TL | End

16K 527 26
                                    

gua gak tau gua ngetik apaan. yang ada di pikiran hanya namatain cerita ini, dan beralih ke cerita lain. sory kalau gaje. karena ini gua kejar tayang, gak gua edit juga ceritanya. harap maklum yah kalo ada kata-kata yang ganjel atau apapun lah itu. oh iya. ini gk ada epilog. ini udah end

Verdhi hanya diam, menatap Naza yang sedang berbicara dengan gadis cantik khas jepang menggunakan bahasa jepang. Mereka terlihat sedang berdebat,

Gadis berpewakan mungil, hidung mancung, mata sipit, kulit putih pucat, rambut hitam sepunggung tanpa poni, berdecak jengkel. Mengulurkan tangannya, menerima dokument yang ada di tangan Naza dan berlalu pergi. Sepertinya gadis itu sedang kesal dengan Naza, entah kenapa.

"Dia siapa?" tanya Verdhi menatap Naza yang sedang berjalan mendekatinya, duduk di tepi ranjang.

"Temen kuliah." Jawab Naza singkat, merapikan selimut yang sedikit melorot ke bawah. "tidur gih, biar cepet sembuh, udah malem juga." Sambung gadis itu lengkap dengan senyuman manis.

Verdhi menepuk-nepuk ranjang di sebelah yang kosong. "Temenin aku sampe bener-bener tidur,"

Naza mendengus geli, kepalanya mengangguk, berjalan memutari ranjang dan duduk di sebelah Verdhi yang sudah berbaring. Tangan kirinya di genggam erat, seolah takut kalau Naza akan pergi tanpa sepengetahuannya.

"Kamu gak mau pulang ke Indo? Gak mau liat anak Tasha?" tanya Verdhi menatap Naza lurus.

Naza hanya tersenyum tipis. Pulang? Kalau boleh jujur, dia ingin pulang, tapi dia takut bertemu papanya, dia takut kalau mamanya akan tersakiti lagi. Dia hanya tidak rela mamanya terus di bodohi seperti itu.

"Kamu gak ingin ketemu papa kamu? Kamu gak kangen sama dia?"

Naza hanya terdiam mendengar perkataan Verdhi, mengalihkan pandangannya dari tatapan Verdhi yang tertuju ke arahnya.

"Dia sakit, Za. Dia... dia kacau tanpa mama kamu, mungkin keputusan kamu pergi sama mama kamu itu keputusan yang baik, berkat kalian pergi, aku tau gimana rasanya di abaikan, di acuhkan, tidak di ingini, tapi aku juga tau gimana rasanya memperjuangkan. Dia juga sama seperti aku, cuman, dia lebih memilih untuk bekerja setiap harinya tanpa istirahat. Aku tau ini saat di rumah sakit waktu itu, aku melihatnya terbaring dengan tatapan mata kosong. Kita kacau tanpa kalian."

Naza menelan salivanya susah payah, dia tau keadaan papanya memburuk, dia tau dari abangnya yang gak sengaja dengar waktu mamanya berskype sama abangnya. Tapi... dia hanya takut, dia tau rasa sakit seperti apa, dan dia juga tau kalau mamanya sering melamun tanpa di ketahui wanita itu.

"Gak baik nyimpen dendem,"

Lamunan Naza buyar mendengar perkataan Verdhi.

"Siapa juga yang dendem?" tanyanya sebal.

Verdhi hanya terkekeh, mencubit hidung Naza gemes, Naza hanya melirik Verdhi geli, ikut mencubit hidung bangir prianya, membuat Verdhi tertawa.

"Udah sana tidur, udah jam berapa ini?" kata Naza ikut berbaring di samping Verdhi, memiringkan tubuhnya menatap Verdhi dengan senyuman manis, tangan mereka masih bertautan, saling menggenggam erat.

Tangan kanan Naza yang bebas, menutup mata Verdhi beberapa detik, menggeser ke kiri, mengelus pipi Verdhi yang semakin tirus.

Merasakan elusan di pipinya, Verdhi menyamankan dirinya untuk tidur. Selama beberapa bulan dia tidak pernah bisa tidur kalau tidak meminum obat tidur, kini hanya dengan Naza yang mengelus pipinya, dia berasa nyaman untuk tidur, bahkan tanpa hitungan menit, Verdhi sudah terlelap. Tangannya yang tadi menggenggam tangan Naza erat, perlahan mengendur.

That's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang