Narumi masih berusaha memahami apa yang terjadi. Setelah terbangun di masa lalu, semua terasa seperti mimpi yang sangat nyata. Namun, kenangan tentang masa depan—tentang Nelvin, Yuan, dan Asya—terlalu jelas untuk diabaikan. Di setiap langkah, ia merasakan kehadiran dua realitas yang bertabrakan dalam pikirannya.
Hari itu, saat jam istirahat di sekolah, Narumi memutuskan untuk berbicara dengan Helena. Mereka duduk di bawah pohon besar di halaman sekolah, tempat favorit mereka untuk berbincang.
"Helena, kalau misalnya kamu diberi kesempatan untuk memperbaiki masa depanmu, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Narumi, mencoba menyamarkan kebingungannya sebagai pertanyaan iseng.
Helena tertawa kecil. "Pertanyaan macam apa itu? Aku nggak tahu masa depanku, jadi gimana bisa memperbaikinya?"
Narumi terdiam. Ia menyadari Helena benar. Tidak seperti dirinya, Helena tidak punya bayangan tentang masa depan. Ia hidup hanya untuk hari ini.
"Kenapa, sih, tiba-tiba nanya kayak gitu? Kamu lagi galau, ya?" Helena melanjutkan dengan nada menggoda.
"Mungkin," jawab Narumi pendek. Dalam hati, ia bertanya-tanya, "Apakah aku harus mengubah sesuatu di sini? Atau seharusnya aku hanya menjalani ini seperti sebelumnya?"
Hari-hari berlalu, dan Narumi semakin merasa terbebani oleh keputusan yang harus ia buat. Kehadiran Nelvin di masa lalu membuatnya bingung. Ia merasa ada jarak antara dirinya yang sekarang dengan dirinya yang dulu. Dulu, ia hanya seorang gadis SMA yang menyukai Nelvin dari kejauhan. Kini, ia adalah seorang wanita dengan kenangan tentang pernikahan dan dua anak.
Suatu hari, Narumi memutuskan untuk mendekati Nelvin di luar kebiasaannya. Di akhir jam pelajaran, ia menunggu Nelvin di pintu keluar sekolah. Ketika Nelvin keluar bersama teman-temannya, Narumi memberanikan diri memanggilnya.
"Nelvin, tunggu!"
Nelvin berhenti, menoleh dengan ekspresi terkejut. "Narumi? Ada apa?"
Narumi ragu sejenak, tetapi akhirnya berkata, "Aku ingin bicara. Sendirian."
Teman-teman Nelvin saling bertukar pandang sebelum meninggalkan mereka. Nelvin tampak bingung, tetapi ia menuruti permintaan Narumi.
"Apa yang mau kamu bicarakan?" tanyanya, nada suaranya penuh rasa ingin tahu.
Narumi menatapnya, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Kalau aku bilang aku tahu sesuatu tentang masa depan, kamu bakal percaya nggak?"
Nelvin tertawa kecil, mengira itu lelucon. "Masa depan? Maksudmu ramalan atau semacamnya?"
"Bukan. Maksudku... sesuatu yang benar-benar terjadi. Sesuatu yang mungkin akan memengaruhi hidup kita berdua."
Wajah Nelvin berubah serius. "Narumi, kamu kenapa? Kamu nggak biasanya ngomong kayak gini."
Narumi menghela napas panjang. Ia sadar bahwa mengatakan terlalu banyak hanya akan membuat Nelvin bingung. Akhirnya, ia memilih berkata, "Nggak apa-apa. Mungkin aku cuma terlalu banyak berpikir."
Nelvin mengangguk pelan, meski ekspresi bingung masih melekat di wajahnya. "Kalau kamu butuh bantuan, bilang aja. Aku ada di sini."
Kata-kata itu mengguncang hati Narumi. Dalam kehidupan masa depan mereka, ia merasa Nelvin tidak selalu ada untuknya. Tetapi di sini, di masa lalu, Nelvin menunjukkan kepedulian yang tulus.
.
.
.
Malam harinya, Narumi merenung di kamarnya. Ia mulai menyadari bahwa ada pelajaran yang harus ia ambil dari semua ini. Ia terlalu banyak mengharapkan orang lain untuk membahagiakannya, tetapi lupa bagaimana caranya membahagiakan dirinya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/380256121-288-k353380.jpg)
YOU ARE READING
Future? or Dream?
FantasyBagaimana jika kamu yang pada awalnya tidur di kelas malah terbangun di masa depan? Bingung bukan? Yaaa itu yang dirasakan oleh Narumi yang awalnya tidur di kelas tetapi malah bangun di tubuhnya yang sudah dewasa...