Zero

21.2K 542 3
                                    

"Perasaan apa yang paling membahagiakan di dunia? Yaitu ketika kita menjelajah alam bersama orang yang kita cintai, menghayati dan menikmati betapa indahnya ciptaan-Nya." - Alexander Abelard.

●●●

"Ayo Alex, sedikit lagi!" Suara serak khas Tania terdengar mendominasi di antara keheningan yang menenangkan. Ia yang lebih semangat terlihat lebih unggul dari Alex yang sedang berusaha melangkahkan kakinya di medan yang tidak gampang.

Alex berhenti sejenak dan mendengus melihat Tania setengah mengejek dirinya. "Kau berbuat curang, kau sengaja menginjak batu itu agar batu-batu itu menghalangiku sehingga aku harus menghindar dan berhenti sejenak. Sedangkan dirimu terus mendaki tanpa memperdulikanku." Alex terlihat kesal tetapi tentu saja ia tidak sepenuhnya marah pada gadis itu.

"Uh oh, kau sedang mencoba marah ya?" Tania membuat ekspresi lucu di wajahnya sehingga membuat Alex gemas dan ingin mencubit pipinya segera. "Kira-kira tiga meter lagi, ayo berjalanlah siput pemalas." Tania menguatkan pijakan kakinya dan ia berjongkok menunggu Alex yang lamban sekali. Padahal sebelumnya Alexlah yang paling semangat untuk mendaki gunung bersama.

"Kena kau," suara Alex terdengar begitu dekat dan rambut Tania terasa diacak-acak. Tania mendengus kesal. Mereka sudah berdiri di posisi yang sama.

Tania menatap ke puncak, sedikit lagi. Ia mengencangkan jaket tebalnya. "Ayo Alex, sebentar lagi matahari akan terbit! Aku tidak mau ketinggalan."

Alex tersenyum dan mereka berjalan bersama ke atas, dengan semangat mereka mengalahkan rintangan yang sulit di pijakan kaki mereka. Seolah mereka sedang menantang langit. Seolah merekalah yang paling hebat di atas bumi. Alex merangkul Tania yang tubuhnya terlihat gemuk dibungkus oleh berlapis-lapis pakaian hangat dan super tebal, begitu pula dirinya.

"Ayo kita naik bersama-sama."

Tania tersenyum simpul dan mereka melangkah kembali. Beberapa menit waktu berselang terdengar teriakan dari Tania.

"Selamat pagi dunia...!" Ia tertawa bahagia, begitu pula kekasih hatinya, Alex. Mereka duduk menikmati indahnya lautan awan yang terasa begitu dekat. Menikmati hangatnya siraman matahari terbit dari timur. Mereka sepatutnya bersyukur.

"Senang?" Suara Alex kembali terdengar.

Tania yang sedang sibuk menatap indahnya ciptaan Tuhan pun menoleh kemdian mengangguk, "senang!" Ia berdiri dan menghirup udara segar dalam-dalam. Rasanya menenangkan sekali walaupun kadar oksigen menipis. Tangannya dibiarkan terbentang seolah ia akan terbang saat itu juga.

Tanpa ia sadari Alex ikut berdiri dan melakukan hal yang sama. Kemudian ia dapat merasakan tangan Alex sedang memeluknya dari belakang. Rasanya nyaman sekali. Tania tersenyum dan bersyukur karena rasa cinta dan kebahagiaan yang diperolehnya. Tania memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat dan ia dapat melihat tatapan Alex yang dipenuhi dengan cinta. Membuat gadis itu terharu dan matanya berembun saat itu juga.

Alex menatap mata orang yang dicintainya dengan sangat intens. Jarak wajah mereka yang sangat dekat membuat Alex tergoda untuk mencium gadis itu sekarang juga. Ia berpikir lagi, ah, itu ide yang sangat buruk. Kemudian terjadilah perdebatan antara logika dan perasaannya.

Tania menatap nada keraguan dari mata Alex, ia tidak tahu apa yang dipikirkan pria itu tapi yang pasti ada hal lain yang ia inginkan. Mereka berdua sama-sama termenung dengan pikiran masing-masing namun kemudian Tania dapat merasakan hembusan nafas Alex menggelitik wajahnya. Wajah mereka saling berdekatan. Tiba-tiba saja binir Alex menyentuh bibir Tania dengan sangat lembut.

Jantung Tania berdebar dengan kerasnya. Ia yakin Alex dapat merasakan getaran itu sampai ke tubuhnya. Dengan ragu-ragu Tania membalas ciuman itu. Beberapa menit kemudian adegan itu terhenti saat mereka benar-benar kehabisan nafas.

Alex tersenyum bahagia melihat kekasihnya, ia sangat senang. Apalagi Tania tidak menolak ciumannya walau pun ia dapat merasakan keraguan dari gadis itu.

"I love you."

I've waited a hundred years
But I'd wait a million more for you
Nothing prepared me for
What the privilege of being yours would do

If I had only felt the warmth within your touch
If I had only seen how you smile when you blush
Or how you curl your lip when you concentrate enough
Well I would have known
What I was living for all along
What I've been living for

Your love is my turning page
Where only the sweetest words remain
Every kiss is a cursive line
Every touch is a redefining phrase

I surrender who I've been for who you are
For nothing makes me stronger than your fragile heart
If I had only felt how it feels to be yours
Well I would have known
What I've been living for all along
What I've been living for

Though we're tethered to the story we must tell
When I saw you, well I knew we'd tell it well
With a whisper we will tame the vicious seas
Like a feather bringing kingdoms to their knees

(Turning page)

●●●

Dreams: Impossible Until it Done (CERITA SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang