CHAPTER 5

185 11 0
                                    

Recommended songs for this chapter :

Be My Baby - Ariana Grande ft. Cashmere Cat

Need You Now - Lady Antebellum

Lovestruck - The Vamps








* * *








"Ben? Kau.... kita tidak... maksudku.." aku menatap Ben dan Ashton bergantian --lebih tepatnya menatap Ashton takut-takut--.
Ben beringsut mendekat kearahku.
Ashton mengawasi gerakan Ben dengan ujung matanya.

"Sepertinya kau lupa bahwa aku sahabatmu, sunflower." Ashton bangkit dari duduknya.

'Tuan sarkastik satu ini memang benar-benar tidak bisa membantu.' Batinku menggerutu, salah tingkah.

Ben mengambil alih pembicaraan, "GC, aku minta maaf karena tidak menjawab teleponmu siang tadi." Ben menghela nafas pelan, ia melirik Ashton sekilas dan melanjutkan, "kau ingat semalam aku harus menemui seseorang, bukan?" Ia menunggu jawaban, aku menggangguk, masih menunduk.

"Selain harus menemuinya, aku juga harus menemani dan mengantarnya ke Bandara pagi tadi. Dan yang membuat kacau adalah, ponselku tertinggal dirumah."

"Ku harap kau cukup pintar, G." Ashton menyeletuk. Ia masih mengawasi Ben dengan seksama. Tatapannya mengintimidasi. Kemudian ia berbalik dan berjalan menuju pintu apartemen. "Aku pulang. Kabari aku jika mahasiswa cerdas itu sudah selesai berargumentasi." Ashton membuka pintu dan menutupnya keras, aku terhentak. Pandanganku beralih pada Ben, entah mengapa kali ini tatapannya tidak terbaca.

"GC, kau mendengarkanku, kan?"

Aku bergeser memberi jarak dari Ben, bangkit berdiri dan membereskan meja makan. Aku memindahkan peralatan makan yang selesai dipakai ke tempat cuci piring. Ben mengekor, membantu membilas piring serta gelas dan meletakkannya di kabinet. Untuk beberapa saat kami hanya sibuk membereskan dapur, tidak membahas pembicaraan berat yang terjadi beberapa saat lalu.

Begitu selesai, aku mengambil 2 botol susu strawberry dan memberikan satu kepada Ben, menggiringnya ke ruang santai dan menyilakannya duduk. Aku masih berdiri dan bersandar pada tembok yang menghubungkan ruang santai dan dapur, tidak begitu jauh dari Ben, menyesap pelan susu strawberry dingin dalam genggaman.

"Sampai kapan kau akan berdiri disitu?" Ben menepuk-nepuk bagian sofa kosong disampingnya, memberi isyarat agar aku mendekat. Aku menyerah dan berjalan menghampirinya, beringsut mendekat lalu serta merta memeluk Ben. Air mataku jatuh.

Aku menangis. Dan mirisnya aku menangis karena merasa bersalah.

Merasa bersalah pada Ben karena aku memikirkan Harry.

HEART BEATSWhere stories live. Discover now