Pagi itu, Narumi terbangun dengan perasaan yang sedikit berbeda. Hari-hari yang berlalu sejak ia sadar di kehidupan barunya mulai terasa lebih nyata. Ia mencoba mengingat nama kedua anaknya yang baru saja ia kenal Yuan dan Asya. Nama itu masih terdengar asing di lidahnya, tetapi ia tahu ia harus mulai menerima mereka sebagai bagian dari dirinya.
Di dapur, aroma kopi menyambutnya. Nelvin, seperti biasa, sudah bangun lebih dulu dan sedang menyiapkan sarapan. Di meja, Yuan yang berusia tujuh tahun sibuk memainkan tablet kecil, sementara Asya yang berumur lima tahun duduk di kursinya, menyusun puzzle sederhana.
"Pagi, Ma!" seru Yuan dan Asya.
Narumi tersenyum meski canggung. "Pagi, Yuan. Asya, puzzle-nya udah mau selesai?"
Asya mengangguk kecil, wajahnya serius. "Mama mau bantu?" tanyanya pelan.
Narumi merasa dadanya menghangat. Meski masih belajar bagaimana menjadi seorang ibu, ia merasa ada koneksi kecil yang mulai terjalin dengan anak-anaknya. "Tentu,"jawabannya berlanjut
Hari itu, Nelvin memutuskan untuk membawa mereka semua piknik di taman kota. Narumi merasa gugup. Ia khawatir akan terlihat canggung di depan Yuan dan Asya, tetapi Nelvin meyakinkannya bahwa ini hanya untuk bersenang-senang.
Di taman, Narumi duduk di atas tikar sambil mengamati Yuan dan Asya yang bermain di taman bermain. Yuan mencoba panjat tebing kecil, sementara Asya mengayun pelan di ayunan. Nelvin duduk di sebelah Narumi, membawa dua cangkir teh hangat.
"Kamu keliatan lebih santai hari ini," komentar Nelvin
Narumi mengangguk, mencoba tersenyum. "gue masih ngerasa asing, tapi... anak-anak ngebuat gue ngerasa diterima. Mereka begitu... tulus."
Nelvin tersenyum. "Yuan dan Asya selalu bilang kalo mereka pengen buat Mama bahagia. Setelah kecelakaan itu, mereka khawatir sekali. Mereka butuh waktu juga buat menyesuaikan diri."
Narumi menatap Nelvin, mencoba mencari kebenaran dalam kata-katanya. "Lu bilang kecelakaan, tapi gue belum tahu gimana detailnya. Apa yang sebenarnya terjadi?"
Nelvin terdiam sejenak, kemudian menarik napas panjang. "Kita akan bicara soal itu nanti, Narumi. Buat sekarang, aku ingin kamu fokus dulu pada dirimu sendiri. nggak ada yang perlu kamu paksa buat diingat, kamu juga bakal janji kalo kamu bakal pake aku kamu."
"ahhh iyaa iyaa Nelvin, gue... ehh maksudnya a-aku belum terbiasa" jawab Narumi dengan sedikit canggungSaat makan siang di taman, Yuan tiba-tiba menunjukkan bunga kecil yang ia petik dari rerumputan. "Mama, ini buat Mama!"itu
Narumi mengambil bunga itu, merasa matanya memanas. "Terima kasih, Yuan. Ini cantik sekali."
Asya, yang duduk di sebelahnya, menarik-narik lengan Narumi. "Mama, aku juga punya hadiah." Ia menyerahkan kerikil kecil berbentuk hati.
Narumi tertawa kecil, menerima kerikil itu sambil memeluk Asya. "Kalian berdua benar-benar perhatian, ya."
Nelvin mengamati mereka bertiga dengan senyum lembut. "Lihat? Keluarga ini mulai terasa utuh lagi.
Nelvin mengetuk pintu, membawa secangkir teh lagi untuknya. "Kamu kelihatan sibuk berpikir," katanya sambil
"Aku hanya..." Narumi mencari kata-kata. "Aku merasa ingin mengenal mereka lebih dalam. Yuan, Asya... bahkan dirimu. Tapi aku nggak tahu harus mulai dari mana dulu."
Nelvin tersenyum lembut. "Kita mulai dari yang kecil, Narumi. Hari ini, kamu udah melangkah maju. Anak-anak ngerasa Mama mereka telah kembali, meski perlahan."
Narumi mengangguk, mencoba percaya bahwa ia bisa menjalani peran ini. Ia tahu ini baru permulaan, dan meskipun masih banyak hal yang harus dipahami, ia siap menghadapi perjalanan ini, sedikit demi sedikit. Untuk Yuan, untuk Asya, dan untuk Nelvin.
![](https://img.wattpad.com/cover/380256121-288-k353380.jpg)
YOU ARE READING
Future? or Dream?
FantasyBagaimana jika kamu yang pada awalnya tidur di kelas malah terbangun di masa depan? Bingung bukan? Yaaa itu yang dirasakan oleh Narumi yang awalnya tidur di kelas tetapi malah bangun di tubuhnya yang sudah dewasa...