⚖️ 22. Berkunjung

43 19 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


⚖️⚖️⚖️

Seperti yang dipinta Kak Julian tadi, aku sudah menghubunginya ketika ospek berakhir. Tak ada tanda-tanda balasan dari suamiku itu. Jiakhhhh, suami!

Aku berdiri di depan gerbang kampus. Sudah dua puluh menit aku berdiri, menanti balasan dari Kak Julian. Baim sudah pulang duluan, karena katanya buru-buru mau mengantar adiknya les piano. Sementara Eja sedang diinstruksikan untuk berkumpul dan perkenalan anggota ekskul musik. Ya, begitulah, aku hanya sendirian sekarang di sini.

Sepertinya Kak Julian tidak mengaktifkan data selulernya, karena pesan yang aku kirimkan tidak kunjung centang dua. Mau menelpon pun aku tak punya cukup pulsa. Ah, padahal dulunya pulsaku selalu full, sekarang hanya angka nol yang terlihat saat cek pulsa. Untuk paket internet pun hanya memakai gratisan yang disediakan oleh kartu yang aku pakai. Menyedihkan. Ah, nyebelin! Karena kesal, aku menendang sebuah kaleng minuman kosong yang tepat berada di depan kakiku.

"Awh ...!" Suara rintihan seorang laki-laki membuatku menoleh. Ya, ampun gawat! Di sana ternyata ada Kak Natha minuman kelapa yang berdiri di bawah pohon. Ia sekarang memegangi bagian belakang kepalanya yang ternyata terkena kaleng minuman yang aku tendang barusan. Kuat juga tendanganku, siapa tahu nanti direkrut oleh tim sepak bola Ronaldo. Ronaldowati maksudnya.

Untungnya Kak Natha minuman kelapa itu belum menoleh, dia menunduk dan masih memegangi kepalanya. Sepertinya ia tidak tahu kalau aku yang menendang kaleng minuman itu. Ini kesempatanku untuk kabur sebelum dia benar-benar menoleh dan tahu kalau aku pelakunya. Bisa dimaki habis-habisan aku nanti.

Tak mau membuang kesempatan lagi, aku berjalan lirih dan hati-hati saat mengangkat kaki agar dia tidak dengar suara langkahku. Duh, sudah seperti maling yang kabur saja. "Woi, lo!" teriaknya sangat keras. Itu tentu mengejutkanku dan membuat aku tiba-tiba berhenti. Ya, ampun aku ketahuan!

Aku berbalik badan dengan perlahan, sembari menahan rasa takut dan malu. "I-iya ... Kak?"

Tahu-tahu beliau sudah berdiri telat di depanku. "Lo yang ngelempar kaleng ini, kan?" tanya Kak Natha minuman kelapa dengan nada tegas, beliau membentakku. Sejujurnya tidak takut, hanya mudah terkejut.

"Eum ... nggak ngelempar, kok, Kak. Cuma nendang aja, hehehe." Aku menunduk, tak berani menatapnya karena aku yakin dia sangat marah. Ternyata saat di luar kampus, dia bicaranya lo-gue, tidak seperti saat ospek yang selalu memakai saya-kamu.

"Kenapa belum pulang?" tanya Kak Natha begitu singkat, padat, dan sepertinya tidak penting untuk aku jawab.

"Lo sendiri belum pulang, kan? Gue mah sengaja mau nemenin lo, Kak, santai aja, Ege!" jawabku sembari tertawa dan menyenggol lengannya. Saat aku mendongak dan menatap wajahnya, ia memasang ekspresi datar. "Maap, Kak, kebablasan," ucapku dan kembali menunduk.

"Ayo, gue anterin pulang." Tiba-tiba dia menarik tanganku, membuatku hanya bisa menurutinya. Sampai di parkiran, dia berhenti di depan mobil berwarna putih mengkilat seperti kepala tuyul.

Penghujung Rasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang