Nakula dan Sadewa

297 26 0
                                    

Pulau Alor menawarkan pemandangan yang unik. Pemandangan pantai pasir putih yang jernih sehingga orang bisa melihat hingga ke dasar laut di dekat pantai dan pemandangan pegunungan dengan banyak air terjun. Sayang, tak ada waktu untuk menikmati asyiknya pemandangan itu. Imung datang ke pulau itu untuk suatu misi. Menjauh dari tempat tinggalnya dan menunggu kedatangan para agent Pancanaka yang ingin menghabisi dirinya, Misel, dan Rinrin.

Pagi itu Rinrin sudah membangunkan Misel dan Imung yang akhirnya jatuh tertidur juga. Satu hal yang langsung dicek oleh Imung adalah kondisi Sigit Chan yang mereka kunci dalam ruangan. Sigit Chan masih dalam keadaan terikat. Dia meronta-ronta namun sulit untuk melepaskan diri dari lilitan tali jemuran itu. Untuk berteriakpun sangat sulit baginya. Sapu tangan yang disumpalkan Imung menghambat suaranya untuk keluar. Akhirnya Sigit Chan hanya bisa pasrah.

Siang harinya Sigit Chan pingsan. Imung tak berani mengambil resiko memberinya makan ataupun minum. Demikian pula Misel dan Rinrin. Mereka hanya bisa menunggu waktu yang tepat untuk "membuang" Sigit Chan. Entah kemana pembuangan itu akan dilakukan mereka tidak begitu tahu. Rinrin sempat memberikan ide untuk membuang Sigit Chan ke laut tapi Imung tak tega. Imung masih menunggu datangnya ide yang baik. Ide yang tak perlu mengakibatkan hilangnya nyawa.

Sehabis melihat kondisi Sigit Chan. Imung berkumpul di ruang depan dengan Rinrin dan Misel. Mereka mendiskusikan lawan berikut yang akan mereka hadapi. Dari pagi sebenarnya Rinrin sudah tak sabar untuk memberitahu hal itu pada Imung dan Misel. Tapi Imung memilih untuk melakukan bersih-bersih rumah ketimbang mendengarkan Rinrin. Siang harinya baru mereka bisa duduk bersama lagi.

Lawan berikutnya adalah Nakula dan Sadewa, dua orang saudara kembar yang memiliki nomor tunggal yaitu nomor tiga. Rinrin menyarankan untuk tidak menunggu lama-lama. Sebaiknya mereka segera menyeberang ke pulau Pantar. Jauh lebih mudah bagi mereka dan tak perlu lagi memikirkan nasib Sigit Chan. Tinggalkan rumah yang baru dikontrak dua hari itu, buka ikatan Sigit Chan supaya ketika sadar nanti dia bisa mencari jalan keluar dari kamar itu, dan kemudian pergi menyeberang ke Pantar. Itu ide singkat Rinrin. Di Pantar mereka bisa mencari tempat menginap yang lain. Ide yang cukup baik sebenarnya menurut Imung. Tapi dia masih berpikir-pikir untuk melakukannya.

Dalam dunia pewayangan dua kembar Nakula dan Sadewa adalah sosok yang unik. Meskipun secara fisik keduanya kembar identik akan tetapi keduanya memiliki kepribadian yang berbeda. Nakula merupakan sosok yang pendiam dan pemikir sehingga setiap hal yang dikerjakannya selalu dipahami, ditelaah, dimaknai secara mendalam dan akan menyampaikan hasil pemikirannya ketika dimintai pendapat saja. Berbeda dengan Sadewa yang cerdas, lihai dalam berbicara maupun berpendapat dan merupakan komandan yang baik dalam meningkatkan semangat senopati serta prajurit di medan laga.

Keteladanan kepemimpinan yang patut di contoh adalah kemampuan mereka memimpin Negeri Sawojajar bersama tanpa adanya perebutan tahta. Negeri Sawojajar awalnya adalah milik jin kembar bernama Sapujagad dan Sapulebu. Ketika bertemu dengan Nakula dan Sadewa, jin Sapujagad dan Sapulebu merasa sudah waktunya mereka beristirahat dan memilih jalan kematian karena telah bertemu dengan figur yang cocok menggantikan mereka untuk memimpin Sawojajar yang memiliki tanah yang luas, dengan aneka tanaman obat (Nakula dan Sadewa memiliki pengetahuan tentang obat-obatan), serta paling subur diantara wilayah Negeri Amarta. Tidak hanya itu, Nakula dan Sadewa memperoleh hadiah berupa dua istana peninggalan Sapujagad dan Sapulebu yang luas nan megah, disekelilingnya rapi berdiri pohon sawo yang berjajar. Nakula menamai istananya sesuai nama wilayah yakni Sawojajar, kemudian Sadewa menamai istananya dengan nama Bumi Retawu.

Setia, kompak dan saling pengertian adalah sifat yang patut menjadi inspirasi kehidupan bersaudara saat ini. Mendapatkan kekuasaan, istana, tanah yang luas dan subur tidak serta merta membuat kembar bersaudara ini saling berebut untuk mendominasi satu dengan yang lain. Bahkan, wilayah Negeri Sawojajar pun tidak juga langsung dibagi dua seperti jalan pemikiran masyarakat modern sekarang. Mereka berdua memiliki visi dan misi yang jelas untuk menjadikan Negeri Sawojajar berkembang tanpa harus membagi dua, pepatah satu kapal dua nahkoda tidak berlaku bagi mereka. Di hadapan rakyatnya keduanya selalu bersinergi dan kompak dalam setiap pengambilan keputusan. Sadewa yang merasa lebih muda apabila merasa ada hal yang sulit untuk dia putuskan selalu berkonsultasi dan menyerahkannya kepada Nakula. Demikian juga Nakula yang merasa memiliki kekurangan dalam hal komunikasi maka, setiap keputusan yang diambilnya akan disampaikan oleh Sadewa kepada masyarakatnya. Sinergi antara pemikir dan pengkomunikasi yang sangat solid.

Bukan Banci BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang