Perjanjian

479 50 7
                                    

Arsya menyalakan sebatang rokok nya lalu iya hisap dan Ia selipkan di sela jari nya. Sementara Aruna masih melihat sekeliling ruangan apartemen yang Ia masuki bersama Arsya. Arsya dan Aruna kini berada di sebuah apartemen mewah bertema maskulin. Harum khas laki-laki memasuki aroma penciuman nya, Aruna sudah mampu menebak ini adalah apartemen milik laki-laki yang saat ini sedang bersamanya.

"Duduk." Titah Arsya meminta Aruna duduk di sofa tepat di hadapannya.

Aruna menurut dan mendudukkan dirinya di sofa. "Ngapain Lo bawa gue kesini?"

"Lo baca dan tanda tangan kertas itu." Ucap Arsya memberikan kertas beserta pulpen.

"Apa ini? Surat perjanjian?" Tanya Aruna saat melihat kertas tersebut.

Kertas yang berisi sebuah perjanjian nikah kontrak. Dimana Arsya akan menikahi Aruna namun dengan beberapa perjanjian yang menurut Aruna tidak masuk akal.

"Gue gak mau nikah sama Lo!" Ucap Aruna menaruh kembali kertas dan pulpen di atas meja tepat di hadapan Arsya.

"Kenapa? Bukannya Lo juga dapat keuntungan dari pernikahan itu?" Tanya Arsya mematikan rokok yang ada di sela jari nya dan menatap wanita di hadapannya.

"Denger yah! Gue cuma mau nikah sekali seumur hidup! Dan kalaupun gue harus nikah kontrak itu bukan sama cowo bejad kaya Lo!" Ucap Aruna penuh dengan penekanan, hingga tatapan tajam Aruna mampu terlihat oleh Arsya.

"Kalau Lo mau make perempuan banyak pelacur di luar sana tanpa harus Lo nikahin! Gue bukan cewek gampangan yang mudah di bayar dengan uang!" Lanjut Aruna dengan nada tegas nya juga tatapan tajam yang berusaha menindas laki-laki brengsek di hadapannya.

Aruna bangkit dari sofa dan langsung menuju pintu berniat untuk keluar dari apartemen tersebut. Namun nihil pintu tersebut telah terkunci hingga Aruna tidak bisa membukanya.

"Lo gaakan bisa pergi sebelum Lo tanda tanganin surat perjanjian itu Aruna!" Ucap Arsya tanpa melihat Aruna yang sedang berusaha membuka pintu.

"Lo buka pintu nya atau gue telfon polisi?" Ancam Aruna menghampiri Arsya dan mengeluarkan ponsel nya berniat untuk menelfon polisi.

Dengan cekatan Arsya merebut ponsel Aruna dan melemparnya ke arah sofa di belakangnya.

"Mau Lo apa sih? Minggir hp gue." Ucap Aruna berusaha mendorong Arsya yang menghalangi nya untuk mengambil handphone nya yang berada di sofa, di belakang Arsya.

Arsya mendorong Aruna sampai tembok, Ia mengunci tubuh Aruna hingga tidak ada jarak diantara mereka. Tatapan tajam diantara kedua nya bertemu, deru nafas mereka saling bersahutan.

"Ish ngapain sih Lo minggir gak! Jangan macem-macem Lo yah!" Aruna memukul dada bidang Arsya. Tidak adanya jarak diantara mereka membuat Aruna ketakutan, degup jantung Aruna semakin kuat bagaimana pun kekuatannya akan kalah dengan kekuatan laki-laki.

"Gue mau Lo nikah sama gue Aruna!" Sahut Arsya masih mengunci tubuh Aruna yang tersandar di tembok.

"Gue gak mau! Lo gila? Lo nikah kontrak sama gue dan Lo bebas sentuh gue tapi gue gak boleh hamil? Sementara Lo bebas punya pacar dan gue cuma jadi istri kontrak yang sampai batas waktunya dan Lo akan ceraikan gue? Otak Lo di pake dong! Gue bukan cewek gampangan anjing!" Sahut Aruna dan mendorong Arsya dengan sekuat tenaga nya, hingga Aruna berhasil terlepas dari Arsya.

Arsya terpaku mendengar jawaban dari Aruna, Ia pikir dengan imbalan yang di tawarkan Aruna akan setuju namun ternyata salah, Aruna menolaknya. Namun Arsya masih bersikeras berusaha agar Aruna mau menerima perjanjian itu. Entahlah ada apa di balik semua itu, dengan mudah nya Arsya membuat perjanjian yang tidak masuk akal bagi siapapun. Tidak, menurut Arsya itu sangat masuk akal dengan perbandingan imbalan yang akan Aruna dapat kan. Belum sempat Arsya membalas perkataan Aruna, dering telfon nya berbunyi membuat perhatian Arsya teralihkan kan.

"Hallo."

.............

"Apa? Oke saya kesana sekarang."

Arsya menutup telfonnya dengan panik. "Ikut gue." Ucap Arsya menggandeng tangan Aruna.

Dengan cekatan Aruna menolak gandengan tangan Arsya. "Gue gak mau!"

"Please gue mohon ikut gue." Sahut Arsya dengan nada bicara yang jauh berbeda dari sebelumnya. Lembut juga dengan tatapan nya yang teduh.

Aruna menuruti perkataan Arsya, entahlah Aruna seperti tidak bisa menolak nya jika laki-laki tersebut berbicara dengan lembut padanya, di tambah tatapan tajam yang berubah menjadi tatapan mata yang teduh membuat Aruna tanpa sadar menuruti perkataan Arsya.

Tidak ada percakapan di dalam mobil Arsya dengan wajah yang terlihat sedih dan penuh kekhawatiran sedangkan Aruna dengan wajah yang kebingungan nya. Melihat laki-laki di sebelah nya seperti sedang menahan kesedihannya. Dering telepon mengganggu keheningan yang tercipta di dalam mobil tersebut.

Arsya langsung mengambil ponsel dan melihat siapa yang menelponnya. Bella, kekasih nya yang menelpon Arsya. Tidak ada niat sedikitpun Arsya mengangkat telpon nya. Arsya memilih mematikan panggilan nya dan menaruh nya di saku. Namun tidak butuh lama telpon itu kembali berdering. Bella, masih dari Bella, dengan terpaksa Arsya mengangkat telpon nya. ia baru ingat bahwa Arsya telah berjanji untuk menjemput kekasih yang baru saja melaksanakan photoshoot.

"Maaf sayang aku gabisa jemput kamu."

"Kenapa? Ko bisa kamu ngebatalin gitu aja? Aku udah nunggu kamu dari lama loh sya. Kamu dimana? Jemput aku sekarang juga aku ga mau tau atau gak kita putus." Ancam Bella di balik telfon tersebut.

Kali ini Arsya benar-benar tidak bisa menuruti permintaan Bella. "Setelah selesai aku ke tempat kamu." Sahut Arsya dan langsung mematikan telfonnya dan kembali fokus pada kemudi nya.

Aruna mendengar kan percakapan di telfon tersebut. Wajah nya penuh dengan rasa penasaran. Suara wanita di balik telfon itu terdengar oleh Aruna juga panggilan kata sayang yang terucap oleh Arsya, Aruna sudah mampu menebaknya bahwa seseorang di balik telfon itu adalah kekasih dari laki-laki di sampingnya kini. Lantas jika memang Arsya sudah memiliki kekasih, kenapa dia memaksa Aruna untuk menikah dengannya? Ada apa di balik semua rencana laki-laki tersebut.

Kini Arsya telah memarkirkan mobil nya di sebuah rumah sakit besar di Jakarta. Aruna semakin heran mengapa Arsya membawanya ke rumah sakit.

"Siapa yang sakit? Kenapa bawa gue kesini?" Tanya Aruna yang kini sudah keluar dari mobil menyusul Arsya.

"Nanti juga Lo tau."

Aruna mengikuti Arsya yang berjalan dengan terburu terlihat jelas wajah kekhawatiran nya di wajah tampan Arsya. Kini mereka sudah berada di ruang ICU dimana ada seorang laki-laki paruh baya sedang terbaring lemah di atas brangkar dengan alat-alat medis yang menempel di tubuh nya.

"Apa yang terjadi?" Tanya Arsya pada Nando.

"Om Bimo kena serangan jantung tadi di kantornya Sya. Gue gak tau pasti kejadian nya kaya gimana, saat gue masuk ke ruangannya om Bimo udah dalam keadaan tidak sadar di lantai." Jelas Nando menghampiri Arsya yang sedang menatap Bimo di balik kaca ruang ICU.

Aruna yang melihat sosok pria paruh baya tersebut seketika mengingat nya dan menyadari nya bahwa papa dari laki-laki yang bersama nya ini sedang sakit. Pantas saja laki-laki itu terlihat penuh dengan kecemasan di wajahnya.

"Bisa bicara dengan pak Arsya?" Tanya dokter yang baru saja keluar dari ruang ICU.

"Saya dok. Gimana dengan papa saya?" Tanya Arsya penuh dengan kekhawatiran.

"Pasien kritis pak dan butuh di rawat secara intensif, nanti saya jelaskan lebih lanjut di ruangan. Sekarang pak Arsya silahkan masuk karena tadi pasien menyebut nama bapak beberapa kali."

Arsya langsung memasuki ruang ICU. Melihat sang papa dalam keadaan lemah dan tidak berdaya membuat hati nya hancur. Arsya belum siap untuk kehilangan orang yang Ia sayangi untuk kedua kali nya. Setelah kehilangan mama nya yang memilih untuk hidup dengan laki-laki lain selain papa nya dan kini Arsya tidak ingin kehilangan papa nya.

To be continue...

Jangan lupa untuk vote dan komennya biar tambah semangat buat lanjut ceritanya guys.

Arsya & ArunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang