32. Kegelisahan

87 13 4
                                    


Happy Reading...

"Aku berdo'a agar Allah selalu menjagamu, meskipun aku bukan yang kamu harapkan. Mungkin do'aku adalah cara terbaikku mencintaimu tanpa melanggar syari'at."

_Zayyan Assatibi_

***

Gus Syakir bersandar di bawah tiang aula, kedua tangannya terlipat di depan dada, memperhatikan dengan seksama interaksi yang baru saja terjadi. Tatapannya tajam, menangkap setiap gerak-gerik Salsa dan pemuda dari pesantren lain——seseorang yang sejak tadi tak lepas memandang gadis itu.

Dari kejauhan, ia melihat jelas bagaimana Salsa tersenyum. Senyum itu… senyum yang jarang sekali ia lihat, seolah memiliki makna yang lebih dari sekadar keramahan. Ada sesuatu di sana——sesuatu yang membuat dadanya terasa sesak tanpa alasan yang bisa ia jelaskan.

Mata Gus Syakir menyipit, tatapannya menggelap seiring perasaan yang mulai mengusik hatinya. Namun, ia tak menunjukkan apa-apa, hanya diam di tempatnya, menunggu. Dan saat Salsa mulai berjalan mendekat, pandangannya tetap tak beranjak dari sosok itu.

Salsa baru menyadari kehadiran Gus Syakir di hadapannya. Langkahnya terhenti sejenak, lalu ia menundukkan kepala dengan sopan.

"Assalamu’alaikum, Gus," ujar Salsa pelan, suaranya terdengar ragu namun tetap mengandung rasa hormat.

Gus Syakir menoleh perlahan. "Wa’alaikumsalam." Nada suaranya datar, namun ada sesuatu di baliknya——sesuatu yang sulit diartikan. Tatapannya tetap tajam, menusuk seperti hendak menembus pertahanan Salsa.

Sejenak, keheningan menggantung diantara mereka berdua. Hanya ada suara angin yang berhembus pelan, menggoyangkan ujung hijab Salsa.

"Kamu lama di sini?" akhirnya, Gus Syakir membuka suara, nadanya tetap datar tanpa sedikit pun emosi.

Sekilas, matanya melirik ke arah Salsa—tatapan tajam yang seolah ingin menembus pikirannya, mencari sesuatu yang tak terucapkan. Namun, tak ingin berlama-lama, ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, menjaga dirinya tetap dalam batasan.

Salsa mengangguk cepat, sedikit bingung dengan sikap Gus Syakir yang terasa lebih dingin dari biasanya. Namun, ia tak terlalu memikirkannya. "Iya, Gus. Baru selesai beresin gudang. Ada yang perlu saya bantu?" tanyanya hati-hati, tetap menjaga nada sopannya.

Gus Syakir tak langsung menjawab. Tatapannya terarah ke jalan keluar, ke tempat di mana Azhar tadi menghilang. Rahangnya mengeras tipis sebelum akhirnya ia membuka suara, nadanya datar namun sarat makna.

"Siapa dia?" tanyanya dingin

Salsa melirik sekilas ke arah Gus Syakir, menangkap sorot tajam di matanya. Ia menghela napas pelan sebelum menjawab seadanya, "Teman lama, Gus." Tak ada penjelasan lebih lanjut—seolah tak merasa perlu.

Gus Syakir mendengus pelan, mengalihkan pandangannya ke arah lain seolah tak peduli. Namun, ada ketegangan halus dalam gerak-geriknya—sesuatu yang sulit disembunyikan. Nada suaranya tetap dingin dan tegas saat akhirnya ia berbicara.

"Hati-hati, Salsa. Jangan terlalu dekat dengan orang luar. Nanti ada yang salah paham."

Salsa menunduk, perasaan tak nyaman menyelinap di hatinya. Kata-kata itu terdengar seperti peringatan, namun juga sindiran halus yang membuatnya tak bisa membalas. Suasana mendadak terasa lebih canggung.

Cinta Dalam Diam (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang