Ventinove

3.1K 145 1
                                    

Aku pergi duluan. Kau ingat jalan pulang ke hotel kan?

Alex tidak tahu apa yang terjadi, tahu-tahu saat ia mengecek ponsel ia mendapati pesan Arya untuk pergi lebih dahulu.

Ia mengernyit saat terpikir mungkin Arya bosan menunggunya terlalu lama. Alex memang suka begini, kalap kalau sudah jarang berbelanja. Akhirnya Arya meneruskan langkahnya berburu yang lain setelah mendapatkan dua buah kacamata kesukaannya.

●●●

Arya tidak tahu sudah berapa jauh ia membawa Alia pergi, ia harap Alex tidak melewati tempat ini. Salah satu cafe yang cukup tenang karena bukan jam makan menjadi pilihannya. Beberapa yang datang justru anak muda dan duduk di dalam. Begitu sampai Alia lebih memilih duduk di luar daripada di dalam dan Arya hanya bisa menurutinya.

"Jadi, bagaimana perasaanmu?"

"Maksudmu?" Alia menoleh sebentar, kemudian terfokus pada menu lagi.

"Sudah sejauh ini dan kau masih bertanya apa maksudnya." Pria itu mendesah sebal. "Bagaimana kesanmu setelah tidak lama bertemu? Kau ingat kan kita terakhir berjumpa dimana? Rooftop?"

Alia terhenti sejenak kemudian menatap Arya sebatas kemampuan matanya, "kau mengubah gaya rambutmu." Kemudian ia tampak sibuk menjelas menu yang ia mau kepada pelayan.

Pria yang berjarak beberapa puluh sentimeter di hadapannya itu membuang nafas kasar. "Apa kau hidup baik-baik saja? Sejauh ini?"

Alia mengangguk.

"Sebenarnya masih banyak ribuan pertanyaan yang muncul di kepalaku. Mengapa masalahnya begini. Mengapa kau pergi. Mengapa Alex jadi seperti itu. Aku yang gila kau tahu?"

"Gila?" Alia mendekatkan wajahnya, meneliti wajah pria itu lagi-lagi. "Ku rasa masih ada tanda-tanda kewarasan di sana."

"Alex lebih gila, Alia. Dia mencarimu kemana-mana. Dia kerja keras mencarimu dan melupakan tanggung jawabnya. Dia melangkah seperti orang kesetanan, matanya terfokus hanya padamu tapi orang hanya bisa melihat kenanaran dari kejauhan. Sesekali disaat lelah dan dia akan terdiam merenungi semuanya, bertanya dan mengulangi kalimat yang sama, bahkan sebelum yakin benar-benar bertanya ia tahu sendiri jawabannya. Kau senang melihatnya tersiksa sendirian?"

"Akulah tokoh yang paling tersiksa," Alia menelan ludahnya. "Kau masih tidak mengerti, Arya. Aku tidak pernah melarangmu untuk ikut campur tetapi kau terus saja bertingkah sebagai pengamat amatiran."

Mereka terdiam sejenak saat pelayan membawa baki-baki berisi makanan dan minuman. "Thank you."

"Kau tidak pernah bercerita."

"Aku sudah lelah mengorek kenangan lama. Aku hanya ingin semuanya berlalu begitu saja. Kali ini, biarkanlah waktu yang menyembuhkan semuanya. Aku akan bersabar walau memerlukan waktu yang lama."

Arya menghela nafas. Akhirnya ia lebih memilih fokus kepada croissant pesanannya. Rumit sekali ketika menghadapi Alia yang keras kepala. Mungkin kalau Alia mau menurut dan bersabar sedikit saja, masalah bisa selesai saat ini juga.

"Alia, apa yang kau takutkan?"

Alia terdiam. Bagaimana bisa Arya menohoknya dengan pertanyaan seperti itu? "Kau mau jawaban jujur atau bohong?"

"Jangan memutar-mutar, Alia."

Perempuan itu menghela nafas panjang. "Aku takut jadi penghianat," bisiknya.

Penghianat? Dahi Arya mengerut kemudian. Apa maksudnya?

"Kau bisa tanyakan sendiri pada Alex perkataanku barusan. Ia akan langsung mengerti."

Dreams: Impossible Until it Done (CERITA SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang