Myung-min melangkah dengan langkah tegas menuju rumah limario, meskipun amarah membara di dadanya, wajahnya tetap tenang, memancarkan ketegasan, ia tak langsung mengetuk pintu, hanya berdiri beberapa saat di depan galley limario, memperhatikan setiap detail rumah tersebut.
Beberapa saat kemudian, ia mengetuk pintu dengan keras namun tetap terkendali. pintu terbuka, menampilkan limario yang berdiri dengan ekspresi datar seperti biasanya.
“Saya ingin melihat rekaman cctv, di depan gallery anda” ujar myung-min tanpa basa-basi, suaranya terdengar tegas namun terkendali
limario mengangkat alisnya sedikit, lalu menjawab dengan nada datar “cctv itu sudah lama rusak, saya lupa menggantinya”
Jawaban itu membuat myung-min diam sejenak. matanya menatap lurus ke arah limario, mencoba membaca sesuatu dari sorot mata pria itu, ada kesan acuh tak acuh dalam jawabannya.
“Putri saya sering ke sini, apa yang dia lakukan disini” tanya myung-min, suaranya lebih rendah, namun penuh tekanan
Limario tidak langsung menjawab. ia mengangkat bahu dengan santai, lalu berkata, “saya tidak tahu. bukankah seharusnya anda bertanya pada putri anda sendiri?”
Jawaban itu membuat darah myung-min mendidih, tetapi ia menahan diri untuk tidak menunjukkan emosinya, ia tidak ingin limario melihat bahwa ucapannya berhasil memancing reaksi. tanpa mengatakan sepatah kata pun, ia berbalik dan meninggalkan pergi.
Tidak puas dengan jawaban itu, myung-min memutuskan untuk memeriksa lingkungan sekitar, ia melangkah keluar dan melihat jalanan perumahan yang tampak tenang, pandangannya tertuju pada beberapa kamera cctv yang terpasang di ujung jalan, namun ia segera menyadari bahwa sudut pandang kamera-kamera tersebut tidak mengarah ke galley limario.
Myung-min menghela napas panjang, ada rasa frustrasi yang membebani dadanya, putrinya sering mengunjungi tempat ini, namun ia tidak tahu alasan pasti sikap dingin limario hanya menambah kecurigaannya, tetapi tanpa bukti, ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Di ruang tamu, jennie duduk dengan perasaan gelisah, dadanya sesak, dan air matanya mengalir perlahan, ayahnya, myung-min, baru saja pergi menemui limario, rasa cemas memenuhi dirinya ia tidak tahu apakah dirinya lebih sedih karena ayahnya yang tidak mempercayainya atau karena khawatir akan apa yang terjadi dengan limario.
Ha ji-won, ibu jennie, memperhatikan putrinya dari kejauhan, ia menyadari kesedihan mendalam di wajah jennie, ha ji-won tahu betul bahwa putrinya memiliki perasaan kepada limario.
Suara langkah pelan terdengar, myung-min kembali, jennie mengangkat wajahnya yang penuh harap, tetapi sorot matanya menyiratkan ketakutan akan apa yang mungkin dibawa ayahnya,
“Kau menemukan apa yang kau cari?" tanya ha jiwon
lembut namun tegasMyung-min melangkah mendekat, matanya sejenak melirik jennie yang duduk dengan pipi basah karena air mata, setelah menarik napas panjang.
"Tidak, cctv di sana mati”
Jawaban itu membuat jennie merasa lega, namun rasa sedih karena tidak dipercaya oleh ayahnya masih tersisa di hatinya, perlahan ia mengusap wajahnya.
“Aku minta maaf kalau aku membuatmu marah atau cemas, aku disana tapi kami tidak melakukan apa-apa, limario baik... aku hanya sering ke sana karena aku menyukainya, tapi... dia tidak, dia tidak tertarik padaku” jennie berkata dengan suara lirih, ucapan jennie terhenti sesaat, lalu ia melanjutkan dengan suara yang bergetar
“Dia hanya mengantarku pulang semalam, itu saja" air mata kembali mengalir di pipi jennie, menandakan betapa dalam perasaannya.
Ha ji-won segera mendekat dan memeluk putrinya dengan penuh kasih sayang, sementara myung-min hanya diam,
KAMU SEDANG MEMBACA
Phoenix
Fiksi RemajaIn the darkness of the silent night, I was overcome with fear, unable to do anything but remain still. Until one day, a smile graced my stiff lips, as your smile brought light into my world.