Zehn: Demon.

2.3K 149 5
                                    

Sosok mengerikan itu —yang tak lain adalah kapten Niklaus sendiri— masuk ke dalam kamar Abigail dan Aubree, lalu berjalan mendekati mereka.

Aubree bergidik ngeri ketika melihat sosok kapten yang berubah total itu. Kulit berwarna merah darah, tubuh jangkung —tingginya sekitar dua meter—, mata tajam dan berwarna merah, serta dua buah tanduk. Tak lupa gigi-gigi taring yang tajam itu.

"Pergi sana!" bentak Othello. "Ah, Tuan Vladimir, atau... Othello. Saya tidak menyangka kalau Anda mengetahui semuanya." Tawa sosok mengerikan itu menggelegar ke setiap penjuru kamar Abigail.

"Kau... kau siapa sebenarnya!?" tanya Aubree dengan gemetaran.

"Siapa aku? Yah, aku adalah iblis yang mengutuk kapal ini. Kau tahu kan, sebuah bantuan harus ada harganya."

"Pergi! Jangan ganggu kami!"

Tetapi sosok itu tidak mengindahkan permintaan Abigail. Ia berjalan mendekat dengan senyuman mengerikannya. Abigail hanya bisa memejamkan matanya. Seakan-akan pasrah, menunggu ajalnya.

Sepuluh detik...

Dua puluh detik...

Tiga puluh detik...

Satu menit...

Tidak ada apa-apa yang terjadi dengan Abigail. Gadis itu membuka matanya perlahan, dan langsung tersentak kaget ketika menyadari sesuatu.

Ia tidak mendapati Aubree dan Othello serta sosok mengerikan itu di kamarnya. Sedangkan pintu kamarnya terbuka lebar.

"Aubree! Othello!"

***

Abigail mengelilingi kapal pesiar raksasa itu untuk mencari teman-temannya. Ia sudah berasumsi bahwa kedua temannya diculik kapten alias iblis mengerikan itu. Sekaligus, ia harus mencari Almarhum kakeknya.

Ia sudah mencari kemana-mana. Mereka tidak ada di ruang makan, dek, dan dimana pun. Dan anehnya lagi, para penumpang lainnya beraktivitas seperti biasa. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Tiba-tiba...

"Clarissa?"

Abigail menoleh ketika mendengar seseorang memanggil nama Ibunya. Clarissa Heinz. Ia mendapati sosok yang sangat familiar baginya.

"Kakek?"

Ah, pucuk dicinta ulam pun tiba!

Secara tidak langsung, Abigail telah menemukan kakeknya, yang notabene salah seorang dari pembuat kapal Titanic II.

Pria paruh baya itu tersenyum lebar. "Oh, akhirnya aku bisa melihatmu, Clarissa! Papa merindukanmu!" Pria itu memeluk Abigail erat.

"Kakek! Aku bukan Clarissa! Aku Abigail, cucumu!"

Pria itu melepaskan pelukannya dan mengamati Abigail dari atas ke bawah. "Tapi kau mirip putriku, Clarissa." Abigail memutar bola matanya kesal.

"Aku adalah anak dari putrimu, Clarissa."

"Benarkah? Ah, akhirnya aku bisa bertemu dengan cucuku!" kata Kakek Abigail dengan polos.

"Kek, aku benar-benar butuh bantuanmu. Aku tidak peduli Kakek ini roh atau manusia. Bisakah Kakek memberitahuku dimana kapten iblis itu menyembunyikan kedua temanku?"

Raut wajah Kakeknya langsung berubah. "Kau sudah mengetahuinya?" Abigail mengangguk.

"Ah, Vladimir. Terima kasih banyak. Andai saja aku tidak memaksamu untuk meninggalkan Jerman," gumam Kakek Abigail dengan lirih.

"Kakek!"

"Ah! Maafkan Kakek, cucuku. Teman-temanmu sepertinya disembunyikan oleh iblis itu di dalam ruangan kapten. Tetapi, kau harus mengalahkannya terlebih dahulu."

"Bagaimana caranya?" tanya Abigail penasaran.

"Bakar lukisan titan itu dengan panas abadi."

Panas abadi?, batin Abigail. Baru saja ia ingin menanyakan hal itu kepada Kakeknya, beliau sudah pergi. Menghilang, entah kemana. Abigail pun segera pergi ke ruangan kapten.

Ia ingin mengakhiri semuanya.

***

Titanic IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang