4. Kehidupan baru

7 0 0
                                    

                Narumi mulai menerima kenyataan bahwa ia kini berada di masa depan, menjalani kehidupan yang terasa asing namun hangat. Setiap hari adalah langkah baru untuk memahami kehidupannya sebagai seorang istri dan ibu. Meski banyak yang masih terasa canggung, ia tidak bisa mengabaikan kehangatan yang dirasakan saat bersama Nelvin dan kedua anak mereka, Yuan dan Asya.

Pagi itu, Narumi terbangun lebih awal dari biasanya. Ia berdiri di balkon kamar, menikmati udara pagi sambil memandangi taman belakang. Nelvin muncul dari pintu, membawa secangkir kopi dan meletakkannya di meja kecil di sebelahnya.

"Kamu bangun pagi banget hari ini," kata Nelvin sambil tersenyum.

Narumi menoleh dan mengangguk pelan. "Gue mau pelan pelan adaptasi sama  semua ini. Hidup gue....  maksud gue tuh, hidup yang sekarang, masih terasa asing banget buat gue vin."

Nelvin mendekat, berdiri di sampingnya. "Aku tahu ini sulit. Tapi aku yakin, perlahan kamu akan merasa lebih nyaman. Kamu selalu kuat, Narumi."

Narumi tidak menjawab, hanya menatapnya dengan perasaan bercampur aduk. Ia ingat bagaimana perasaannya dulu di SMA, memandang Nelvin dari kejauhan, memendam rasa tanpa pernah berani mengungkapkan. Kini, ia berdiri di sisinya sebagai seorang istri, sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan.

Hari itu, Nelvin memutuskan untuk membantu Narumi mengenal kembali dunia mereka. Ia mengajak Narumi berjalan-jalan di sekitar rumah, menunjukkan teknologi modern yang tampak seperti sesuatu dari film fiksi ilmiah.

Pintu rumah mereka bisa terbuka dengan pengenalan sidik jari, dapur memiliki alat memasak otomatis yang hanya butuh perintah suara, dan bahkan ada robot kecil yang membersihkan lantai tanpa perintah. Narumi kagum sekaligus bingung.

"Wahhh ini beneran masa depan," gumamnya, mengamati sebuah layar besar di ruang keluarga yang bisa menampilkan pemandangan dari seluruh dunia hanya dengan satu ketukan.

Nelvin tertawa kecil. "Ya, banyak yang berubah sejak masa SMA kita. Kamu dulu sering bilang pengen liat dunia, dan sekarang kita bisa ngelakuin cuma dengan duduk di sofa."

Narumi tersenyum samar, mencoba menikmati momen itu. Namun, sesuatu masih mengganjal di pikirannya—rasa kehilangan akan masa lalu yang tidak ia ingat.

Saat makan siang, Narumi memutuskan untuk mencoba mendekatkan diri dengan anak-anaknya. Ia duduk bersama Yuan dan Asya di ruang makan, sambil membantu mereka memotong makanan.

"Yuan," panggil Narumi, berusaha terdengar hangat. "Apa yang biasanya kamu lakukan di sekolah?"

Yuan, yang sedang menyendok nasi, menatapnya dengan antusias. "Aku suka pelajaran sains, Mama. Guru bilang aku jago sekali bikin robot. Nanti aku tunjukkan robot kecilku di kamar, ya!"

Narumi tersenyum, merasa sedikit lega. "Tentu, Mama ingin lihat. Bagaimana dengan kamu, Asya?"

Ayaka, yang lebih pemalu, menjawab pelan. "Aku suka menggambar, Mama. Nanti Asya gambar Mama, ya."

Narumi merasa hatinya hangat mendengar itu. Ada sesuatu tentang kepolosan mereka yang membuatnya merasa diterima, meskipun ia belum sepenuhnya ingat bagaimana menjadi seorang ibu.
Ahh apa ini yang namanya ikatan ibu sama anak, waaupun gue ini dari masa lalu, perasaan gue ke mereka tetep sama, rasa cinta dan kasih sayang. ucap narumi dalam hati

.
.
.
 

Di malam harinya, setelah anak-anak tidur, Narumi duduk di ruang tamu bersama Nelvin. Ia memandang foto keluarga mereka yang dipajang di dinding, mencoba menggali ingatan yang masih samar.

"Nelvin," katanya tiba-tiba, memecah keheningan. "Apa gue... selalu bahagia sebelum kejadian itu? Sebelum kecelakaan?"

Nelvin menatapnya dengan lembut, lalu mengangguk. "Ya, kamu selalu membawa kebahagiaan buat keluarga ini. Tapi kamu juga sering menanggung banyak beban sendiri, Narumi. Kamu selalu perfeksionis, ingin menjadi istri dan ibu yang terbaik."

Future? or Dream?Where stories live. Discover now