Robert Rempong

247 29 0
                                    

Prediksi Imung dan Misel kalau agent dari Pancanaka akan datang di hari ketiga ternyata salah besar. Keesokan harinya, di sore hari seseorang bertubuh kecil mirip seperti Imung datang ke Imel's Salon. Awalnya Mey mengira dia hanya seorang pelanggan biasa. Tanpa basa-basi laki-laki itu langsung menghajar Mey dengan satu pukulan keras menggunakan gagang pistol Beretta di tangannya.

"Hey... kurang ajar... tak hajar kowe..." Mey berusaha memberikan perlawanan. Pistol yang digenggam laki-laki itu terjatuh dan langsung masuk di bawah lemari. Imung yang mendengar keributan di sore itu segera turun dari lantai dua. Dilihatnya Mey sedang berhadapan dengan seorang lelaki bertubuh kecil seperti dirinya. Bukan berhadapan langsung. Mey lebih banyak berlari sambil berteriak-teriak. Imung pun mencari-cari sosok Rinrin. Dirinya khawatir kalau-kalau Rinrin sudah menjadi korban.

"Rinrin?" tanya Imung pada Rinrin yang sedang duduk dengan santainya.

Mey akhirnya dengan mudah dilumpuhkan oleh si lelaki itu. Imung segera menghampiri laki-laki itu dari belakang. Moncong Walther PPK itu diarahkannya tepat ke kepala laki-laki yang baru saja melumpuhkan Mey itu.

"Awas Robert..." Rinrin memperingatkan si lelaki yang langsung berkelit. Tembakan Imung menembus sebuah panci yang tergantung di dinding. Laki-laki yang dipanggil Robert langsung menyerang Imung dengan cepat. Pistol yang digenggam Imung terjatuh oleh tendangan cepat Robert. Imung terperangah kaget. Bukan karena serangan Robert melainkan karena Rinrin tadi yang memperingatkan laki-laki itu untuk menghindar dari tembakan Walther PPK nya. Mungkinkah Rinrin ada hubungannya dengan lelaki ini? Kalau iya, apa hubungannya? Apakah Rinrin juga agent Pancanaka? Tak mungkin, pikir Imung sambil meladeni serangan demi serangan Robert.

Laki-laki yang bernama Robert ini sepertinya orang baru yang direkrut oleh Pancanaka. Serangan Krav Maganya begitu mudah ditebak oleh Imung. Dalam beberapa kesempatan, Imung dengan mudah menyarangkan beberapa pukulan ke kepala dan dada Robert.

Robert menyerang kembali dengan emosi. Setiap kali jatuh setiap kali itu pula dia berdiri. Rinrin hanya diam melihat pertarungan itu. namun ketika melihat sebuah pisau dapur ada di dekatnya, ditendang Rinrin pisau itu ke arah Robert. Robert dengan sigap menyambar pisau itu dan kemudian kembali melanjutkan serangan pada Imung. Yang diserang kaget dengan aksi Rinrin membantu Robert. Imung jadi kesal. Selama ini dianggapnya Rinrin sudah seperti saudaranya sendiri.

Pisau itu dilemparkan Robert kepada Imung. Berharap agar pisau itu menemui sasarannya, justru pisau itu tak berhasil menyentuh tubuh Imung. Pisau itu melayang deras menuju Rinrin.

"Hey...hati-hati..." ujar Rinrin pada Robert. Robert melompat. Pertarungan tangan kosong berlanjut. Imung dengan cepat menyarangkan satu tendangan ke arah kemaluan Robert. Yang ditendang mengerang kesakitan. Robert terjatuh. Rinrin berusaha membantu namun malah ditendang Robert sekuat tenaga.

"Aww..." Rinrin memegang perutnya yang terasa sakit. Dia menunduk. Robert menyusulkan tendangan tumit ke punggung Rinrin. Rinrin terkapar dan mengerang kesakitan.

"Sorry..kalian semua harus dihabisi...tak boleh ada yang tinggal..." laki-laki itu akhirnya bersuara.

"Aku akan jadi agent terbaik. Nomor empat. Best agent..." laki-laki itu kembali berseloroh sambil kembali menyerang Imung. Kali ini dia mengeluarkan sebilah pisau lipat yang sering digunakan oleh preman pasar. Robert berusaha menancapkan pisau itu ke kepala Rinrin. Tapi Imung bergerak lebih cepat, pisau dapur untuk steak yang ada di sebelahnya dengan cepat melayang menuju kepala Robert. Rinrin selamat.

Tapi Robert belum menyerah. Dia masih berusaha bangun dan dengan gagahnya mencabut pisau steak yang menancap di antara kedua matanya. Robert bergerak cepat dengan amarah yang memuncak. Imung lah yang ditujunya. Tak peduli lagi dia dengan Rinrin yang ketakutan berusaha menyembunyikan dirinya dibalik tirai jendela dapur.

"Mati kau...banci busuk...." Robert bergerak cepat sambil tangan kanannya mengambil ancang-ancang hendak meninju. Imung bergerak ke samping. Tinju Robert membentur udara. Imung menarik tangan kanan Robert dengan tangan kirinya. Akibat tarikan itu tubuh Robert jadi agak maju sehingga menjadi sasaran empuk lutut kiri Imung.

"Bukkk...." lutut Imung membentur iga-iga disamping kiri perut Robert. Tak sempat dia menghindar. Tangannya berusaha meninju lagi. Kali ini kena telak di dada Imung. Terlempar ke belakang, Imung tak hanya pasrah, diayunnya kedua kakinya serentak.

"Kraakkkk..." Robert ikut terpelanting. Sepertinya ada tulang iga di dadanya yang patah. Kepala Robert membentur lemari gantung di atas wastafel. Berdarah. Robert terjatuh. Imung memberikan hantaman terakhir. Tendangan kaki kanan yang cepat diarahkan Imung ke selangkangan Robert.

"Metong lu... dasar rempong..." gemas Imung menendang bertubi-tubi. Robert tak bergerak. Imung berusaha mengatur nafasnya yang naik turun. Dilihatnya Rinrin yang masih ketakutan. Imung tak menyangka kalau Rinrin tadi sempat membantu Robert untuk menyingkirkannya. Rinrin menangis. Imung mengambil Walther PPK-nya yang terjatuh akibat perkelahian tadi.

"Maapin gue mas Imung... gue nggak nyangka klo bakal mau dibunuh juga...." Rinrin menangis tersedu-sedu sambil menutup mukanya. Imung jadi kasihan. Diturunkannya ujung pistol yang tadi hendak menghabisi Rinrin.

"Sreeettt..." tiba-tiba terdengar suara sesuatu terseret.

"Awas mas Imung...." Rinrin berteriak keras. Ternyata Robert sudah berdiri tegak. Sebuah kursi diangkatnya tinggi. Hendak menghantam kepal Imung rupanya. Dengan gerak refleks, Imung berputar cepat.

"Eh meong...eh meong... Rempooongg...." teriaknya keras sambil mengarahkan senjatanya. Latah yang sudah lama hilang mendadak kembali lagi.

"Blam...Blam..." Walther PPK di tangannya menyalak dua kali. Satu peluru menembus luka bekas pisau steak tadi. Tepat di antara kedua mata Robert. Satu peluru lagi menembus lutut kanannya. Bertujuan merobohkan Robert agar kursi itu tak jatuh ke depan. Robert ambruk. Kursi yang diangkatnya jatuh menimpa dirinya sendiri.

"Yey...harus jelaskan ke ai kenapa yey begindang... harus... klo enggak, maaf, ai musti habisi yey... " sambil berusaha mengatur nafas, Imung meminta Rinrin untuk menjelaskan segalanya. Rinrin mengangguk. Air matanya mengalir deras. Suasana dapur yang terhubung ke ruang tengah itu berantakan. Untung tak ada pelanggan yang datang menyaksikan peristiwa itu. Tubuh Mey masih terkapar di salah satu sudut ruangan. Imung bergerak menuju Mey. Dirabanya leher Mey. Masih teraba denyut nadi yang cukup keras. Mey rupanya hanya pingsan. Kembali Imung menghampiri Rinrin. Masih dengan Walther PPK tergenggam. Imung tak mau kecolongan dua kali. Dia tetap waspada terhadap gerakan Rinrin.

Bukan Banci BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang