DL | Chapter 15

137 21 0
                                    

SUTSUJIN

"Gw kembali," Rinz berkata, helm Hazel terselip di balik lengannya. "Ayo, Dok. Gw antar lu pulang juga."

"For your information nih," gw mulai, sambil berjalan ke tempat dia berdiri. "Ini termasuk pemaksaan."

"Udahlah. Ga perlu dramatis gitu," dia tersenyum, menepuk bahu gw sebelum membukakan pintu agar gw bisa keluar.

Rinz mastiin buat mematikan semua lampu di bar sebelum mengunci pintu. Setelah itu, dia berjalan menuju motor yang diparkir tepat di luar bar. Ia duduk di atas motor setelah memastikan helmnya itu terpasang dengan aman, lalu ia berbalik menghadap gw, "Sini duduk." Dia menepuk jok belakangnya.

Gw menurutinya tanpa mengeluh, tapi sambil mastiin duduk kami berjarak. Gw menunggu dia menyalakan motornya soalnya dari tadi gw ngeliat dia kayak ga gerak sama sekali.

"Apa yang lu tunggu?" tanya gw yang udah mulai kesal.

"Lu ga mau ngedeket duduknya? Gw takut lu jatuh nanti, soalnya gw kalo bawa motor pasti agak ngebut," katanya, suaranya lembut banget ga nunjukin adanya nada emosi atau apa pun.

"Kalo gitu jangan ngebut-ngebut?"

"Gw ngejar waktu, gw juga harus pulang, Dok," katanya sambil tertawa kecil. "Jangan keras kepala, ngedeket aja duduknya."

"Siapa ya tadi yang ceramah tentang keselamatan berkendara?" Serkas gw sambil bergeser sedikit lebih dekat.

"Lu bakal aman sama gw," janjinya sebelum berbalik sedikit dan meraih kedua tangan gw buat melingkarkannya di pinggang dia. Ia kemudian berbalik menghadap ke depan lagi dan berkata, "Oke udah sempurna."

"Gw bisa ngecekik lu kalo begini," canda gw.

"Punya fetish sama cekikikan ya lu?" candanya sebelum menyalakan motor. Saat motor itu menderu kencang, Rinz bertanya, "Apa katanya nama motor ini?"

"Summer," gw menjawabnya. "Bisa ga kita pergi sekarang? Gw ga tertarik sama basa-basi."

"Siap, Dok," dia mengangguk kemudian mengendarai motor ke arah berlawanan dengan barnya, menyusuri jalan yang sepi.

Angin yang terasa begitu lembut menerpa wajah gw, seketika gw merasakan ngantuk. Akibat rasa kantuk itu, gw menempelkan pipi gw ke punggung Rinz yang dari postur tubuhnya, dia ga merasa keberatan sama hal itu.

Kami ga mengatakan apa pun selama beberapa menit setelah perjalanan, jadi gw memejamkan mata sebentar untuk menikmati sensasi angin saat kita melaju di jalan yang sunyi.

Lalu, gw keinget ada hal yang mau gw tanyain ke dia.

"Ngomong-ngomong gw mau nanya, boleh?" ucap gw.

"Iya ada apa Dok?" dia menjawab.

"Inget pas pertama kali kita ketemu di Rumah Sakit? Yang gw antar lu buat minta obat ke Instalasi Farmasi dan tiba tiba lu ngomong hal itu?"

"Yang mana?" dia mulai bingung sebelum mengingatnya. "Oh, iya gw inget Kenapa emangnya?"

"Kenapa ngomong begitu? Gw tau maksud lu bercanda tap-"

"Itu alasan supaya gw bisa ngobrol dan ngehabisin lebih banyak waktu sama lu," dia menyela perkataan gw.

Gw terdiam beberapa menit sebelum berkata lagi, "Kenapa?"

"Ada sesuatu tentang lu yang ngebuat gw tertarik," jawabnya. "Dan akhir-akhir ini kita cukup sering ketemu juga. Gw rasa ga ada salahnya kalo kita saling kenal sedikit demi sedikit?"

"Iya bener sih," gumam gw setelah berpikir sejenak.

"Apa itu artinya kita temenan sekarang?"

"Gw ga tau," gw memulai. "Lu tau? Lu ternyata ga seburuk yang gw pikir," gw berkata sambil tersenyum. "Selama ini gw kira lu seorang yang suka ngegoda dan terobsesi sama diri sendiri."

"Ternyata lu orangnya terlalu jujur ya thur" katanya. "Mekannya lu ga boleh menilai buku dari sampulnya aja."

"Wow, quotes of the day oleh seorang rinz" gw berkata dengan dramatis.

Itu ngebuat kami berdua tertawa. Seru rasanya ternyata bisa ketawa sama Rinz setelah sekian lama gw menghindar terus dari dia.

Sebelum gw sadar, kami udah sampai di rumah gw. Gw turun dari motor dengan hati-hati lalu berkata, "Makasih udah nganterin gw pulang. Sekarang gimana cara lu pulang?"

"Rumah gw ga terlalu jauh dari sini, cuma ngelewatin beberapa rumah dari tempat lu, gw bisa jalan kaki," katanya sambil tersenyum. "Ga usah dipikirin, lu istirahat aja udah kelihatan cape soalnya."

"Apa lu yakin ga apa-apa jalan ke sana sendirian? Apa lu mau gw ikut?" tanya gw.

"Gw bukan anak kecil, Dok," katanya sambil tertawa, turun dari motor setelah memarkirnya dan menyerahkan helm Hazel ke gw. "Makasih tawarannya, perhatian banget sih lu. Sampai ketemu di lain waktu, Thur."

"Iya," gw mengangguk. "Hati-hati."

Gw berdiri di depan rumah selama satu atau dua menit buat ngawasin dia pergi dengan aman. Kemudian, gw berbalik dan berjalan masuk ke rumah - hanya buat disambut dengan suara ngorok yang keras banget.

"Sialan lu Hazel."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Doctor's Love.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang