DL | Chapter 14

323 42 0
                                        

SUTSUJIN

"Siap melayani kalian berdua, Tuan-tuan," dia memulai, sambil menuangkan segelas vodka kepada Hazel. "Santai aja minumnya, jangan terlalu kebanyakan, kita kan ga mau ngeliat Dokter Arthur kesulitan lagi buat  nganterin lu pulang." Setelah dia mengatakan itu, dia melirik ke arah gw sekilas, yang gw balas dengan memutar kedua mata gw.

"Ga lucu," gumam gw sambil meneguk segelas air. "Kenapa lu ga pernah ngasih tau kalo lu kerja di sini?"

"Kan kita ga pernah punya waktu buat ngobrol banyak, jadinya gw ga bisa ngasih tau lu deh," dia memulai, sambil mengelap beberapa botol alkohol dengan kain. "Itu karena lu selalu lari dari gw - nge-akhirin percakapan kita setiap kita ngobrol."

"Karena lu selalu nyoba buat ngegoda gw," gw mendengus, bersandar di kursi gw dan hampir terjatuh ketika gw baru sadar kalo kursi itu ga ada sandaran buat punggung gw.

Dia bersiul-siul sebagai tanggapan sebelum meletakkan botol itu dan berbalik menghadap kita berdua, "Kalian berdua keliatan deket banget, biasanya adik kakak ga kayak gitu."

“Ya mungkin karena dia adik gw satu-satunya dan kita cuma tinggal berdua di rumah yang sama?” kata gw.

“Oh iya,” dia mengangguk sebelum berbalik menghadap Hazel. "Jangan minum kebanyakan cil, kasian Abang lu susah bawa lu pulang."

"Iya tau" dia menjawab, mendorong gelas minuman itu menjauh biar dia ga bisa minum lagi.

“Ga aman buat mengemudi dalam kondisi mabuk kayak gini.”

"Kondisi apa? Gw ga mabuk," jawab Hazel. “Kita udah sering kayak gini sebelumnya dan belum pernah ada sih kejadian kecelakaan apa pun," sela gw.

"Siapa bilang kali ini lu bakal seberuntung itu?" Rinz memulai. Saat gw membuka mulut untuk memprotes, dia menyela lagi. "Lu seorang dokter, Thur. Lu seharusnya lebih paham."

Gw ga bisa bicara apa-apa. Lagi pula, gw bilang begitu cuma buat alasan aja, gw ga mau ngerepotin dia - nganterin kita pulang buat kedua kalinya.

“Bokap gw mengalami kecelakaan terus meninggal karena ada orang mengemudi dalam keadaan mabuk,” Rinz angkat bicara setelah hening beberapa saat. “Gapapa, kalian kalo mau ketawa silahkan.”

Hazel dan gw menatap satu sama lain dengan ekspresi kekhawatiran dan juga kebingungan.

Ketawa? Yang serius aja? "Gw turut berduka atas meninggalnya bokap lu"

"Makasih thur" dia berkata. "Jadi ya begitulah, kerja sebagai bartender di bar ini adalah salah satu cara gw mengatasi kesedihan akibat hal itu," dia mengangkat bahu. “Kita semua punya cara berbeda buat ngatasi kesedihan kita sendiri, kan?”

Seketika bayangan Ayah kembali muncul di benak gw.

“Ah, kayaknya gw lagi ngebahas topik yang cukup sensitif,” kata Rinz saat menyadari wajah gw yang murung. “Ganti topik aja y-”

"Umur lu berapa bang?" Hazel menyela.

Rinz hanya tersenyum. "Umur gw dua puluh tujuh tahun."

"Lu setahun lebih muda dari dia bang Arthur,” kata Hazel. "Lu seharusnya lebih hormat sama dia, jangan nyokot terus, mana itu muka judes banget lagi kalo lagi deket sama abang Rinz."

"Ya ya ya, setahun lebih muda," ulang gw. "Ga begitu penting."

Rinz kemudian menyingkirkan gelas kami ke samping dan menepuk kedua tangannya, "Jadi gimana kalo gw nganterin kalian berdua pulang, tuan-tuan?"

Gw tersedak ludah gw, "Apa maksud lu ngantarin kami pulang?"

"Bukannya kalimat itu udah cukup jelas? Kalian berdua datang ke sini pake sepeda motor yang diparkir di luar itu, kan?" dia bertanya.

"Iya," Hazel mengangguk. “Gw ga berencana ninggalin motor gw di sini semalaman. Lagian tiga orang juga ga bakal muat kalo naik Summer.”

Rinz mengangkat alisnya ketika ngedengar itu tetapi memutuskan buat ga mempertanyakannya, "Gimana kalo gw nganterin lu pulang dengan mobil gw dan sehabis itu gw akan ngebawa pulang Dokter Arthur dengan sepeda motor lu?"

"Ga perlu," keluh gw. "Lu bisa nganterin kita berdua pulang pakai mobil lu terus setelah itu baru ngembaliin motor Hazel yang ketinggalan. Atau gw minta orang lain aja deh buat ngambil motor Hazel yang ketinggalan itu."

"Ga ada penolakan, Arthur," dia tersenyum. "Gw mau ngehabisin waktu berdua sama lu."

Doctor's Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang