Cinque

4.8K 244 1
                                    

Alex menyetir mobil dengan emosi yang membara. Ternyata seperti ini Fero yang ia kenal dulu. Berani-beraninya pria itu berselingkuh dan melakukan hal murahan di kantornya. Benar-benar menjijikkan! Alex meninju stirnya dan tak sengaja terdengar suara klakson yang berasal dari mobilnya.

Alex harus bagaimana? Apakah ia harus menceritakan keburukan pria itu kepada Alia? Bukankah itu menyakitkan? Bukan untuk Alia saja, Alex sendiri merasa sesak dan rasanya ia ingin sekali membumi hanguskan pria bajingan itu.

Seharusnya gadis sebaik Alia tidak pantas diperlakukan seperti itu. Benar-benar pria kurang ajar. Alex tak henti-hentinya mengumpat dan memaki Fero.

"Okay, Alex. Calm down." Alex menghela nafas dengan kasar.

Pasti ada cara lain. Pasti ada.

Alia benar, pria itu memang harus dibuat sakit hati dulu. Kata putus di awal terlalu mudah bagi Fero. Pria macam Fero harus tahu dulu bajingan itu seperti apa.

Alex menyunggingkan senyum liciknya.

"Ah, sial, macet!" Alex kembali mengumpat. Ia melirik arloji di pergelangan tangannya. Sudah menunjukkan pukul sebelas lewat empat puluh lima. Ia pasti terlambat.

Alex mengambil ponsel dari sakunya, kemudian menimbang-nimbang. Apakah ia harus menelepon Alia kemudian mengatakan semuanya?

"Halo, Alex. Kau dimana?" Suara renyah Alia terdengar ceria seperti biasanya. Ah, bagaimana mungkin Alex mengatakan berita buruk itu sekarang dan merusak segalanya?

Alex mendelik, "Alia aku minta maaf, aku tidak bisa hadir kali ini. Tolong sampaikan maafku kepada Mami, ya?" Kemudian ia memukul-mukul kepalanya frustasi. Benar-benar frustasi.

"Ah, baiklah. Apa kau sedang dalam masalah?" Tanya gadis itu. Alia terdengar penasaran sepertinya.

Otomatis Alex mendelik lagi, "tidak. Tidak. Kalau begitu sudah dulu, ya?" Ah, Alex, kau berbohong lagi, bathinnya.

"Ng.. baiklah." Suara Alia terdengar pasrah. Alex tahu Alia tidak mungkin memaksa. Alex harap Alia tidak kecewa karena semudah itu membatalkan acara makan siang mereka.

Alex menggantung panggilannya, pikirannya sangat kalut. Ketika ia melihat layar ponsel, gadis itu belum memutuskan panggilan.

"Alia.." suaranya keluar kembali.

"Hm, iya Alex?"

Butuh waktu yang lama bagi Alex untuk mengeluarkan kalimatnya. Alia dengan sabar menunggu kalimat itu keluar, kemudian akhirnya pria itu berkata, "kau bisa menerima tawaran Arya."

Bip. Telepon terputus.

Alex mematikan ponsel lalu mencampakkannya sembarangan di sisi kemudi. Ah, sial. Sial. Sial. Ia bahkan tidak rela mengatakan kalimat terakhirnya.

●●●

Sepulang makan siang, Alia langsung kembali ke kantornya karena ia ada janji dengan divisi lain untuk membicarakan proyek baru. Ia melirik arloji, masih ada waktu lima menit lagi. Untung saja kondisi jalan bisa diajak kompromi.

Alia keluar dari mobilnya lalu menutup pintu mobilnya pelan. Suara seseorang terdengar sedang memanggilnya, otomatis dirinya penasaran dan berbalik mencari-cari siapa si empunya suara. Tunggu dulu, suara siapa itu? Terdengar asing baginya, asing tetapi sedikit familiar.

Alia menyadari Arya tengah melambaikan tangan kepadanya. Kemudian pria itu tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih cemerlang setelah Alia menyadari keberadaan dirinya.

Arya berlari-lari kecil dan dalam sekejap pria itu sudah berdiri di hadapan Alia. Arya terlihat friendly daripada kemarin dan tak ada aroma canggung di sana. Sementara Alia grogi sedang ditatap atasannya sendiri.

Dreams: Impossible Until it Done (CERITA SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang