𝙃𝙤𝙡𝙡𝙖𝙖 𝘿𝙖𝙧𝙡𝙞𝙣𝙜 🙌🏻 𓍢ִ໋🧸🌷͙֒♡
Ketemu lagi sama Author
yang menggemaskan ini🕊️😚
Selamat membaca dan semoga
harimu selalu indah🫶🏻°❀⋆🕊️.ೃ࿔*:・
_____________________Pagi ini, suasana di dalam mobil terasa hening, Rhea yang duduk di kursi bagian belakang, menggigit bibirnya, sesekali ia melirik kearah Deni lewat pantulan kaca spion tengah. Pria itu mengemudi dengan wajah lelah. Kantung mata yang gelap di bawah matanya menjadi bukti bahwa ia baru pulang larut malam. Semalam Rhea tidak bisa tidur nyenyak, ia terjaga semalaman karena demam Rayyan tak kunjung turun. Sekitar pukul dua pagi, samar-samar Rhea mendengar suara mobil dan decitan pintu, menandakan ayahnya yang pulang selarut itu.
Mata Rhea kemudian beralih ke arah Rayyan yang bersandar lemah dengan mata terpejam. Wajahnya pucat, nafasnya terdengar berat. Anak laki-laki itu kemudian mengedikkan alisnya ketika menyadari bahwa Rhea memperhatikkannya.
"Lo yakin nggak mau istirahat aja di rumah?" Tanya Rhea, matanya menatap khawatir pada Rayyan.
Adiknya itu menggeleng pelan, "Nggak apa-apa, bentar lagi baikan. Cuma masih pusing aja dikit." Ucapnya lemah.
Rhea menghela nafas gusar, ia melirik ke ayahnya mencari dukungan dari sana. "Yah, Rayyan nggak usah sekolah aja yaa hari ini?"
Masih fokus pada jalanan, Deni menjawab "Terserah Ray lah, kalo dia ngerasa aman yaudah. Kamu ini khawatir berlebihan." Intonasi ayahnya terdengar tidak mengenakkan di telinga Rhea.
Mata Rhea sontak membulat. Apa yang baru saja ayahnya itu katakan? Apa ia tak melihat kondisi Rayyan? Semalaman ia terjaga sendirian penuh ketakutan karena suhu tubuh adikknya yang begitu tinggi dan dengan entengnya ayahnya mengatakan kalau ia khawatir berlebihan?
"Ayah nggak tau Ray semalem panas banget." Rhea menatap tajam ke arah ayahnya, menahan perasaan kesal dari dalam hatinya. Berusaha memahami bahwa ayahnya pasti sedang sangat lelah usai lembur yang katanya semalam.
"Yaa, dia mau tetep sekolah, gimana? Nggak usah membesarkan masalah, Rhe. Ayah capek." Sadar akan perubahan sikap Rhea, Deni langsung terpancing emosi.
"Terserah ayah." Tak ingin memperpanjang debat itu, Rhea mengakhirinya.
Mobil sedan hitam mereka akhirnya berhenti tepat di tepi jalan, di depan sekolah Rayyan. Anak laki-laki itu membuka pintu mobil.
"Santai aja, gue bisa." Ia mengedipkan matanya ke arah Rhea, menyakinkan kakaknya yang telihat sangat khawatir.
Rayyan menyampirkan tasnya di bahu, dan keluar dari mobil berusaha mengabaikan kepalanya yang terasa pening, Dia tahu Rhea mencemaskannya, tetapi dia tidak ingin menambah beban. Tidak untuk hari ini.
"Kalo ada apa-apa, minta guru lo hubungin gue atau ayah!" Titah Rhea dengan suara yang agak dikeraskan agar terdengar oleh Rayyan. Cowok itu mengacungkan jempolnya dan melemparkan senyum.
Dengan mata yang berkunang-kunang, Rayyan melanjutkan langkahnya yang sedikit terhuyung menuju sekolah. Ia memusatkan perhatian pada jalan di depan, meskipun tubuhnya merasa seperti sedang melawan gravitasi.
°❀⋆🕊️.ೃ࿔*:・
Mata pelajaran ketiga kosong, ada rapat rutin guru-guru yang membahas mengenai ujian dan try out yang akan dilaksanakan untuk para kelas sembilan sebagai persiapan mereka sebelum menghadapi ujian akhir dan kelulusan. Para siswa sibuk dengan urusannya masing-masing. Di sela-sela jam kosong, suasana kelas terasa riuh. Beberapa siswa bercanda di sudut ruangan, sementara Rhea duduk bersama Ailyn, Tifa, dan Dona di dekat jendela. Tifa dengan semangat menggoyang-goyangkan ponselnya di depan wajah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
RHEA - The Weight of Staying
Teen FictionKamu tau lagu Taruh - Nadin Amizah? Lagu itulah yang menggambarkan Rhea. Saat keutuhan keluarganya hilang, dunia Adity Rhea Ledy yang tenang berubah menjadi medan pertempuran emosional. Sebagai seorang kakak, ia harus bertahan untuk adiknya, Rayyan...