8

4.4K 329 6
                                    

8.

Disinilah sekarang Caca berdiri di depan gedung mewah bernuansa musik hitam dan putih. Caca memasuki gedung itu mencari keberadaan Eliya, Radha, Maxi, Maxon, Darren, dan Willy. Caca melangkahkan kakinya menuju suatu ruangan berAC, membuka pintu itu lalu disambut heboh oleh mereka.
"Aaaa Cleooooo!!!!" ujar Eliya lalu memeluk tubuh Caca dengan erat, "lepas el, megap megap nih gue" ujar Caca dengan terbata membuat semua yang ada di ruangan ini tertawa tak terkecuali Eliya.

Eliya terkekeh lalu melepaskan pelukannya pada Caca "lo kemana aja Cle? Baru keliatan? Lo tau gak PM kita masuk Grand Final yang lomba di Amerika itu sumpah gua seneng banget" ujar Eliya dengan histeris. Caca yang mendengar itu menganga tak percaya itu artinya sebentar lagi anak didikannya menjadi artis dunia. "Serius?!" pekik Caca berlari dan duduk di antara kedua kakak beradik itu Maxon dan Maxi, sudah menjadi kebiasaan Caca menyempil diantara mereka dengan alasan 'harumnya enak'.

Maxon menoyor kepala Caca "Nyempil mulu lo! Mending kecil, emm ya emang kecil sih!" ujat Maxon lalu terkekeh kecil dengan perkataannya. "Woooo!!!" sorak Caca dan Maxi juga menoyor kepala Maxon. "Iya beneran, itu artinya kita semua juga jadi artis Yeay!" ujar Radha tak kalah histeris dengan Eliya. Caca tersenyum bangga pada anak didiknya. "Grand Finalnya Jumat depan di Mexiko itu artinya kita hari senin udah ada disana gladi bersih dan embel embel yang gak banget lainnya" ujar Willy dengan malas ia menghela nafas panjang.

Caca tersenyum senang. "Yey. Gue bisa kabur" gumam Caca di tengah senyumannya, tetapi Maxon masih bisa mendengar gumaman Caca. "Mau kabur?" bisik Maxon. Caca diam. "Yaa kabur dari-- kegiatan sekolah!" dusta Caca, Maxon mengerutkan dahinya "bukanya lo suka ya kegiatan sekolah" ujar Maxon membuat Caca salah tingkah dan menepuk dahinya, Caca menunjukan deretan gigi putihnya "tau ah Max" ujar Caca pada akhirnya. "Kan kemaren lo gak ikut tuh, nah sekarang lo ikut apa enggak nih?" tanya Darren pada Caca dan semua mata memandang Caca kecuali Maxon yang sudah mengetahui jawabannya terlebih dahulu. "Bisa, bisa banget, kalo berangkat besok juga bisa kok, hari ini juga bisa" ujar Caca dengan semangat. Eliya bersorak senang. "Yesh! Akhirnya lo ikut juga Cle"

Caca memutar kedua bola matanya "panggil Caca aja jangan Cleodra kepanjangan" ujar Caca lalu menyandarkan tubuhnya di sofa. Eliya menggeleng "gak ah, bagusan Cleodra tau apalagi nama twitter lo Cleocaca. Apa gue panggil lo Cleocaca aja ya?" ujar Eliya panjang lebar. Yap! Memang disini yang paling polos adalah Eliya dan Eliya entah mengapa sangat tertarik untuk berteman dengan Caca. "Wehh, makan yok cacing cacing di perut gue kurang nutrisi kita ke caffe depan aja" ujar Willy dan mereka semua sepakat. Seperti biasa Caca selalu berjalan berdua dengan Maxon, Maxi dengan Radha, dan Darren dengan Eliya. Willy? Dia asik dengan ponselnya dan gaya coolnya.

Semua sudah berjalan di depan kecuali Maxon dan Caca yang berjalan sangat pelan dan berada di barisan paling terakhir. "Lo lagi ada masalah Ca?" tanya Maxon memasukkan kedua tangannya di saku jeansnya. Caca mengangkat kedua bahunya "setiap orang pasti punya masalahnya sendiri kan?" ujar Caca dengan enteng. "Tumben lo bisa ke Mexico? Biasanya enggak. Kenapa? Kalo ada apa apa cerita sama gue" ujar Maxon dengan hati hati. Caca tersenyum kecil mereka semua pergi tapi masih ada anak anak PM yang bisa ia gunakan sebagai tempat bercerita.

"Lain kali ya Max" ujar Caca dengan senyum tulusnya, Maxon melongo dalam hatinya. Ia tidak pernah melihat senyum itu sebelumnya, entah apa dan mengapa hatinya menghangat melihat senyum itu. Maxon tertular senyum itu "gak apa kali Ca, gue cuma nawarin aja" ujar Maxon lalu terkekeh. "Eh Max, lo kan SMA Pelita Bangsa tuh ya, berarti lo lusa lawan sekolah gue SMA Nusantara, gue kan juga ikut basket" jelas Caca, membuat Maxon tersenyum "iya, okee kita di lapangan tanding dan bersaing tapi kalo di luar lapangan jangan ya" ujar Maxon lalu terkekeh geli sama dengan Caca.

"Kok lo tau Ca? Lawannya gua aja gak di kasih tau" ujar Maxon binhung, Caca menunjukan deretan gigi putihnya "kan gue ketua pusat informasi jadi tau segalanya" ujar Caca bangga dan menepuk nepuk dadanya, mambuat Maxon geli. "Iya deh paham" ujar Maxon lalu merangkul pundak Caca, entah dorongan dari mana Maxon ingin sekali merangkul dan memeluk tubuh itu tetapi ia bukan siapa siapa Caca. Sampai mereka tiba di sebuah Caffe yang terletak tak jauh dari PM, mereka menarik beberapa kursi yang terletak di ruangan itu dan menggabungkan beberapa meja agar mereka bisa duduk dalam satu kelompok.

"Tumben PM, Ca?" Willy membuaka suaranya. Caca mengangguk "Pengen aja, kangen suasan PM kayaknya akhir akhir ini gua bakal ke PM deh, tapi masih kayaknya ya" ucap Caca lalu terkekeh kecil. "Sok sibuk sih lo mah" celetuk Radha, Caca tertawa kecil lalu mengambil ponsel di saku roknya, tak ada pesan. Tumben sekalih, biasanya Natha atau Adit selalu rajin mengirimkan pesan untuknya. Caca tersenyum pahit.

Tuk!

Caca mengusap kepalanya kesal karena kepalanya di timpuk oleh sebuah sumpit dan ternyata pelakunya adalah Willy, Caca menatap pria itu tajam lalu mengambil sumpit dan melemparkannya pada Willy, dan begitu seterusnya hingga yang lain ikut berperang sumpit. Awalnya, Caffe yang sangat sepi dan rapi menjadi sangat berantakan dan sangat ricuh. Sumpit terletak di mana mana, kursi berjatuhan.

"Caca curang!! Jangan pake sendok geh, pala gua sakit goblok!" Protesan Darren membuat caca tertawa lepas. Akhirnya, gadis itu sudah bisa tertawa lepas. Wajahnya kini bersinar gembira, tak ada lagi kesedihan di wajahnya untuk saat ini. Ya, untuk saat ini, kita tak tahu bila nanti. "Hei. Hei! Ada apa ini?!" Sebuah teriakan menghentikan aktifitas mereka, semuanya menoleh dengan gaya masing masing, Caca melemparkan sumpit yang berada di tangannya kemana saja dengan senyum konyol. "Bersihkan Caffe saya. Sekarang!" Setelah mengatakan itu, banyak pegawai yang menyerahkan sapu, kain pel, dan pembesih kaca kepada mereka. Caca menghela nafas malas, ia mulai membereskan kursi kursi dan meja yang berantakan karena ulah mereka.

Sekarang sudah pukul dua dini hari, mereka baru selesai membersihkan caffe itu hingga bersih. Kini mereka terduduk lesu di depan Caffe, butiran keringat berada di dahi mereka. Caca mengipas dirinya sendiri dnegan tangannya. "Dikira tuh caffe kecil apa ya" gerutu Eliya. Semuanya mengangguk setuju. "Gua balik ya" Caca bangkit dari duduknya lalu mengusap keringatnya. "Gua anter" Maxon ikut berdiri bersama Caca. Bamun, Caca menggeleng "Gak usah, gua bisa sendiri kok. Lagian gua juga bawa mobil. Duluan ya gua capek banget" ucap Caca lalu berjalan menuju PM untuk mengambil mobilnya yang masih terparkir di sana lalu mengemudikan mobilnya menuju rumahnya. Tiba di rumahnya, ia melihat rumahnya sudah dalam keadaan gelap. Caca menghela nafas lega.

Caca membuka pintu utama, baru beberapa langkah ia berjalan lampu utama kini hidup, ternyata di hadapannya sudah terdapat putra dengan wajah dingin. "Dari mana saja?" Gumam Putra. "Main" jawab Caca seadanya. "Dan pulang pukul 2 dini hari, apa itu yang disebut main?" Suara Putra kini meninggi. Caca mendongak dengan tatapan terluka, untuk pertama kalinya Putra membetak dirinya, dahulu tak pernah sekalipun.

"Ayah berubah, caca benci ayah yang sekarang" Caca menyingkirkan tubuh Putra dari hadapannya lalu berjalan dengan cepat menuju kamarnya dan menangis sesegukkan hingga pagi tiba, ia tak tidur malam ini.

**

Vottment!

CleodraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang