Chill of the night

50 8 0
                                    














Jennie duduk di kitchen islands tangan kirinya menopang kepala, sementara matanya menatap ibunya yang sedang sibuk memasak wajahnya tampak sendu, bibirnya sedikit tertutup, seolah tak ingin berbicara lebih banyak. tatapannya kosong.

“Mom, kapan aku pindah ke seoul?” tanya jennie lirih, nyaris seperti bisikan, suaranya terdengar lemah

Ha jiwon, yang sejak tadi merasa ada sesuatu yang berbeda dengan anaknya, segera menoleh semalam jennie bahkan nyaris tidak menyentuh makan malam, suasana makan malam begitu hening, tanpa cerita, tanpa celoteh ceria seperti biasanya, usai makan jennie langsung pergi ke kamarnya tanpa berkata sepatah kata pun, kekhawatiran ha jiwon semakin bertambah saat pagi ini ia mendapati anaknya tampak lesu.

Jiwon menghentikan aktivitas memasaknya sejenak, menatap jennie yang terlihat begitu rapuh

“Kenapa kau ingin cepat pindah? bukankah masih ada dua bulan lagi?” tanya jiwon lembut

“Dad sudah membeli apartemen untukmu di sana, nanti dad akan membereskan semuanya, kau hanya perlu tinggal”

Jennie mengalihkan pandangan, matanya menatap permukaan meja, ia menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan sesuatu yang ingin ia ungkapkan.

“Tapi aku ingin segera ke sana, bukankah aku harus mengenal lingkungan di sana terlebih dahulu?” jawab jennie pelan, suaranya terdengar berat tangannya meremas jemari satu sama lain di bawah meja, mencoba menyembunyikan perasaan sedih yang memenuhi dadanya

Jiwon mendekat, mengambil kursi di samping jennie ia menatap putrinya dengan penuh perhatian.

“Apartemen itu dekat sekali dengan universitasmu, apa yang ingin kau lakukan di sana lebih awal?” tanya jiwon lembut, mencoba memahami apa yang sebenarnya dirasakan anaknya

Jennie masih menunduk, tak ingin menunjukkan ekspresi wajahnya yang kini tampak semakin sedih, matanya berkaca-kaca, tapi ia segera memejamkan mata, menahan air mata yang ingin jatuh.

“Aku hanya ingin cepat ke sana, mom. aku... aku hanya ingin,” jawab jennie terbata-bata, jiwon mengulurkan tangannya, mengelus rambut lembut putrinya dengan penuh kasih sayang

“Kau tidak ingin menghabiskan waktu liburan bersama mom dan dad dulu?” tanya jiwon pelan, suaranya penuh kekhawatiran

“Kami akan sangat merindukanmu jika kau pergi terlalu cepat” jennie menggeleng pelan, bahunya sedikit bergetar

“Aku hanya merasa... aku tidak tahu, mom aku hanya ingin pergi,” kata jennie suaranya hampir pecah, jiwon menarik napas panjang, lalu mendekatkan dirinya lebih dekat putrinya

“Sayang, jika ada yang mengganggumu, kau tahu kau selalu bisa bercerita pada mom dan dad, kan?” kata jiwon lembut, sambil terus mengelus kepala putrinya, ia bisa merasakan ada sesuatu yang jennie sembunyikan

.





.





.




.

Ceklek......




Myung-min membuka pintu, baru saja pulang ke rumah setelah seharian bekerja, ia mendapati jennie duduk di sofa ruang tamu dengan ponsel di tangannya, namun berbeda dari biasanya, wajah putrinya yang ceria kini tampak lesu, tidak ada senyum yang menghiasi bibirnya, bahkan tatapannya terlihat kosong.

Melihat putrinya seperti itu, myung-min yang awalnya masuk rumah dengan senyum lebar langsung menghampiri jennie dengan langkah ringan, ia berdiri di depan putrinya sambil melipat tangan di dada, mencoba mencairkan suasana.

Phoenix Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang