Sory. part kemaren aku private. tapi mulai part besok kayaknya aku gak private lagi. soalnya Miror Web-nya udah berhenti, Bhak. #sotoy. tapi moga aja berhenti. jadinya aku gak perlu private-private ceritaku segala. ok readers. gak perlu banyak cincong. langsung aja happy reading. :D
>>>>>>>>>>
Author pov
Hampir 7 bulan Naza pergi tanpa kabar, selama itu Pula Verdhi mengabaikan kewajibannya di RSJ, yang di lakukannya hanya pontang-panting kerumah Naza dan rumah om serta tantenya Naza, demi mencari tau keberadaan sang kekasih hati. Tubuhnya makin lama semakin terlihat kurus, napsu makan lelaki itu sirna entah di mana. Dalam pikiran lelaki itu hanya ada satu nama dan mungkin akan selalu ada satu nama. Naza. Bahkan anak Tasha pun sudah lahir kedunia, tapi dia belum juga menemukan sang kekasih.
Riuh canda tawa di rumah kediamannya sama sekali gak membuat Verdhi tertarik. Lelaki itu bangkit dari duduknya, berjalan keluar rumah, menulikan telinganya dari panggilan keluarganya yang sedang berkumpul.
Kepalanya mendongak, menatap langit yang mulai menghitam akibat mendung, gak lama, rintik-rintik air turun perlahan, membasahi bumi. Tanpa memperdulikan air yang turun, Verdhi berjalan kearah mobilnya, melajukannya ke rumah om dan tante Naza, rumah yang selalu dia kunjungi beberapa bulan ini, meski hasilnya sama. Sia-sia.
Tapi bagi Verdhi, gak akan ada kata sia-sia, meski sampai mati dia gak bakal ketemu Naza, baginya yang terpenting berusaha, dari pada merenungi nasib yang gak akan berpihak pada siapapun yang lemah dan menyerah. Gak! Cukup sekali dia menjadi orang bodoh, gak ada yang kedua atau ketiga.
.
Calvin mendengus melihat mobil orang yang sudah dia dan keluarganya hapal terparkir sempurna di depan pagar rumahnya. Velin yang melihat mobil Verdhi terparkir di depan rumahnya di ikuti orangnya yang keluar meringis kasian.
"Apa gak sebaiknya kita kasih tau Naza, Calv? Kasian Verdhinya---"
"Sssttt, mama gak usah komentar, Calvin tau apa yang harus Calvin lakuin, dan jangan coba-coba bicarain apapun ke Naza sebelum Calvin bertindak,"
Delvo mendengus mendengar perkataan di sertai nada gak terbantahkan keluar dari mulut abangnya, yang sudah pasti gak akan ada yang berani mengganggu gugat.
Calvin berjalan menjauh dari jendela rumahnya, membuka pintu dan berdiri menantang di depan Verdhi yang sedang terguyur hujan, tapi lelaki itu sama sekali gak perduli.
"Loe mau apa lagi sih, he? Bukannya kemaren gua udah jelas-jelas ngomong kalau gua gak bakal ngasih tau di mana Naza? Lagian gua gak tau di mana bocah tengik itu sekarang, percuma loe nyiksa diri kayak gini, gak akan ada hasilnya!"
"Gua gak akan ganggu dia, gua hanya ingin liat dari jauh kalo loe takut gua deketin dia lagi, Calv. Gua hanya ingin liat dia, karena dia dunia gua, gua kosong tanpa dia,"
Calvin mendengus, "Setelah dia pergi, loe baru kayak gini, di mana loe dulu-dulu? Dan loe itu budek apa begok sih? Gua udah ngomong ber ratus-ratus kali kalo gua gak tau di mana Naza sekrang,"
"Gua yakin loe dan keluarga loe tau, kalopun kalian emang gak tau, gua gak akan berhenti, sampai gua mati gua gak akan berhenti buat nyari tau di mana dia sekarang,"
Calvin mendesis jengkel. Kenapa pria di hadapannya ini susah sekali di usirnya?
"Terserah!" serunya gak perduli, masuk kedalam rumah, membiarkan Verdhi terus menerus di guyur hujan, sama sekali gak ada tawaran untuk Verdhi berteduh.
Verdhi menundukkan kepalanya, tersenyum miris sama apa yang terjadi. Dulu, Naza yang selalu mengejarnya, gak perduli cacian yang terlontar dari mulutnya, gak perduli hujan yang mengguyur tubuh gadis itu, gak perduli perlakuan kasar dan semena-mena darinya. Kini... semuanya berbalik. Kini dia yang mengejar Naza, kini dia yang mengemis informasi tentang gadis itu, kini dia merasakan penolakan dari berbagai pihak. Mungkin, dia belum merasakan rasa sakit yang di tanggung gadis itu sepenuhnya, dia hanya merasakan rasa sakit dari setengah yang di rasakan Naza.
KAMU SEDANG MEMBACA
That's Love
Teen Fictiondisaat aku berdiri di sampingmu, kamu mengacuhkanku, seolah aku adalah cewek yang nggak kamu kenal. saat aku berdiri di depanmu kamu mengacuhkanku dan pergi tanpa kata. di saat aku ingin memegang tanganmu kamu menyentaknya dengan kasar dan...