𝙒𝙚𝙡𝙘𝙤𝙢𝙚 𝘿𝙚𝙖𝙧🙌🏻 𓍢ִ໋🧸🌷͙֒♡
I'm back🕊️
Selamat membacaaa🫶🏻°❀⋆🕊️.ೃ࿔*:・
_____________________Setelah meletakkan tasnya di sofa ruang tamu yang sederhana itu, mata Ailyn menyapu sekeliling. Rumah tersebut minimalis, sederhana, tapi cukup luas dan nyaman. Suara kipas angin berputar mengisi keheningan, sementara Rhea sibuk menyiapkan minuman di dapur kecilnya.
H-1 ujian subsumatif, mereka memutuskan untuk belajar bersama di rumah Rhea, sekaligus berkunjung ke rumah teman baru mereka ini untuk mengenal dirinya lebih dekat.
"Rumah lo sepi, Rhe," ujar Ailyn sambil melihat-lihat ruang tamu yang sederhana tapi bersih. Ia tahu saat ini di rumah Rhea hanya ada mereka bertiga, dirinya, Rhea, dan Rayyan yang sedang tidur siang di kamarnya. Suasana sepi itu cukup Ailyn rasakan.
Perhatiannya tertuju pada bingkai foto keluarga yang tergantung di dinding. "Mama papa lo kerja?"
Pertanyaan itu menggantung di udara seperti bom waktu. Rhea, yang sedang di dapur menuang minuman ke gelas, terdiam sesaat. Suara aliran air dari teko mengiringi jeda yang terasa berat. Tangannya seolah kehilangan ritme, dan ia menatap kosong ke arah air yang mengisi gelasnya. Dia segera menyembunyikan reaksi itu, berusaha terlihat biasa saja.
"Mama nggak tinggal di sini," jawab Rhea, suaranya terdengar datar namun sedikit tertahan.
Ailyn mengerutkan kening, bingung. "Kenapa?"
Rhea menyerahkan segelas air kepada Ailyn, tapi tidak langsung menjawab pertanyaannya. Gadis itu mengalihkan pandangan, sibuk memasukan snack ke dalam toples dan meletakkannya di meja makan. "Mama tinggal di rumah nenek sekarang," katanya pelan.
Ailyn menganggungkan kepalanya meski belum puas dengan jawaban Rhea. Ia merasa tidak enak untuk mendesak dan hanya menunggunya melanjutkan penjelasan.
"Ayah di sini," lanjut Rhea. Ia tersenyum kecil, meski senyum itu terasa dipaksakan. "Dia kerja jadi montir, pulangnya sore."
"Jadi... mereka nggak tinggal bareng?" tanya Ailyn hati-hati, mulai menyadari ada sesuatu yang tidak beres.
Rhea tertawa kecil, mencoba menyembunyikan rasa sesaknya. "Iya. Udah nggak." Ia menunduk sedikit, "Mereka pisah, Lyn. Baru banget, inget kan waktu gue izin dan bilangnya ke kalian kalau bibi gue ada acara?" Senyum Rhea getir. Sedangkan Ailyn berusaha mengingat kejadian yang Rhea katakan.
"Iyaa, itu alibi gue aja. Aslinya gue ke pengadilan hari itu, ngehadirin sidang perceraian mereka." Mendengar penuturan itu, Ailyn terkejut, ia menggigit bibir dalamnya, hatinya sakit, seolah ikut merasakan perasaan Rhea saat ini.
"Makanya sekarang Mama pindah, ngajak Reyqal, adek gue yang paling kecil. Tapi nggak apa-apa kok. Gue baik-baik aja." Rhea menampilkan senyum simpulnya.
Ailyn menatap gadis itu lekat-lekat, mencoba membaca ekspresi temannya itu. "Rhe..." Ia mendekat, suaranya lebih lembut. "Lo beneran baik-baik aja?"
"Iya, kok," jawab Rhea sambil mengangguk, meski matanya berkaca-kaca. Ia menghela napas panjang, lalu tersenyum lagi, kali ini sedikit lebih meyakinkan. "Gue udah biasa, Lyn. Rayyan juga. Ayah masih ada di sini, jadi... ya, nggak terlalu beda lah." Ia menggedikkan bahu.
Ailyn merasa ada sesuatu yang ingin Rhea sembunyikan, tapi ia tidak ingin memaksa. Ia tahu temannya itu sedang mencoba terlihat kuat, meskipun di balik senyumnya, ada luka yang belum sepenuhnya tertutup.
Rhea kemudian berjalan menuju kamarnya, sedangkan Ailyn hanya memperhatikan gerakan Rhea hingga gadis itu keluar dengan secarik kertas kusut yang terlipat. Ia menyodorkannya ke Ailyn, mendelikkan matanya, mengisyaratkan Ailyn untuk membuka kertas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RHEA - The Weight of Staying
Teen FictionKamu tau lagu Taruh - Nadin Amizah? Lagu itulah yang menggambarkan Rhea. Saat keutuhan keluarganya hilang, dunia Adity Rhea Ledy yang tenang berubah menjadi medan pertempuran emosional. Sebagai seorang kakak, ia harus bertahan untuk adiknya, Rayyan...