Beberapa waktu lalu....
Sebuah sedan berlambang jaguar menerkam, lewat melintasi sebuah warung kopi yang berada di depan gerbang sebuah perumahan mewah. Mobil itu terlihat menarik perhatian seseorang yang duduk di antara para penikmat kopi yang ada di warung itu. Bukan karena mobilnya namun karena seseorang berkepala plontos yang ada di dalamnya. Kalau dari luar, para penikmat kopi itu hanya terlihat bagian punggungnya saja. Apalagi saat malam hari begini. Sulit untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain. Warung-warung kopi pinggir jalan ini biasa disebut giras atau kalau bahasa lainnya warkop. Sebagian besar biasanya dikelola oleh anak-anak muda. Satu shift yang biasanya setengah hari, digawangi oleh dua orang laki-laki. Merekalah yang melayani selama dua belas jam pertama dan kemudian berganti orang pada jam kedua. Hampir semua warung kopi pinggir jalan ini buka dua puluh empat jam. Tak pernah tutup. Seseorang yang tertarik dengan kemunculan mobil itu ternyata seorang perempuan muda bergaya tomboy mengenakan topi berwarna hijau mirip topi serdadu vietkong, celana kargo, dan jaket kain model army look.
Perempuan muda itu bernama Michelle, gampangnya dipanggil Misel. Perempuan muda yang cantik, berambut gelombang dan berkulit bersih. Sudah hampir sebulan Misel mengawasi sebuah rumah besar di komplek perumahan itu. Sebuah rumah besar milik seorang asing yang sudah lama tinggal di Indonesia. Pancanaka mengutusnya menyelidiki kasus ini. Kasus tentang perdagangan anak-anak di bawah umur yang konon justru melibatkan banyak petinggi dan pejabat hingga aparat hukum. Oleh karena itu Pancanaka ikut campur tangan. Tugas Misel sederhana saja, menghancurkan operasi perdagangan manusia itu hingga ke akar-akarnya.
Aturan Pancanaka dalam setiap tugas sederhana saja. Hanya tiga hari waktu yang dimiliki seorang agent untuk menyelesaikan suatu kasus. Berarti dua hari maksimal untuk mengamat-amati dan hari ketiga adalah waktunya closing alias finish the target. Dan target itu adalah Hayman, gembong trafficking berkepala plontos yang punya pengaruh besar di antara para pejabat dan petinggi. Singkirkan Hayman dan berikan dampak yang cukup merusak sehingga antek-antek Hayman tak mampu lagi menjalankan operasinya, itulah tugas sederhana yang diberikan Pancanaka pada Misel.
Dan ini sudah hari ketiga!
Misel memutuskan untuk bergerak. Si kepala plontos Hayman sudah pasti menuju rumah besar itu. Diberikan Misel selembar sepuluh ribuan ke penjaga warung dan dia bergegas berjalan cepat-cepat mengikuti kemana mobil tadi pergi.
Benar dugaan Misel. Mobil itu memasuki pelataran parkir rumah mewah itu. Kalau dilihat sepintas rumah itu mirip sebuah istana. Mobil itu masuk di sebuah jalur setengah lingkaran dan kemudian berhenti di depan sebuah pintu besar. Pengemudi mobil itu keluar. Membukakan pintu bagi bosnya, seseorang berkepala plontos bertubuh agak tambun keluar. Misel memastikan dengan teropong kecilnya kalau itu adalah Hayman. Misel kemudian bergerak. Ini adalah hari ketiga, dan satu-satunya cara untuk menyelesaikan kasus ini adalah dengan perang terbuka.
Penjaga gerbang masih berusaha menutup gerbang besar itu saat sebuah pukulan ke arah leher menjatuhkannya.
"Steb....steb..." dua suara tembakan berperedam melumpuhkan kamera pengintai di depan gerbang. Suara tembakan itu berasal dari pistol Beretta di tangan kanan Misel. Kemudian Misel bergerak cepat setengah berlari ke arah gedung utama dimana Hayman turun dari mobil tadi. Tak ada sambutan apa-apa dari pihak rumah besar. Mungkin mereka belum menyadari rusaknya kamera pengintai di pintu gerbang. Misel bergerak terus, ditemukannya sebuah jendela yang sedikit terbuka di samping rumah itu. masih jauh dari pintu utama dimana Hayman turun tadi. Misel menekukkan tubuhnya yang ramping. Kaki kirinya yang terlebih dulu masuk lewat jendela tadi. Ternyata ruangan itu adalah sebuah ruang kosong.
Misel terus bergerak mencari pintu keluar yang ternyata tak dikunci. Dibukanya sedikit pintu itu. Tampak beberapa orang berjalan hilir mudik. Di sebelah kirinya terdapat sebuah lorong dan sebuah tangga turun yang sepertinya menuju ruang bawah tanah. Sementara di sebelah kanannya tampak lorong pendek dan sebuah pintu yang sepertinya menuju ke ruangan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Banci Biasa
ActionBekerja di sebuah salon rumahan di Surabaya, Imung ternyata bukan banci biasa. Dia memiliki serangkaian teknik beladiri yang cukup mumpuni mulai dari Krav Maga hingga pencak silat Cingkrik ala Betawi. Menjadi banci bukan pilihan bagi Imung. Namun se...