“Beri aku waktu empat puluh hari. Untuk memastikan aku
ini sekedar naksir atau suka padamu.”
“Kau serius menyukai Jennie?”
“Baru naksir, sih.”
Pemuda bernama Park Jimin itu lantas terkekeh lucu hingga matanya berubah menjadi garis tipis. Tak habis pikir. Juga tak menyangka seseorang seperti Taehyung yang bisa memilih gadis mana pun—bahkan jika itu Irene yang menjadi dewi Aprodith di sekolahnya, justru mengaku naksir dengan perempuan kaku seperti Jennie Kim, yang Jimin rasa tersenyum pun perempuan itu tak sanggup.
Apa istimewanya?
Oh, tentu banyak. Dia pintar. Perempuan unggulan di kelas Taehyung bahkan seangkatannya. Kesayangan guru, murid teladan, perempuan serba bisa, namun ditakuti temantemannya karena terlalu sempurna.
Anak-anak memberinya julukan Sadako—hantu perempuan dalam film Ring, karena perempuan itu memiliki tatapan yang mengintimidasi, yang diperkuat dengan ekspresi wajah yang itu-itu saja. Penampilannya rapi khas anak-anak penurut, namun Jennie Kim memiliki rambut sepanjang pinggang dengan warna sehitam jelaga. Jarang sekali perempuan itu ikat hingga kadang rambut-rambut itu menutupi wajahnya layaknya hantu.
Yang lebih tidak nyaman sebenarnya adalah karena perempuan itu merupakan kesayangan sekolah, atlet Olimpiade, sehingga hampir tidak ada yang berani mengganggunya sebab tersenggol sedikit saja pihak sekolah akan turun tangan. Alasan kenapa tak banyak yang mau mendekatinya karena ia sosok yang sulit disentuh dan enggan berbaur.
Menurut Jimin, perempuan seperti Jennie bukanlah tipe ideal bagi Taehyung. Memang, sih Taehyung jarang berpacaran. Dia lebih sering menerima pernyataan cinta lantaran kasihan, jadi ketika pada akhirnya pemuda itu menunjukkan ketertarikan yang sesungguhnya pada seseorang, sebagai sahabatnya sejak kecil, Jimin merasa saat ini Taehyung sedang tersesat.
Lihat saja bagaimana Taehyung memperhatikan perempuan mungil itu saat ini. Matanya tak sedikit pun berkedip. Bibirnya melengkung sepanjang waktu tanpa lelah. Benar-benar ada cinta dalam tatapannya bukan sekedar naksir, Jimin paham itu. Padahal Jennie hanya sedang mengelap jendela kelas dengan sedikit melompat-lompat karena tinggi badannya yang setipe dengan Jimin. Mengingatkan pemuda itu pada hamster peliharaan Chaeyoung. Jennie tidak sedang menebar pesona tapi pejantan ini agresif sekali. Tanda-tanda ingin menerkamnya nampak jelas.
Lantas Jimin hanya membayangkan bagaimana jika keduanya sampai berpacaran? Jennie itu kaku dan kritis, sementara Taehyung anak yang bebas, suka tantangan, dan cenderung nyeleneh. Jimin tebak nantinya Taehyung akan kesusahan meski sekedar ingin menyelipkan tangan ketika jalan bersama. Jennie tipe perempuan yang akan otomatis menggampar jika disentuh.
“Kalau lebih dari empat puluh hari tidak bisa disebut naksir, Tae. Kau menyukai Jennie Kim,” vonis Jimin mengingat sudah lumayan lama sahabatnya menyinggung perempuan itu dalam setiap obrolan mereka. Kadang nampak gila lantaran terlalu antusias. Hanya saja sekarang nampaknya Taehyung mulai gila sungguhan.
Kali ini pun terbukti senyuman Taehyung makin lebar sampai rasanya bibir itu akan robek sebentar lagi. Ketika ia menoleh pada Jimin setelah vonis yang pemuda itu berikan, mata Taehyung berbinar-binar seolah bubuk gliter ditaburkan ke matanya.
“Kupikir juga begitu. Dia lucu, sih.”
Jimin merotasikan bola mata. Lucu dari mananya perempuan yang suka memberengut itu?
“Tapi aku memberitahunya kalau aku butuh empat puluh hari untuk meyakinkan perasaanku,” imbuhnya membuat Jimin penasaran
“Lantas apa tanggapan Jennie?”