13. Desa Kembangarum

8 9 1
                                    

WARNING
Bahasa suka suka
Banyak typo
Happy Reading
.
.
.

Dua minggu berlalu dengan cepat dari biasanya. Liburan semester akhirnya tiba, dan Jessica mulai menyusun rencananya dengan hati-hati.

Kebohongan tentang kegiatan organisasi di luar kota yang ia siapkan terasa seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja, tetapi ia tidak punya pilihan lain.

Pagi itu, Jessica duduk di kamarnya, menyusun barang-barang yang akan ia bawa dalam tas ranselnya. Buku catatan yang ia temukan di gedung tua tidak lupa ia masukkan, bersama beberapa perlengkapan seperti senter kecil, notebook kosong, dan pulpen.

Hatinya gelisah, tapi Jessica mencoba menenangkan diri dengan meyakinkan bahwa ini adalah langkah yang benar.

Jessica menatap bayangannya di cermin, mencoba meyakinkan diri. "Aku harus melakukannya," gumamnya pelan. "Apa pun yang terjadi."

Di luar, suara ketukan pintu membuyarkan pikirannya. "Jess, kamu sudah siap?" suara ibunya terdengar lembut, tetapi ada nada curiga yang samar.

Jessica menutup ranselnya dengan cepat, lalu membuka pintu dengan senyum kecil. "Iya, Bu. Aku cuma bawa barang-barang yang penting aja. Ini kan cuma acara organisasi, nggak terlalu formal jadi nggak perlu banyak persiapan."

Ibunya menatap Jessica dengan ekspresi ragu, seolah mencoba mencari tahu apakah putrinya sedang menyembunyikan sesuatu. "Kamu yakin nggak mau Ibu cek lagi? Kalau ada yang ketinggalan nanti repot."

Jessica menggeleng. "Nggak kok, Bu. Semua sudah siap. Pokoknya aman deh."

Ibunya menghela napas kecil, lalu mengangguk. "Kalau begitu, jaga diri baik-baik ya, Nak. Kalau ada apa-apa, langsung telepon Ibu atau Ayah."

Jessica mengangguk sambil tersenyum kecil, merasa sedikit bersalah karena berbohong. "Iya, Bu. Aku pasti baik-baik aja kok."

Saat ibunya pergi, Jessica kembali merasakan ketegangan yang sama. Ia tahu kebohongan ini akan membawa risiko, tetapi rasa ingin tahunya jauh lebih besar daripada rasa takutnya.
.
.
.

Jessica bertemu Sekar di stasiun kereta beberapa jam kemudian. Temannya itu mengenakan jaket tebal dan membawa tas ransel yang tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk menampung barang-barang penting.

Wajah Sekar tampak tenang, tetapi Jessica bisa melihat ada sedikit kekhawatiran di matanya.

"Kamu yakin orang tua kamu nggak akan curiga?" tanya Sekar sambil memeriksa tiket kereta mereka.

Jessica mengangguk pelan. "Selama kita nggak kasih tahu terlalu banyak detail, orang tuaku nggak akan curiga. Mereka pikir aku lagi ikut acara OSIS."

Sekar menghela napas panjang. "Baiklah. Tapi kalau sesuatu yang aneh mulai terjadi, kita harus tahu kapan untuk mundur, Jess. Jangan terlalu memaksakan diri."

Jessica tersenyum kecil."Aku ngerti. Kalau ada bahaya, kita langsung pergi."

Mereka naik ke kereta yang perlahan mulai bergerak meninggalkan stasiun. Di dalam, suasana cukup sepi, hanya ada beberapa penumpang lain yang duduk di ujung gerbong.

Jessica menatap keluar jendela, melihat pemandangan kota yang perlahan berganti dengan pepohonan dan sawah.

"Jadi, apa rencanamu begitu kita sampai di sana?" tanya Sekar, memecah keheningan.

Jessica membuka tasnya dan mengeluarkan peta kecil yang ia cetak dari internet. "Kita ke rumah nenekku dulu. Aku mau coba tanya dia soal Hanifa. Kalau dia nggak mau bilang, kita bisa langsung ke gudang tua yang katanya sering Hanifa datangi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang