Trenta

3K 145 5
                                    

"Bisakah kau membantu wanita itu berbelanja?" Alia kala itu sedang memegang katalog memeriksa beberapa pakaian lagi yang perlu dipajang. Gadis berusia muda itu mengangguk langsung mengerti.

"Merry, mengapa kau di sini terus? Kau tidak ada kelas?"

"Hm, aku bosan di kelas. Lagipula sebentar lagi ada pertunjukan."

"Pertunjukan seperti apa?"

Merry pura-pura berpikir, "pertunjukan yang terdapat adegan berlari di dalamnya. Romantis tetapi sekaligus mengerikan bagi satu pihak."

Alia mengernyit. Gadis gila di hadapannya ini terlalu banyak berkhayal. "Lupakan saja pertanyaanku."

"Tapi Alia, aku benar-benar berharap banyak kali ini. Aku tidak peduli teriakan orang berkata bahwa aku ini penonton yang egois. Aku hanya pengamat yang ingin merasakan akhir yang bahagia."

"Merry, kau sudah makan? Pembicaraanmu loncat ke sana ke mari, aku tidak mengerti. Kalau mau curhat nanti malam saja, okay?"

Merry berjalan mengikuti langkah Alia ke sudut yang lain. Alia terlihat sangat sibuk tetapi Merry tidak kunjung mengerti. "Terlambat kalau menunggu malam datang."

Kemudian suara bell berbunyi dua kali pertanda terdapat dua orang yang masuk. Alia langsung menoleh sementara raut Merry berubah drastis dan berjalan ke pintu masuk. Sinyal-sinyal kedatangan Alex membuat Alia ingin beranjak dari posisinya. Wajah tenangnya berangsur panik. Ia setengah berlari menuju tempat berlorong agar mereka tidak bisa melihatnya.

"Alia!" Suara Arya menggema dalam ruangan. Beberapa pengunjung berhasil menoleh memerhatikan mereka namun beberapa pegawai berusaha mengalihkan dan mengatakan bukan masalah besar.

Alia tidak peduli berapa kali namanya akan dipanggil. Yang pasti sekarang ia merasa dirinya sudah aman bersembunyi di kamar pas paling pojok dan terkunci. Alex atau siapa pun tidak akan mampu menjangkaunya lagi.

Suara Merry mulai menghilang perlahan. Gadis itu sepertinya tidak ingin terlalu ikut campur dengan masalah mereka. Kini suara yang terdengar hanyalah Arya dan Alex meneriakinya.

Alia berdiri di pojokan ruangan. Siapa yang tidak merasa ketakutan dikejar-kejar seperti ini. Ia merasa sesak nafas sesaat karena berlari namun ia tahu dirinya kuat. Ya, yang ia perlukan hanyalah bersabar sampai mereka menyerah dan pergi.

Beberapa menit kemudian Alia mulai teringat kalau fitting room di sini terhubung dengan ruangan istitahat pegawai. Tidak ada yang mengetahui kalau dinding belakang adalah connecting doornya. Tidak betah berlama-lama, Alia berusaha keras menarik pintu itu agar bergeser. Sialnya karena semua set di sini tergolong baru, jadi pintu itu sedikit keras.

Okay tenang, Alia. Aku tahu kau bisa melakukan apapun semuanya sendirian. Kau adalah wanita hebat. Ya, aku tahu itu. Gadis itu mulai mengangguk-angguk seperti orang aneh. Dengan sekuat tenaga ia menggesernya dan berhasil. Ya, ia berhasil.

Sialnya Alex sedang berdiri mencarinya di dekat ruangan belakang. Dan kemungkinan besar Alex berhasil menangkapnya.

Tidak.

●●●

Ia tahu riwayatnya tamat setelah ini. Alia bersandar di balik tembok menunggu Alex mendekatinya. Jantungnya berdebar keras hingga ia ingin pingsan rasanya. Baiklah Alex, aku menyerah... Kau boleh mengataiku egois, kau boleh memarahiku sesukamu.

"Alia mengapa kau menghindariku?" Kata-kata itu meluncur begitu saja dari hatinya yang terdalam. Selama ini, Alex selalu bertanya-tanya mengapa reaksi gadis itu selalu berlebihan. Padahal jika Alia menyikapinya dengan biasa saja, masalah akan selesai tidak selarut ini.

Dreams: Impossible Until it Done (CERITA SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang