---
Matahari mulai condong ke barat, sinarnya yang hangat menembus celah-celah pepohonan hijau di halaman belakang rumah suasana hening, hanya suara angin yang berbisik di antara dedaunan, jihu berdiri di dekat sebuah pohon besar, menggigit bibir bawahnya dengan raut wajah enggan, di hadapannya jaehwan, kakak laki-lakinya berdiri dengan postur tegap, memegang senapan panjang di tangan kanan, matanya yang tajam memandang lurus ke arah hutan lebat di depan mereka.
"Jihu, cepatlah ambil senapanmu" ujar jaehwan tegas, nada suaranya dingin, seperti tidak memberi ruang untuk penolakan
Jihu menggenggam kedua tangannya, menahan rasa kesal yang mulai memuncak ia melirik senapan yang tergeletak di atas meja kayu tak jauh darinya, tapi tidak beranjak untuk mengambilnya.
"Kenapa kau terus mengajakku bermain dengan benda mengerikan ini?" tanya nihu tajam, menatap kakaknya dengan mata yang penuh protes
Tanpa menjawab, jaehwan mengangkat senapan di tangannya, lalu menarik pelatuknya dengan gerakan cepat, suara tembakan menggema di udara, memecah keheningan, burung-burung kecil yang bertengger di dahan pohon erbang panik, sementara jihu tersentak mundur satu langkah, matanya membelalak, dan ia menatap jaehwan dengan campuran kaget dan marah.
"Kau harus belajar cara membunuh jihu" kata jaehwan dengan nada datar, matanya tetap fokus pada hutan di depan mereka ia kembali mengarahkan senapannya, seolah mencari target berikutnya
Jihu mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosi "Membunuh? apa kau membicarakan dirimu sendiri, oppa?" suaranya bergetar, menunjukkan rasa takut dan ketidaksetujuannya ia melangkah mendekat, berdiri tepat di samping jaehwan.
“Kenapa kau menganggap ini penting? ini bukan permainan, aku tidak mau—"
Jaehwan memotong kata-kata adiknya dengan tatapan tajam "Dunia ini tidak seperti yang kau bayangkan jihu, kau harus siap menghadapi apa pun membunuh bukan soal kesenangan, ini soal bertahan hidup" ia menghela napas panjang, menurunkan senapannya sejenak sorot matanya melunak sedikit, meski suaranya tetap tegas
"Alu tidak ingin kau menjadi lemah, jika suatu saat kau dalam bahaya, kau harus tahu cara melindungi dirimu sendiri”
Jihu terdiam, menundukkan kepalanya tangannya yang mengepal perlahan mengendur, tapi ia tetap tidak menyentuh senapan itu.
"Melindungi diri? membunuh bukan satu-satunya cara, oppa" gumam jihu pelan, hampir tidak terdengar
Iamengalihkan pandangannya ke hutan, menatap bayangan pepohonan yang tampak gelap dan mengancam di bawah sinar matahari senja.
Jaehwan mengamati adiknya dalam diam, ia menarik napas panjang "Kau mungkin belum mengerti sekarang, tapi suatu hari kau akan memahami kenapa aku melakukan ini" ia meletakkan senapan di atas meja kayu, lalu berjalan menjauh, menyandarkan tubuhnya pada salah satu pohon besar di dekat mereka
"Aku hanya ingin kau kuat, jihu"
Jihu memandang punggung kakaknya, perasaan campur aduk memenuhi pikirannya. ia tahu jaehwan selalu berniat melindunginya, tapi cara yang digunakan kakaknya terasa terlalu kejam dan dingin, perlahan ia melangkah mendekati senapan di atas meja, namun hanya berdiri memandanginya tanpa menyentuh.
Matahari semakin tenggelam, membawa bayangan malam yang mulai menyelimuti hutan jihu menatap senapan itu dengan tatapan ragu, sementara suara burung hantu mulai terdengar dari kejauhan.
"Pastikan jihu tetap di sini, jangan biarkan dia pergi" ujar jaehwan dengan suara datar namun penuh penekanan, matanya tidak lagi melihat patton, tetapi mengarah ke hutan di depan mereka, seolah mengingatkan dirinya tentang tugas lain yang menanti
KAMU SEDANG MEMBACA
Phoenix
Teen FictionIn the darkness of the silent night, I was overcome with fear, unable to do anything but remain still. Until one day, a smile graced my stiff lips, as your smile brought light into my world.