3. Lila?

133 106 80
                                    

WARNING
Banyak typo
Bahasa suka suka
Happy Reading
.
.
.

Jessica dan Sekar berdiri mematung, tidak berani bergerak. Suara langkah kaki itu terdengar lagi, semakin mendekat menuruni tangga yang berderit.

Jantung Jessica berdetak kecang dan ia tahu Sekar merasakan hal yang sama. Mereka hanya bisa menatap ke arah tangga, berharap suara itu hanyalah imajinasi saja, tapi semakin lama, suara itu terdengar semakin nyata.

"Jess, apa yang harus kita lakukan?" Sekar berbisik dengan suara bergetar, matanya terus terpaku pada pintu lorong yang gelap.

Jessica menelan ludah. "Aku... aku nggak tahu." Kata-katanya nyaris tidak terdengar di antara suara langkah kaki yang terus mendekat.

Jessica tahu mereka harus segera mengambil tindakan. Jika mereka tetap berdiam diri di sini, apapun yang sedang turun dari tangga itu akan segera melihat mereka.

Tanpa berpikir panjang, Jessica menarik lengan Sekar dan berlari ke sudut ruangan yang gelap, bersembunyi di belakang sebuah lemari kayu besar yang sudah lapuk.

Mereka berjongkok di sana, berusaha menahan napas. Jessica mematikan senternya, berharap kegelapan akan menyembunyikan mereka.

Tiba-tiba, suara pintu terbuka. Jessica bisa mendengar suara engsel yang berderit ketika pintu lorong terbuka sepenuhnya.

Seseorang atau sesuatu telah memasuki ruangan itu. Langkah kaki terdengar pelan lagi, kali ini di dalam ruangan tempat mereka bersembunyi.

Jessica merasakan ketakutan yang begitu kuat hingga seluruh tubuhnya terasa kaku. Siapapun yang ada di sana, ia tidak ingin ditemukan.

Tapi, rasa penasaran juga tidak bisa diabaikan. Jessica perlahan-lahan menoleh ke arah celah di antara lemari, berusaha mengintip siapa yang berada di ruangan itu.

Cahaya redup dari luar tangga tidak membantu banyak, tapi Jessica bisa melihat bayangan sosok tinggi yang sedang berdiri di tengah ruangan.

Sosok itu tampak ragu, seperti mencari sesuatu. Jessica tidak bisa melihat wajahnya, tapi sosok itu jelas bukan teman atau gurunya. Cara berdirinya, gerakannya yang tenang tapi menyeramkan, membuat Jessica merinding.

Sekar menggigit bibirnya, hampir tidak berani bergerak. Jessica tahu Sekar sangat ketakutan dan ia harus melakukan sesuatu. Tapi apa? Mereka tidak bisa keluar tanpa membuat suara dan jika mereka tetap di sini, sosok itu bisa menemukan mereka kapan saja.

Tiba-tiba, sosok itu berbicara. Suaranya berat, seperti pria dewasa, dan terdengar penuh ancaman. "Aku tahu kalian di sini."

Jantung Jessica seakan berhenti berdetak. Suara itu membuat bulu kuduknya berdiri. Apakah sosok itu benar-benar tahu mereka ada di sini, atau hanya menebak?

"Aku nggak akan menyakitimu kalau kau keluar sekarang," lanjut suara itu, terdengar lebih mendesak. Langkah-langkah kakinya semakin dekat dengan tempat mereka bersembunyi.

Jessica menggenggam tangan Sekar erat-erat. Dalam pikirannya, hanya ada dua pilihan, mereka harus melarikan diri, atau mereka harus melawan. Tapi bagaimana caranya melawan sesuatu yang bahkan mereka tidak bisa melihatnya dengan jelas?

Saat Jessica mencoba memikirkan bagaimana caranya keluar, sesuatu yang lebih aneh terjadi. Udara di ruangan itu tiba-tiba menjadi lebih dingin dan suara langkah kaki sosok itu berhenti. Hening total menyelimuti ruangan, seperti waktu pun ikut terhenti.

Sekar menoleh ke arah Jessica, dengan ekspresi bingung yang sama. "Apa yang terjadi?" bisik Sekar, suaranya sangat pelan.

Namun, sebelum Jessica bisa menjawab, terdengar suara lain, bukan suara langkah kaki, melainkan suara napas seseorang yang berat dan terputus-putus, seperti orang yang sedang berusaha bernapas setelah berlari jauh. Suara itu semakin mendekat, tapi tidak berasal dari sosok yang tadi.

Mendadak, pintu lorong terbanting terbuka lebih lebar, dan bayangan besar melintas cepat di ruangan itu. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan, sesuatu yang tidak tampak nyata.

Sosok tinggi yang tadi berada di tengah ruangan pun tiba-tiba terdiam, seolah-olah ia juga merasakan kehadiran yang sama.

"Siapa di sana?" suara berat itu bertanya lagi, kali ini terdengar lebih marah dan cemas. Tapi tidak ada jawaban.

Jessica merasakan desakan untuk berlari semakin kuat. Bayangan besar itu bergerak lebih cepat, menari di antara dinding-dinding ruangan, hingga akhirnya lenyap di sudut kegelapan.

Sosok yang semula berdiri di tengah ruangan tampak panik, ia berbalik cepat menuju tangga, langkah kakinya kini lebih tergesa-gesa.

Tanpa berpikir panjang, Jessica menarik tangan Sekar. "Sekarang! Kita harus keluar!"

Mereka berdua melompat dari tempat persembunyian mereka dan berlari secepat mungkin ke arah pintu lorong.

Jessica bisa merasakan darahnya berdesir kencang, kakinya berlari seolah-olah tidak akan pernah berhenti. Namun, saat mereka mendekati tangga, tiba-tiba terdengar suara lain dari belakang.

"Jessica..." Suara itu pelan, hampir seperti bisikan, tapi jelas memanggil namanya.

Jessica berhenti mendadak, menoleh ke arah sumber suara. Ia yakin mendengar namanya dipanggil, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya kegelapan dan ruangan yang dingin.

Sekar, yang sudah lebih dulu sampai di anak tangga pertama, berbalik dengan napas terengah-engah. "Jess, ayo! Kita harus pergi dari sini sekarang!"

Tapi Jessica terpaku. Ada sesuatu yang memanggilnya. Apa itu Lila? Atau sesuatu yang lain?

"Kita nggak bisa tinggal di sini," Jessica berbisik pada dirinya sendiri. Dengan berat hati, ia berlari menyusul Sekar, meninggalkan ruangan di belakang mereka.

Saat mereka mencapai pintu keluar, suara-suara aneh itu menghilang, tapi Jessica tahu petualangan mereka baru saja dimulai. Rahasia yang terkubur dalam surat-surat itu kini terbuka dan mereka tak lagi bisa mundur.
.
.
.
.
Makasih ya yang udah mampir dan baca cerita ini🥰
Jangan lupa, vote⭐️, comment 💬 dan tungguin part selanjutannya🫶🫶🫶

(7/10/24)
Sunniee 💥

LilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang