drrrttt drrrrttt drrrttt
getaran di atas meja rias menghentikan aksi Naza sedang menguncir rambutnya dan beralih meraih benda mungil membiarkan rambutnya tergerai, tanpa kembali menyisir rambutnya dia langsung berdiri dari duduknya, meraih tas rancel yang tergeletak di atas meja belajar dan keluar dari kamarnya berjalan menuruni anak tangga tergesa-gesa.
"mama, papa, abang, adek, aku pergi dulu ya. assalamu'alaikum"teriak Naza membahana dan berlari keluar rumah.
orang-orang yang tadi mendengar teriakan Naza hanya terbengong dan menatap jam di dinding yang baru menunjukan angka 6 lewat sedikit, dengan kompak mereka ber empat menggeleng dan kembali melanjutkan sarapan paginya.
.
Naza berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit tak memperdulikan para suster yang menatapnya heran dan bingung, yang ada di otaknya saat ini bertemu dengan Chealse, meski jam di pergelengan tangan kananya masih menunjukan angka 7 : 30 tapi dia sudah tak bisa menahan rasa penasarannya lebih lama, apalagi dengan perkataan dokter Bayu kemaren.
"hosh hosh hosh"
Naza masih sibuk mengatur nafasnya yang tersenggol-senggol dan menatap suster Mila -suster yang merawat Chealse- dengan tatapan 'dimana peria yang menjenguk kak Chealse?' seolah tau arti tatapan Naza suster Mila menunjuk pintu kamar rawat Chealse yang tertutup sempurna.
Naza berjalan mendekat dan mencoba membuka pintu kamar rawat Chelsea, tapi sayang pintunya terkunci, Naza beralih kembali menatap suster Mila.
"di kunci dari dalam, kita semua nggak ada yang punya serep kamar Chealse"kata suster Mila menjawab tatapan Naza.
Nafas yang masih belum normal tak menghilangkan cara kerja otaknya, dan pertanyaan demi pertanyaan kembali hadir di otak Naza. semua yang bersangkut pautan sama Chealse terasa sangat mengganjal di otaknya.
tak ada cara lain untuk mengetaui apa yang mereka bicarakan, Naza mendekatkan telinganya di daun pintu menajamkan indra pendengarannya, tapi dia sama sekali nggak bisa mendengar apapun, ruangan itu seolah kedap suara.
"percuma Naza. ruangannya kedap suara"
dan semuanya semakin nampak ganjal di fikirannya. emangnya mereka membicarakan apa? dan siapa yang memberi kedap suara? memangnya di perbolehin sama yang punya? dan apa untungnya? semua pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuat Naza gemas dan penasaran.
"siapa yang menangani kak Chealse kak?"
"aku sendiri Za"
kening Naza semakin bertautan mendengar perkataan suster Mila "dokter?"
suter Mila menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Naza "nggak ada, ini semua atas perintah yang punya rumah sakit"
Naza mendesah pasrah dan menggelengkan kepalanya. ini semua semakin terdengar mengganjal. apa hubungannya yang punya rumah sakit sama Chealse? setaunya rumah sakit ini bukan milik Chealse, Chealse bukan orang berada sepertinya, dia hanya hidup pas-pasan bukan bergelimangan harta seperti dirinya.
dengan kasar ia meraup wajahnya dan menyenderkan tubuhnya di pintu kamar inap Chealse, fikirannya terasa sangat penuh, di lain sisi ia ingin bersikap acuh dan hanya terfokus untuk mengejar dokter Verdhi, tapi di sisi lain dia tidak bisa, walau bagaimanapun Chelsea adalah sahabat yang selalu ada buatnya, yang selalu membantu apapun masalahnya, mau kecil atau besar, dia tidak mungkin membalas air susu yang di kasih Chelsea dengan air got.
kreeeekkkkk
brrrrruuuuukkkk
"AWWWW"
tepat setelah pintu terbuka lebar Naza terjatuh mengenaskan, kepalanya sedikit membentur lantai rumah sakit yang mampu menghantarkan beberapa bintang berputar-putar di atas kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
That's Love
Teen Fictiondisaat aku berdiri di sampingmu, kamu mengacuhkanku, seolah aku adalah cewek yang nggak kamu kenal. saat aku berdiri di depanmu kamu mengacuhkanku dan pergi tanpa kata. di saat aku ingin memegang tanganmu kamu menyentaknya dengan kasar dan...