Lee hee sun menyilangkan tangan di depan halaman rumah mewah yang tampak glamor, dikelilingi dedaunan hijau yang asri, para pelayan mondar-mandir mengenakan seragam hitam putih, sibuk membawa barang-barang yang tertutup rapat ke dalam rumah, suasana tampak sibuk, tetapi tertata rapi.
"Jangan sampai lecet itu lebih berharga daripada kalian" tegas lee hee sun kepada pelayan yang membawa lukisan yang dibungkus rapi
Sebuah mobil hitam besar terparkir di halaman setelah semua barang berhasil dipindahkan ke dalam, lee hee sun melangkah masu, sorot matanya tajam mencerminkan kepribadian yang tegas dan sedikit arogan, dengan nada yang tidak terlalu ramah, ia memperingatkan para pelayan untuk berhati-hati dalam menata barang-barang tersebut.
Lee hee sun kemudian menaiki tangga menuju lantai tiga, ruangan favoritnya yang penuh dengan koleksi lukisan dan barang-barang antik, ruangan itu dirancang dengan sangat elegan, mencerminkan seleranya yang tinggi terhadap seni dan sejarah.
Setibanya di ruangan tersebut, ia berhenti sejenak, membiarkan matanya menikmati pemandangan koleksi pribadinya, sebuah senyuman kecil muncul di wajahnya saat ia bergumam kagum.
“Indah sekali” sorot matanya berbinar
Tanpa banyak bicara, ia melangkah mendekati salah satu lukisan yang baru saja tiba, dengan hati-hati ia menyentuh bingkainya, memperhatikan setiap detail karya seni itu, ada rasa puas yang terpancar, tetapi juga keinginan untuk terus menambah koleksinya.
Lee jihu sedang berjalan menyusuri lorong menuju ruang tengah, gadis itu mengenakan pakaian sederhana, namun mewah di badan nya ia berjalan mendekati ibunya yang sedang duduk di ruang tamu,
"Eomma" ia pun memanggil dengan suara lembut, wajah nya tenang
Hee sun, menoleh dengan ekspresi datar,ia mengenakan pakaian rumah sederhana, tetapi kualitas kainnya menunjukkan kemewahan, rambut nya tergerai bebas sangat lembut, dan meskipun wajahnya tampak tenang, ada aura otoritas yang selalu membuat orang segan.
"Ada apa, jihu?" tanya hee sun sambil menatap putrinya
"Koleksi ibu yang baru datang, bisakah aku melihatnya? aku penasaran" jawab Jihu dengan mata berbinar, ia selalu kagum dengan barang-barang milik ibunya, mulai dari perhiasan hingga benda-benda antik yang sering dipajang di ruang khusus
"Jihu eomma sudah pernah mengatakan, jangan pernah menyentuh koleksi itu, sekarang kembalilah ke kamarmu dan lakukan sesuatu" namun seperti biasanya, hee sun tidak mengizinkan
Wajah jihu meredup, rasa kecewa menyelimuti hatinya, tetapi ia tidak membantah, ddngan langkah perlahan ia kembali ke ruang belajarnya, di sana ia duduk di meja kayu besar yang dipenuhi buku-buku tebal buku-buku itu adalah dunia lain bagi jihu, tempat ia menemukan hiburan sekaligus pelarian dari dunianya yang penuh aturan.
Ia mengenakan kacamata belajar yang bertengger manis di hidungnya, dengan fokus penuh ia mulai membaca salah satu buku favoritnya, setiap kata yang tertulis di halaman-halaman itu seolah memanggilnya untuk menyelami cerita-cerita hebat dari masa lalu, meskipun usianya masih muda, Jihu memiliki rasa ingin tahu yang besar dan kecerdasan yang melampaui teman-teman sebayanya.
.
.
.
Malam itu, joy sedang berada di kamarnya, sibuk memilih baju untuk acara malam ini, adis itu berdiri di depan cermin besar yang terpajang di sudut ruangan, wajahnya yang cantik dan penuh semangat memancarkan aura percaya diri, ia mengamati beberapa pilihan baju yang sudah ia gantung di rak dekat lemari.
Salah satu baju yang menarik perhatiannya adalah gaun merah dengan potongan elegan dan detail yang mewah, joy mencoba mengenakannya dan berdiri di depan cermin, ia tersenyum puas melihat bayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Phoenix
Teen FictionIn the darkness of the silent night, I was overcome with fear, unable to do anything but remain still. Until one day, a smile graced my stiff lips, as your smile brought light into my world.