keputusanku sudah bulat akan menerima perkataannya. no!! salah!! aku baru ingat kalau setiap kata yang ia keluarkan tidak meminta balasan penolakan atau menerima.
"ada apa?'
reflek kepalaku menoleh kedepan menatap peria di depanku yang sedang duduk persis di depanku, wajahnya terlihat sangat datar. ugh aku sangat membenci wajah datarnya.
Kuhela nafas panjang. aku sudah fikirkan matang-matang kalau aku akan bikin dia menjadi setright meski aku tau seorang gay nggak akan pernah menjadi setright, tapi setidaknya aku sudah berusaha masuk kedalam hidupnya untuk mengubah alur hidupnya yang sedikit melenceng.
bibirku tertarik keatas "mau pesen apa?"
dia tak menanggapi perkataanku, kepalanya menoleh kebelakang melambai memanggi seorang waitress. denyutan pilu kembali kurasakan, tenggorokanku rasanya tercekat melihatnya mengacuhkanku seperti itu.
mataku menatap meja melihat 3 gelas kopi berada di depanku, yah selama menunggunya hampir 2 jam lebih sudah 3 gelas kopi serta 2 juss mangga tandas di tenggoranku . menyedihkan? tidak!! menurutku tidak. yang penting dia datang.
"saya pesan frapuccino de orio dan kue Sus Vla"ucapnya tanpa menatap mbak-mbak waiters yang tadi melayaniku, mbak-mbak itu menatapku menunggu pesanan yang akan aku pesan.
aku tersenyum ala kadarnya, antara malu dan canggung "rainbow cake sama hot chocolate aja mbak"
kepala mbak-mbak itu mengangguk dan membaca ulang pesanan kami "ada lagi?"tanyanya yang aku jawab gelengan kepala dan ijin pergi.
tatapanku beralih ke dokter Verdhi yang sedang asyik melihat jalanan, tatapannya terlihat kosong, mulutnya terkatup rapat, wajahnya datar, tanpa aku sadari mataku sudah berkaca-kaca, kepalaku menunduk menghalau air mata yang ingin keluar dari mata.
"maaf"ucapku purau menahan gejolak di dadaku yang sangat perih, bibirku bergetar menahan perih di dadaku dan menahan air mata yang ingin tumpah.
"aku tau kelakuanku selama ini kurang ajar, aku minta maaf untuk itu"sambungku masih menunduk, mulutku terbuka menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum kepalaku mendongak menatap wajahnya yang masih menatap jalanan. apa segitu tidak menarik-nya wajahku sampai dia nggak mau menatapku? meninggalkan tatapannya kejalanan dan beralih menoleh kearahku, sebegitu bencikah dia karenaku? "aku tau aku salah... tapi... aku nggak akan ngelepasin kamu"
dengan cepat kepalanya menoleh kearahku, rahangnya mengeras, matanya menatapku tajam.
"sampai kapanpun"dan berkat kata itu rahangnya semakin mengeras, matanya semakin menatapku tajam penuh dengan kebencian. hatiku mencelos melihat tatapannya itu, bukan itu yang ingin aku lihat dari wajahnya.
"kamu kira kamu siapa? kamu bukan siapa-siapa yang berhak mengatakan itu, kamu—-"
"aku pacarmu. kamu sendiri yang bilang kemaren kalau kamu pacarku jika itu kemauanku bukan? dan itulah kemauanku"
rahangnya semakin mengeras, tatapan matanya menggelap, senyuman sinis keluar dari bibirnya, yang baru pertama kali aku melihatnya "ternyata kamu se murahan itu ya?? aku nggak nyangka anak-nya Dipto se murah ini. kamu tau? kamu lebih menjijikan dan murahan dari wanita di club malam"katanya menekan di bebepa kata dan pergi begitu saja dari hadapnku yang terdiam di tempatku.
mataku menatap kursi di hapanku yang tergeletak akibat ulah dokter Verdhi yang berdiri tiba-tiba. air mataku sudah tak bisa terbendung lagi, hatiku mencelos mendengar perkataanya. murahan? bibirku tertarik keatas tersenyum pedih.
murahan. aku nggak tau kalau aku segitu jeleknya di mata dia.
murahan. kata-katanya yang tajam terus mengiang di kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
That's Love
Teen Fictiondisaat aku berdiri di sampingmu, kamu mengacuhkanku, seolah aku adalah cewek yang nggak kamu kenal. saat aku berdiri di depanmu kamu mengacuhkanku dan pergi tanpa kata. di saat aku ingin memegang tanganmu kamu menyentaknya dengan kasar dan...