•☆Happy Reading☆•
Matahari sudah bersinar terang, memancarkan sinarnya ke lapangan sekolah yang perlahan dipenuhi oleh murid-murid yang bersiap mengikuti upacara rutin hari Senin. Namun, berbeda dengan teman-temannya, Starla masih mencari cara agar tak harus ikut berpanas-panasan hari ini. Bukan karena malas, tapi topi miliknya dipinjam Dea, sahabatnya, yang harus menggantikan teman yang sakit menjadi petugas upacara. Starla sudah berusaha menolak, tapi Dea tetap kekeh untuk meminjam topi milik starla.
"Dea, topi gue balikin nggak?" Starla menatap sahabatnya dengan nada memohon, berharap Dea bisa paham situasinya.
Dea malah tersenyum jahil. "Gue pinjem bentar aja, Starla, cuma selama upacara doang kok." Dea langsung melesat keluar kelas, menuju lapangan tanpa memberikan kesempatan bagi Starla untuk menolak lagi.
Starla hanya bisa menghela napas panjang sambil mengusap dada, mengucapkan istighfar untuk meredakan emosinya.
"Ya Allah, kasihlah hamba kesabaran hari ini," batinnya. Tanpa semangat, dia melangkah pelan menuju barisan siswa yang sudah siap upacara.
Saat itu, suara dari mikrofon terdengar, memanggil murid-murid yang tidak mengenakan topi agar keluar dari barisan dan berdiri di samping barisan guru. Starla tertegun, lalu menghela napas pasrah dan mulai melangkah keluar barisan, ketika tiba-tiba ada yang menahan lengannya.
"Mau ke mana, La?" Suara Stevani, teman sekelasnya, terdengar.
Starla memandangnya lesu. "Gue enggak pake topi."
Stevani terkekeh dan menunjuk kepala gadis itu. "Ini yang di kepala lo apa? Topi, kan? Bukan peci?" Dia tertawa geli melihat ekspresi bingung Starla.
Starla terdiam sejenak, memandang topi di kepalanya dengan bingung. Hah? Dea pasangin? Kapan? Tapi akhirnya dia memutuskan untuk tetap di barisan, mungkin sahabatnya diam-diam sudah memakaikannya tadi tanpa ia sadari.
Upacara berjalan lancar, dan setelah selesai, Starla kembali ke kelasnya, duduk di kursi sambil menunggu Dea yang masih belum kembali.
Beberapa saat kemudian, Dea muncul dengan wajah riang, langsung mengembalikan topi milik Starla. "Makasih, Starla baik!"
"Hah?" Starla melongo, memandangi topi itu dengan heran.
"Maafin gue ya, nggak marah kan?" Dea berusaha tersenyum manis, berharap Starla tidak mendebat lagi.
Starla merogoh loker meja miliknya mengambil topi itu dengan ekspresi bingung. "Terus ini topi yang gue pake tadi punya siapa?" Dia memandang topi itu, merasa aneh karena yakin bukan miliknya.
Dea menatap topi itu penasaran. "Coba sini, gue cek. Siapa tahu ada nama di dalamnya."
Dea membolak-balik topi itu, memeriksanya dengan cermat. "Wah, masih baru banget ya. Apa mungkin punya anak baru?"
"Anak baru? Perasaan gue enggak kenal satupun anak kelas sepuluh deh." bingung Starla.
Sambil menahan tawa, Dea akhirnya menemukan tulisan di dalam topi. "Bryn..." bisiknya pelan.
Starla dan Dea saling pandang dengan mata membulat. Starla, yang awalnya duduk agak malas, menjadi duduk tegak sambil menarik napas panjang. "Hah? Jangan bilang..."
Dea terkikik, memberikan topi itu kembali kepada Starla sambil menggoda. "Hah, heh, hah, heh mulu lo. Ciyee... bisa bikin kutub utara mencair."
Starla melotot sebal. "Apaan sih, De! Gimana cara gue balikinnya coba? Males banget gue harus berurusan sama mereka terus." Kesal Starla.
Dea memasang wajah berpikir dengan dagu ditopang tangannya. "Duh, hidup lo enak banget ya, La, disukain banyak cowok ganteng! Ada Kalandra, si kutub utara Bryan, belum lagi Zayyan. Mana mereka satu geng lagi! Serasa lo putri rebutan di kerajaan motor gitu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Finish
Fiksi Remaja"Maaf abi. Starla janji, ini jadi yang terakhir buat Starla pulang malem." Starla memohon dengan wajah hampir menangis. "Apa hukuman jika kamu melanggar lagi?" Gadis itu berfikir sejenak. Kenapa dirinya sendiri yang harus memilih hukumannya. "Starla...