Burning destiny

82 9 0
                                    



Annyeong cafè


Suatu sore di sebuah kafe kecil di pinggir jalan yang tidak terlalu ramai, jennie dan joy duduk di sudut ruangan dengan segelas es kopi di tangan masing-masing, keduanya tampak santai, namun ada kilatan usil di mata mereka, mereka sedang membicarakan sesuatu tetapi kali ini obrolan mereka terarah pada sosok pria yang baru saja masuk ke dalam kafe dengan tas selempang di bahu nya.

Pria itu adalah hanbin begitu hanbin melihat mereka, ia memberikan anggukan kecil, lalu berjalan ke meja lain di sudut ruangan. namun kehadirannya tidak luput dari perhatian dua gadis itu.

Joy memperhatikan tas serempang hanbin yang tergantung di bahunya, dan seketika itu juga dia tertawa.

"Eh liat deh tas serempangnya kayaknya dia bawa beban berat ya, mungkin beban mimpinya yang nggak kesampaian itu" joy menggoda sambil menatap tas itu dengan penuh ejekan, jennie menanggapi dengan senyum nakal

"lihat siapa yang datang" ujar jennie dengan nada sassy, menggoyangkan gelasnya sambil menatap hanbin

"sepertinya dia masih belum move on dari mimpi besarnya" jennie menyambut ucapan joy dengan senyum penuh arti

"Aku dengar dia akan mencoba dua kali, kan? kasihan. mungkin dia perlu mencari universitas yang lebih... sesuai kemampuannya” joy tertawa kecil

"Iya, mungkin universitas kecil di kota kecil, siapa tahu dia malah jadi bintang di sana"

Tak lama kemudian, jennie melambai ke arah hanbin memanggilnya dengan nada yang terlalu ramah untuk dianggap tulus.

"Hanbin sini dong, kenapa menjauh? apa kamu takut dikelilingi gadis-gadis cantik seperti kami?" ujar jennie dengan nada yang manja tapi tajam, sambil menyilangkan kaki dan menatapnya dari atas ke bawah

"Atau... kamu malu karena kami sudah masuk snu duluan, hmm?"

“Jangan pura-pura nggak lihat, sini deh!" ujar jennie dengan nada centil, sambil memainkan sedotan di gelasnya, begitu hanbin menoleh dengan ragu, jennie mengangkat alisnya perlahan, diikuti kedipan mata yang penuh arti

"Apa kamu takut ngobrol sama cewek-cewek snu, jangan khawatir kami nggak akan bikin kamu merasa terlalu... kecil" ucap jennie  sambil menyunggingkan senyum tipis yang jelas-jelas berniat menggoda

hanbin terlihat ragu sejenak, tetapi akhirnya ia mendekat, wajahnya menunjukkan keengganan, namun ia tetap mencoba tersenyum

"Ada apa?"

"Kita hanya ingin tahu," kata jennie dengan nada seolah-olah ia benar-benar peduli

"Apa rencanamu sekarang? masih mau coba snu tahun depan, atau sudah punya cadangan lain?"

Hanbin menghela napas jelas terganggu, tetapi ia tetap menjawab dengan tenang, bayangan wajah ayahnya yang marah kembali muncul di benaknya, dia masih ingat betul bagaimana ayahnya menghardiknya saat mengetahui bahwa ia gagal masuk snu

"Aku sedang memikirkan pilihan lain"

Joy langsung menyahut, "Oh, bagus! karena jujur saja, snu itu terlalu kompetitif tidak semua orang bisa bertahan di sana, apalagi masuk."

Jennie mengangguk dengan wajah penuh kepura-puraan. "Benar sekali, joy. lagipula, banyak universitas lain yang juga bagus. ya, mungkin bukan yang sekelas snu, tapi tetap layak dicoba."

Hanbin menahan diri untuk tidak merespons ejekan mereka secara langsung "Terima kasih atas sarannya. aku yakin kalian hanya ingin membantu"

Jennie tersenyum manis "Tentu saja kita hanya ingin yang terbaik untukmu. oh, dan jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, tidak semua orang ditakdirkan untuk menjadi bagian dari snu."

Phoenix Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang