4. Hilang

132 104 78
                                    

WARNING
Bahasa suka suka
Banyak typo
Happy Reading
.
.
.

Setelah kejadian di gedung tua itu, Jessica dan Sekar memutuskan untuk tidak membicarakan apa yang telah mereka lihat di sana. Keduanya terlalu bingung, terlalu takut untuk memahami sepenuhnya apa yang sebenarnya terjadi.

Namun, di dalam hati Jessica, rasa penasaran itu semakin membara. Surat-surat yang ia temukan, sosok misterius di dalam gedung, dan suara-suara aneh yang memanggil namanya terus berputar di pikirannya.

Malam itu, Jessica duduk di kamarnya dan surat-surat yang ia temukan tergeletak di meja belajarnya. Jessica menatap surat itu dengan penuh kebingungan. Setiap kali ia mencoba membacanya, selalu ada perasaan aneh yang menyelimutinya, seperti ada yang mengawasi dari sudut kegelapan kamarnya.

Jessica meraih salah satu surat yang paling menarik perhatiannya. Surat itu terlihat lebih tua dibandingkan surat yang lain, tinta yang sudah memudar dan kertas yang mulai rapuh. Dengan hati-hati, ia membuka lipatannya dan mulai membaca.

"Untuk siapa pun yang menemukan ini, Aku tidak tahu apakah aku akan selamat, tapi aku harus menulis ini sebelum semuanya terlambat. Ada sesuatu di gedung sekolah ini, sesuatu yang tidak seharusnya ada. Aku melihatnya dan sejak saat itu, aku tidak bisa tidur. Mimpi buruk itu terus menghantui. Jika kau membaca ini, berhati-hatilah. Jangan biarkan dirimu terjebak seperti aku."

Jessica merasakan bulu kuduknya berdiri. Surat itu terasa terlalu nyata, seolah-olah si penulis benar-benar mengalami ketakutan yang sama seperti yang ia rasakan. Namun, sebelum ia bisa membaca lebih jauh, tiba-tiba ponselnya bergetar.

Sekar mengirimkannya pesan.

Sekar: Jess, kamu baik-baik aja? Aku nggak bisa berhenti mikirin yang tadi.

Jessica menghela napas dan membalas pesan itu.

Jessica: Aku baik. Cuma, surat-surat ini. Ada sesuatu yang nggak beres.

Sekar membalasnya dengan cepat.

Sekar: Aku tahu. Rasanya kayak ada sesuatu yang lebih besar dari kita di sini.

Jessica setuju. Ia merasa ada rahasia yang jauh lebih dalam di balik surat-surat itu, dan ia harus menemukannya.

Saat Jessica hendak melanjutkan membaca surat itu, tiba-tiba lampu di kamarnya berkedip-kedip. Jantung Jessica berdebar kencang, dan ia meraih senternya.

"Jangan sekarang," gumamnya pelan, berusaha menenangkan diri. Ia menyalakan senter dan kembali fokus pada surat yang ada di tangannya. Namun, kali ini ada yang aneh. Surat yang tadi ia pegang... hilang.

Jessica mengernyit, melihat ke sekeliling kamarnya. Kertas itu jelas ada di tangannya beberapa detik yang lalu, tapi kini lenyap tanpa jejak. Dengan cemas, ia membongkar meja, mencari-cari surat itu, tapi hasilnya nihil.

"Ini nggak mungkin," bisiknya pada dirinya sendiri. Ia tahu bahwa ia tidak menghilangkan surat itu dengan sengaja. Apakah ia sedang berhalusinasi? Atau ada sesuatu yang bermain-main dengan pikirannya?

Jessica menelan ludah, mengingat suara yang memanggil namanya di gedung tua tadi. Apakah suara itu ada hubungannya dengan hilangnya surat ini? Dan jika iya, apa yang sebenarnya sedang terjadi?
.
.
.
Keesokan harinya di sekolah, Jessica berusaha tampak normal, tapi pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian tadi malam.

Jessica bertemu Sekar di kantin seperti biasa, namun kali ini ada ketegangan di antara mereka yang tidak bisa diabaikan.

"Kamu kelihatan capek," kata Sekar, mencoba memulai percakapan.

Jessica hanya mengangguk. "Aku nggak bisa tidur tadi malam. Suratnya hilang, Kar."

Sekar mengernyit. "Maksudmu surat yang kita temukan di gedung tua itu?"

"Iya, surat yang itu. Tadi malam, aku baca, terus tiba-tiba hilang. Aku nyari-nyari, tapi nggak ketemu."

Sekar tampak bingung, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut. Ia tahu ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi, tapi belum tahu apa. "Jadi, apa kita harus pergi lagi ke gedung itu?"

Jessica terdiam sesaat, memikirkan usulan Sekar. "Aku nggak tahu. Tapi aku ngerasa kita nggak bisa berhenti sampai di sini. Ada sesuatu di sana, Kar. Sesuatu yang harus kita ungkap."

Sekar mengangguk pelan. "Oke. Kalau kamu mau, aku ikut."

Saat itulah seseorang lewat di samping meja mereka. Seorang gadis yang mereka kenal sebagai Lila, salah satu siswa di kelas sebelah, tersenyum dingin ke arah mereka. Senyuman itu terasa aneh, seolah-olah ia tahu sesuatu yang Jessica dan Sekar tidak tahu. Namun, sebelum Jessica bisa menanyakan sesuatu, Lila sudah menghilang di kerumunan siswa lain.

"Kenapa senyumnya begitu?" bisik Sekar.

Jessica menggelengkan kepala. "Aku nggak tahu, tapi aku punya firasat kita harus hati-hati."

Hari itu berjalan lambat. Pikirannya terus kembali ke surat-surat yang hilang dan senyum aneh Lila. Apakah Lila terlibat dalam semua ini? Atau mungkin ada rahasia yang belum mereka ketahui?

Saat bel pulang sekolah berbunyi, Jessica sudah memutuskan. Misteri ini tidak akan selesai dengan sendirinya. Mereka harus kembali ke gedung tua itu, kali ini dengan tekad yang lebih kuat.

Mereka berdua bertemu lagi di belakang sekolah, di tempat yang sama dengan sebelumnya. Matahari mulai tenggelam, dan langit yang mulai gelap menciptakan suasana yang semakin mencekam. Kali ini, mereka membawa senter yang lebih terang dan lebih mempersiapkan diri.

Saat mereka sampai di depan gedung tua itu, Sekar menarik napas dalam-dalam. "Siap?"

Jessica menatap bangunan itu dengan penuh tekad. "Siap. Kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Mereka masuk ke dalam gedung dengan hati-hati, menyusuri lorong-lorong yang gelap. Langkah kaki mereka menggema di dinding, menciptakan suasana yang semakin menegangkan. Jessica tidak bisa menahan perasaannya bahwa ada yang memperhatikan mereka.

Tiba-tiba, senter Sekar berkedip-kedip, dan suara langkah kaki terdengar dari arah tangga.

"Jess... kita nggak sendiri di sini," bisik Sekar.

Jessica merasakan ketegangan di punggungnya. "Aku tahu," jawabnya pelan.

Mereka berdua berhenti di tengah ruangan, mendengarkan dengan saksama. Suara langkah kaki semakin dekat. Jessica memegang lengan Sekar erat-erat, bersiap untuk apa pun yang akan terjadi.

Namun, saat bayangan sosok itu muncul di ujung lorong, Jessica merasakan sesuatu yang familiar. Sosok itu bukan orang asing.

"Lila?" panggil Jessica, suaranya bergetar.

Sosok itu berhenti, dan senyuman dingin Lila terlihat di wajahnya. "Akhirnya kalian datang," katanya dengan suara yang hampir seperti bisikan.

Sekar dan Jessica saling bertukar pandang. Ada sesuatu yang sangat salah dengan Lila dan mereka harus mencari tahu apa.
.
.
.
.
Makasih ya yang udah mampir dan baca cerita ini🥰
Jangan lupa, vote⭐️, comment 💬 dan tungguin part selanjutannya🫶🫶🫶

(9/10/24)
Sunniee 💥

LilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang