluhnya, sambil memukul tanggan gw agar gw melepaskan cekikikan nya.

"Gw ga peduli, lu duluan yang mulai!"

"Iya sorry" dia terkekeh, terdiam beberapa menit sebelum membuka mulutnya lagi: "Omong-omong gw punya kenalan cew-"

"Ga!" sela gw. "Lu milih diem apa gw rusak motor lu."

"Kalo motor gw rusak, gw udah ga bisa nganterin lu ke tempat kerja lu lagi," katanya "Tapi bukan itu intinya. Jangan sentuh Summer."

"Summer?"

"Nama motor gw," jawabnya sambil menepuk-nepuk stang motornya. "Sekarang tenang, duduk yang anteng, jangan banyak tingkah atau gw ga akan nganterin lu lagi setiap paginya."

"Lu udah ngebawa gw ke bar, lu yang udah ngasih kesialan ke gw." gw berkata, sambil mundur sedikit karena rasa malu itu kembali muncul saat gw memikirkan hal itu.

"Berisik," katanya, dia mengerem kan motornya. Akhirnya dia menepi dan gw turun sambil berdesis. Another day another work. Beginilah siklus hidup gw untuk beberapa tahun kedepan.

"Terimakasih, Zel," ucap gw sambil mengambil tas gw. "Gw berutang budi sama lu."

"Buat?"

"Ya lu nganterin gw ke tempat kerja gw," gw memutar bola mata gw. "Gw tahu sulit buat lu untuk bangun pagi-pagi sekali dan harus siap-siap cuma buat nganterin gw. Jadi ya makasih."

Gw menunggu tanggapan serkas nya, tapi dia hanya tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mengacak-acak rambut gw. "Ga perlu bang, jangan di bahas. Semangat aja kerjanya. Gw yakin lu bisa ngelewatin semua ini."

Mata gw melotot melihat dia begitu penyayang. Ini adalah sisi Hazel yang jarang gw lihat selama gw jadi kakaknya.

"Kenapa lu natap gw kayak gitu? Apa ada sesuatu di muka gw?" tanyanya khawatir.

"Engga, gw cuma kaget ngeliat lu bersikap lembut ke gw," gw tersenyum sambil mengejek nya.

Senyum di wajahnya memudar dan dia mengangkat tangannya untuk mengacungkan jari tengah nya ke gw "Gw? Lembut? Ga. Persetan dengan lu. Gw ga peduli."

"Dih, mulai," gw tertawa, menggelengkan kepala. "Gw harus pergi sekarang, Gw akan bawain makanan buat lu kalo gw udah selesai dengan pekerjaan gw, sebagai ucapan terimakasih."

"Ga perlu," katanya sambil tersenyum. "Bercanda, gw tunggu nanti. Tolong bawain lima botol jus mangga juga."

-

"Apakah Anda siap untuk pasien pertama Anda hari ini, Dr. Arthur?" tanya Dr. Vel. Gw mengangguk sebagai jawaban, "Siap seperti biasanya."

Rutinitas di hari sebelumnya terulang. Perawat yang membantu membuka pintu, menyerahkan beberapa lembar dokumen kepada Dr. Annavel, lalu pergi, menuntun pasien. Gw sibuk menata meja kerja sehingga ga sadar dengan apa yang lagi gw hadapi - saat gw mendongak, gw berharap bumi dijatuhi banyak meteor.

Itu orang yang sama, yang gw temui di bar.

Gw terbatuk kaget, lalu terbatuk lagi saat gw tersedak saliva gw. Dr. Annavel bergegas ke luar ruangan untuk mengambilkan segelas air. Dalam waktu singkat saat dia pergi, Rinz duduk di depan gw sambil tersenyum.

"Arthur Sutsujin Sunarkho?"

"Siapa? Bukan saya," kata gw tersedak.

"Lu yakin itu bukan lu?" tanyanya sambil melihat ke arah name tag gw yang bertuliskan nama gw. Gw segera menutupi name tag itu.

"Ya. Nama saya, uh.." Gw menatap ponsel gw yang tergeletak di meja, artikel berita yang sedang gw baca terbuka di layar. Gw membacakan nama pertama yang gw lihat, "Justin.. Bieber?"

Doctor's Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang