100% Lekong

426 32 0
                                    

Rumah semi permanen itu sebenarnya cukup nyaman dipakai untuk beristirahat disore hari. Tapi ada agenda yang harus mereka kerjakan.

"Sandra..." Imung memanggil Misel ketika memasuki pelataran rumah itu. Rinrin yang pertama keluar dari kamar. Misel terlihat masih terkantuk-kantuk.

"Sebaiknya kita segera menuju area tambang.." kata Imung.

"Maksud mas?" Misel menimpali sambil sesekali menguap. Rinrin sudah tahu apa yang terjadi dengan melihat noda darah di kemeja lengan pendek yang dikenakan Imung. Misel kaget ketika tersadar bahwa Imung dalam keadaan terluka.

"Mimikri Mahfud?" tanya Rinrin. Imung mengangguk. Rinrin dan Misel mulai paham. Sudah terjadi pertarungan dan Imung berhasil menang. Tapi pasti ada korban dan mereka tak ingin ditanya macam-macam oleh masyarakat di kampung itu.

Imung dan Misel memutuskan untuk menyerang langsung ke markas Syailendra di pusat penambangan itu. Mereka berdua memutuskan untuk keluar satu-satu sehingga tidak menimbulkan rasa curiga tetangga kanan dan kiri mereka. Jarak antar rumah di kampung itu memang tidak terlalu rapat, namun tidak adanya pagar pembatas membuat siapa saja bisa berada di pelataran rumah yang mereka sewa.

Rinrin memutuskan untuk tidak ikut menyerang. Memutuskan berpisah dengan Imung dan Misel. Dirinya merasa tak sanggup untuk terus mengiringi mereka. Lagipula tak ada lagi informasi yang bisa Rinrin berikan. Rinrin hanya tahu data-data sampai Mahfud saja. Sampai sekarang dia tidak tahu siapa agent nomor satu Pancanaka. Dugaan sementara Imung, agent itu adalah Rayhan sendiri. Misel juga menduga hal yang sama. Perawakan Rayhan sepertinya cocok untuk mejadi seorang agent.

Misel dan Rinrin berpelukan sebelum Misel berjalan keluar. Imung tak bisa berkata apa-apa pada Rinrin. Akhirnya dirangkulnya juga Rinrin. Rinrin menangis dalam pelukan sesaat Imung.

"Maafin Rinrin ya mas...sampai jadi begini..." Rinrin tersedu.

Imung menepuk-nepuk pundak Rinrin. Berusaha menenangkannya. Kemudian Imung bergerak menyusul Sandra alias Misel. Sebuah tas kecil dibawanya. Tas itu berisi peralatan standar yang dia butuhkan. Sebuah teropong Bushnell, pistol, beberapa magazines dan sebilah pisau. Hanya itu saja. Selebihnya ditinggal Imung di rumah itu.

Rinrin menutup pintu depan rumah itu. disekanya kedua matanya yang berair. Dia tahu perjuangan Imung masih panjang. Mudah-mudahan Imung berhasil, Rinrin berharap.

***

Imung menyusul Misel dengan cepat. Mereka menyusuri gelapnya jalan kampung dengan bermodalkan cahaya bulan yang temaram menggantikan sinar matahari yang sudah terbenam.

Sekilas diperhatikan Imung wajah Misel. Cantik. Imung tersenyum sendiri. Misel tak memperhatikan senyum itu. Dia terus berjalan cepat-cepat. Tak lama gapura depan kompleks pertambangan itu terlihat. Hanya ada seorang penjaga di sana. Tak ada kamera pengintai. Semua masih serba tradisional. Sebuah pos jaga dan sebuah portal yang bisa dinaikkan dan diturunkan. Mirip dengan portal di kompleks perumahan lokasi Imel's Salon, pikir Imung. Sejenak dia teringat akan salon kesayangannya itu. Ingin rasanya lekas pulang. Imung menarik nafas panjang. Hembusan nafas itu rupanya sedikit meniup rambut Misel.

"Kenapa Mas?" Misel bertanya.

"Ah, tidak...kangen rumah aja..." Imung menjawab. Misel tersenyum. Mereka duduk berjongkok di balik sebuah gundukan sambil mengamati pos jaga itu. tampaknya akan ada pergantian orang yang menjaga pos tersebut.

"Sekarang?" Imung meminta pendapat Misel. Yang ditanya malah memasang jari telunjuk di bibirnya. Menyuruh Imung untuk diam. Setelahnya, Misel bergerak dengan setengah merunduk. Digenggamnya sebuah Beretta berperedam di tangan kanan. Tas dan beberapa benda lain ditinggalkan di balik gundukan tanah itu. Imung bergerak mengikuti langkah Misel. Disampirkan Imung tas kain yang dibawanya. Dikeluarkannya sebilah pisau dan digenggam di tangan kanannya. Walther PPKnya diselipkan begitu saja di balik celana pada bagian punggung bawahnya.

"Ahh.." suara penjaga yang terkaget namun tak sempat berteriak terdengar singkat. Imung dengan sigap menjatuhkan penjaga itu dengan mencengkeram daerah leher kanannya. Ini adalah teknik untuk menghambat aliran darah ke otak sehingga yang diserang bisa pingsan seketika. Seorang penjaga lain mendapat hantaman gagang senjata di kepalanya oleh Misel. Dua penjaga yang harusnya saling mengganti shift itu jatuh roboh hampir bersamaan.

Kali ini Imung bergerak di depan. Misel mengikuti di belakang. Sekilas Misel bisa melihat gaya Imung tampak sangat lelaki, apalagi dengan pistol yang ada di punggung Imung saat itu. Misel tersenyum dalam hati. Saat itu dilihatnya Imung tidak lagi sebagai banci tapi sudah seratus persen laki-laki!

Bukan Banci BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang