Otto

4K 212 1
                                    

"Adakalanya seseorang terpaksa berbohong untuk menyembunyikan mimpi buruknya hanya demi kebaikan di satu pihak." - Alia Louisha.

●●●

Alia mengekori langkah ibunya yang berjalan menuju dapur apartemennya. Ia terlalu senang sekaligus takut-takut ibunya akan bertanya macam-macam--terutama mengenai Fero. Alia menarik salah satu kursi makan dan membuka bungkus roti beserta topping yang ada.

"Ini," Alia menyerahkan satu potong roti berisi selai blueberry kepada ibunya. Ibunya menerima lalu menggigit roti itu dengan pelan. Alia kembali berjalan dan membuat teh.

"Kau tidak perlu repot-repot, sayang. Aku ini ibumu, bukan tamu asing yang harus dilayani segalanya."

Alia tersenyum tipis, "justru karena ibuku yang datang aku harus repot-repot menyiapkan segalanya. Oh ya, ngomong-ngomong bagaimana kabar Ayah?"

"Dia baik," jawab Rosaline--ibu Alia setelah menelan kunyahannya. "Ibu kemari untuk membawamu ke Milan," tambahnya.

Kalau Alia sedang makan atau minum, mungkin ia akan mati tersedak saat itu juga. Untungnya tak ada satu makanan pun yang ada di dalam mulutnya sehingga respon darinya hanya diam terpaku sejenak.

"Ibu rasa sudah saatnya kau berkecimpung di dunia usaha kita. Kita tidak punya banyak waktu," ibunya mencoba berkata selembut mungkin dan berusaha mengatakannya tidak dengan unsur paksaan.

Alia terdiam, lalu memindahkan cangkir-cangkir tersebut ke atas nampan kemudian membawanya ke meja makan. "Ibu, bisakah kita membicarakan hal itu nanti?" Alia berdeham sedikit lalu menyesap tehnya.

Ibunya mengangguk dan berusaha memahami anak semata wayangnya. Rosaline berniat berjalan ke wastafel untuk membasuh tangannya namun ia terkejut saat melihat tempat pencuci piring itu dipenuhi piring-piring kotor dalam jumlah yang tidak sedikit.

"Apa yang kau lakukan dengan piring-piring ini, Alia?"

Alia tersenyum nyengir mengingat ia belum sempat mencuci piring tadi malam. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, "itu.. semalam ada acara makan malam di sini."

Rosaline membulatkan bibirnya, "bersama Fero?"

Fero? Kalimat itu meluluh lantakkan pagi ceria Alia. Bagaimana mungkin hanya sekali mendengar nama Fero rasanya ribuan jarum langsung menghujam ulu hatinya dengan tepat sasaran. Perih. Ia tersenyum pahit, berharap ibunya tidak menyadari perubahan air wajahnya. "Bersama Alex dan teman sekantorku, Ibu."

"Kau tidak mengajak Fero?"

Alia menahan nafas sekaligus emosinya, untung saja yang bertanya adalah ibunya. Kalau bukan mungkin tonjokannya sudah melayang kemana-mana. "Dia sedang sibuk belakangan ini, Bu." katanya bohong. Berbohong demi kebaikan tak apalah, pikirnya.

Ibunya tersenyum tipis, "Ibu ingin bertemu dengan Fero dan Alex. Nanti kita ke sana, ya?"

Alia tersenyum hambar lagi, "baiknya Ibu istirahat. Bukankah Ibu di pesawat berjam-jam semalaman?"

"Ah, ada benarnya juga. Tapi nanti setelah istirahat kita pergi, ya?" Ibunya menatapnya dengan penuh harap, dengan berat hati Alia mengangguk. Alia berjalan ke kamarnya dan berniat untuk mandi sekaligus menghindar dari segala pertanyaan sensitive ibunya.

●●●

Sore semakin menjelang, Alia baru saja selesai mandi. Sebenarnya ia melakukannya dengan terpaksa karena Rosaline--ibunya ngotot sekali ingin bertemu Alex dan Maminya. Bukan masalah jika hanya bertemu mereka. Semoga saja setelah ini Rosaline tidak merengek untuk meminta Alia membawa Fero ke hadapannya.

Dreams: Impossible Until it Done (CERITA SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang