Limario pulang dari perjalanan panjang yang melelahkan, berjalan menyusuri jalan yang dipenuhi hutan lebat di sekelilingnya, ia mengenakan recycled nylon sports jacket, relaxed track pants, nylon baseball cap prada serba hitam yang tampak kontras dengan alam sekitarnya. wajahnya datar, tanpa ekspresi, dan ia terus melangkah dengan langkah pasti, seolah-olah dunia di sekelilingnya tidak ada yang bisa menggoyahkan ketenangannya.
Kepala limario tertutup cap yang menutupi sebagian wajahnya, hanya menyisakan sebagian kecil matanya yang terlihat tajam, ia lebih suka berjalan dalam diam, jauh dari hiruk-pikuk dan keramaian.
Perjalanan panjang yang penuh dengan kesunyian itu akhirnya membawanya keluar dari hutan dan memasuki kompleks perumahan yang menjadi tujuannya, suasana senja yang sepi menyambutnya, angin lembut berhembus di antara pepohonan yang tinggi,limario merasa sedikit lega, meskipun rasa lelah masih menghantui tubuhnya, ia hanya ingin segera sampai di galley.
Namun, ketika ia memasuki gerbang kompleks perumahan, langkahnya terhenti sejenak di ujung jalan, tampak sosok seseorang yang sedang berdiri, menghadap ke arahnya, sosok itu mengenakan pakaian kasual yang sederhana, namun yang membuat limario terkejut adalah bahwa orang itu adalah jennie, yang tampak sedang berjalan tanpa tujuan, seolah menikmati sore yang tenang.
Melihat limario yang muncul dari kejauhan, jennie segera menghentikan langkahnya dan tersenyum lebar.
"Hai oppa.... lama tidak bertemu!" serunya dengan nada ceria
"Kau darii mana terlihat lelah sekali" suaranya terdengar santai, namun penuh rasa ingin tahu
Limario berhenti sejenak, matanya memandang jennie dengan tatapan datar, dan tanpa berkata apa-apa, ia hanya mengangguk sedikit, wajahnya yang biasanya tenang dan dingin kini terlihat lebih canggung.
"Aku mencari alat lukis" jawabnya pelan, tanpa menambahkan banyak kata, ia merasa tidak nyaman berbicara lebih banyak, jennie mengerutkan kening, memperhatikan limario dengan wajah bercucuran keringat
Limario hanya mengangkat bahu, sedikit menghindari tatapan mata jennie yang penuh rasa ingin tahu, jennie yang tidak terganggu dengan sikap dingin itu, hanya tersenyum kecil ia mempercepat langkahnya.
Tiba di depan gallery ia membuka pintu dengan gerakan perlahan, jennie masuk tanpa ragu memandangi interior galley-mu, sementara kursi kayu yang terlihat nyaman terletak di dekat jendela ia meletakkan tasnya di meja lalu duduk dengan santai bersandar seolah tempat itu sudah menjadi rumah keduanya.
"Sepi seperti biasa" komentar jennie sambil mengedarkan pandangan ia menoleh ke arah limario yang sedang melepaskan topi memperlihatkan wajah yang tetap tanpa ekspresi
"Kau selalu seperti ini ya tidak pernah berubah" limario tetap diam mengambil segelas air dari rak lalu meminumnya perlahan
"Oppa" panggil jennie dengan nada lebih lembut kali ini
Limario hanya menatapnya sekilas, lalu duduk di kursi seberang tanpa memberikan jawaban, tangan panjangmu terlipat di meja mata nya memandang lurus ke depan tidak langsung ke arah jennie.
Melihat sikap itu jennie hanya menghela napas pendek lalu tersenyum tipis.
"Aku nggak akan mengganggu kamu terlalu lama kok" katanya sambil menopang dagu dengan tangannya
"Aku cuma penasaran apa, kau tidak bosan sendiri terus" setelah beberapa saat diam kau akhirnya menjawab dengan suara datar
"Tidak"
"Kenapa kamu tidak pernah cerita apa-apa?" tanya jennie, matanya menyipit penuh rasa ingin tahu, tubuhnya condong sedikit ke depan, tangan kanan bertumpu di pinggang, sementara jemari kirinya mengetuk-ngetuk pelan sisi pahanya, seperti sedang menunggu jawaban
KAMU SEDANG MEMBACA
Phoenix
Fiksi RemajaIn the darkness of the silent night, I was overcome with fear, unable to do anything but remain still. Until one day, a smile graced my stiff lips, as your smile brought light into my world.