Yang pasti,
Pembunuh kejam ini sedang jatuh cinta.***
Author's POV
Ali memacu mobilnya. Berusaha secepat mungkin menghadapi jalanan yang kala itu agak ramai.
Barusan Ali mendapat telefon mendadak dari Aldo yang menyuruhnya cepat pulang. Nada bicara Aldo pun terlihat khawatir. Entah apa yang membuat Ali langsung percaya dan memenuhi permintaan Aldo begitu saja. Tetapi Ali merasa ... ini hanyalah masalah sepele. Walaupun begitu, Ali harus mengetahunya.
Mau tidak mau, Ali harus mempercayai feeling dan insting yang lebih sering terbukti kebenarannya daripada saat dia menggunakan logika.
Ketika sampai apartemen, Ali langsung membuka pintu. Ali melihat sosok Aldo yang terduduk di sofa. Postur tubuhnya terlihat gusar.
Pelan, Ali menutup pintunya.
"Ada apa, Do?" tanyanya berjalan mendekati Aldo.
Mata Aldo masih sepenuhnya menusuk layar televisi. Maksud kata 'menusuk' di sini adalah mata Aldo sama sekali tidak berpaling dari layar televisi walaupun Ali telah datang. Terlihat tidak terganggu sedikitpun.
Ali menengok melihat televisi. Aneh. Orang iklan juga. Kenapa dipantengin sampe kayak gitu? Padahal iklan popok bayi, batin Ali.
"Woy! Do! Sebenarnya ada apa? Tau gini gue nggak pulang cepet!" kata Ali. Dan ngantar Prilly pulang, lanjutnya lagi dalam hati. Hah ... semoga Prilly baik-baik saja.
Aldo tersadar. "Oh ... eh? Ali? Cepet amat lo?"
Ali mendengus. "Siapa juga yang tadi tiba-tiba nelfon suruh pulang? Ada apa sih? Kalo nggak penting, gue cabut lagi," jelas Ali. Nganter Prilly pulang.
Oh astaga ... baru saja sehari ketemuan, kenapa pikiran Ali terus dipenuhi oleh sosok Prilly? Sungguh absurd. Ali bahkan juga tidak tahu apa maunya saat ini. Terlalu membingungkan.
"Habis iklan ada Breaking News. Ditemukan ada seorang laki-laki tewas bunuh diri di jurang, tepat di belakang diskotik The Laugh," ujar Aldo.
Deg!
Tubuh Ali menegang. Mayat Alexas telah ditemukan.
-------------
Ali's POV
Tubuhku kaku sepenuhnya mendengar penjelasan langsung dari Aldo.
Aldo juga masih terduduk gusar di sofa. Masih menatap kosong layar televisi berisi iklan-iklan.
Satu kenyataan lagi.
Mayat Alexas ditemukan setelah dua hari yang lalu ....
Kubunuh.
Heran juga. Kenapa polisi baru menemukannya sekarang?
Tapi seharusnya aku bersyukur. Setidaknya dalam kurun waktu ditemukan yang lama, jejakku mungkin sudah hilang terbawa angin."Selamat siang pemirsa. Kembali lagi di WOW-tv dalam Breaking News bersama saya Dini Ravika. Siang hari tadi, tepatnya kurang lebih pukul 12 ditemukan seorang mayat laki-laki atas nama Doni Alexas tewas di dasar jurang. Korban diperkirakan tewas bunuh diri. Sampai sekarang polisi masih menyelidiki kasus tersebut."
Tubuhku seakan mati rasa saat melihat seorang pembawa berita muncul memenuhi televisi. Pembawa berita itu tampak menanyai rekannya yang sedang live di tempat kejadian.
Aku melihat dengan jelas jasat Alexas yang sudah tertutup kantung kuning besar, dan diangkut beberapa orang untuk menjalani otopsi.
Dalam berita, lokasi kejadian sudah diberi pita kuning sebagai garis polisi. Banyak warga berkerumun di sekitar tempat kejadian itu. Tidak sedikit pula dari mereka yang menutup hidung. Baik dengan tangan atau kerah baju mereka. Aku langsung mengerti kenapa mereka begitu. Mungkin mayat Alexas sudah berada dalam proses pembusukan.
Tampak seorang polisi di wawancarai oleh seorang reporter. Seketika itu juga tubuhku menegang. Aku mengakui kalau aku ini pembunuh ulung. Tapi jika dengan masalah seperti ini, jujur aku pun juga bisa menjadi sangat waspada. Hingga dapat berkemungkinan aku meninggalkan Indonesia seandainya ada sedikit jejak yang tertinggal di TKP. Kalau tidak, mungkin aku sudah mati di eksekusi tembak.
"Mayat seorang pemuda yang baru diketahui salah satu pewaris Alexas Corp ditemukan tadi siang. Salah seorang warga melapor pada pihak berwajib karena merasa ada kejanggalan mengingat bau busuk asing yang menguar. Kami dari pihak berwajib masih menyelidiki motif apa yang terjadi pada korban. Sampai sekarang kasus ini masih diperkirakan bahwa korban melakukan bunuh diri," ujar Polisi.
"Apakah keluarga korban yang merupakan pemilik perusahaan Alexas Corp sudah mengetahui tentang kejadian ini, Pak?" tanya reporter.
"Sejauh ini dari pihak berwajib sudah menghubungi pihak keluarga. Mereka sudah menuju rumah sakit untuk menyusil jasat Doni Alexas yang akan menjalani otopsi."
"Baiklah. Terimakasih atas wawancaranya. Saya Rio melaporkan langsung dari tempat kejadian."
Setelahnya, hanya wajah seorang pembaca berita tadi yang disorot. Breaking News itu pun selesai setelah si Pembawa berita mengucapkan salam perpisahan.
Hell.
Hal ini sudah bisa membuatku lega. Setidaknya hal yang kulakukan sudah sangat rapi hingga para polisi goblok itu mengira kalau Alexas benar-benar mati bunuh diri. Beri congrats buat gue.
Dan untuk masalah otopsi, aku juga tidak yakin jika para juru otopsi per-otopsian akan mengungkap kejadian yang sebenarnya. Kenapa bisa begitu? Dari dulu setiap aku melakukan percobaan pembunuhan–bukan. Setiap kali aku melakukan pembunuhan dan korbannya menjalani otopsi, tidak ada satupun kasus yang dapat mengungkap itu semua. Congrats buat gue sekali lagi.
Apa mungkin anugrah dari tuhan yang membuatku menjadi seperti ini menjadi seorang manusia ber IQ tinggi yang secara tidak langsung sudah mengalahkan kejeniusan polisi maupun dokternya sekalipun.
Plok!!
Plok!!!
Plok!!!
Plok!!
Dan apa yang kulihat? Aldo bertepuk tangan lambat dengan wajah yang sulit diartikan.
Secercak senyum tipis terukir. Bahkan matanya masih menatap kosong layar televisi yang entah sejak kapan sudah berganti dengan iklan. Lagi.
"Sobat gue emang bener-bener ...." Kini wajah Aldo berbinar. Dia menatapku yang saat ini sedang bego berat melihat tingkah Aldo yang ... begitulah. "Lo bener-bener AMAJING ANJING bro!!"
Oh gosh ... selalu seperti ini. Setiap kali Aldo melihat hasil pembunuhanku yang selalu dan selalu berhasil. No ketahuan. No terdeteksi. Dan masalah uang, aku meraupnya. Yah ... kalian tahu sendiri masalah itu. Abaikan.
Alhasil aku hanya menatapnya sebal. Memang rasa tegang tadi sudah hampir lenyap. Bahkan mungkin sudah lenyap?
Aku mendengus. "Orang gue yang masternya aja biasa."
Namun, aku tertawa dalam hati. Biasa apaan, Li? Tadi yang habis ketakutan juga lo kan? kata hatiku terdengar menyebalkan karena itu semua benar.
Blug!!
Also yang awalnya duduk tegang di sofa kini menghempaskan diri lebih dalam ke sofa. Bahkan tangannya telentang.
Aldo mendesah. "IQ lo berapa sih, Li? Cerdas pakek banget. Sampe ngibulin polisi kayak gitu? Damn. Lo manusia kan?"
"Gila lo."
"Terus gimana kalo ...." Aldo tampak berpikir. "Lo jelas tahu maksud gue."
Baik, aku mengerti. Kalau aku tertangkap gitu? Memang ada kemungkinan, tetapi aku tidak mau hal itu terjadi.
"Enggak. Itu nggak bakal terjadi," tegasku lebih menghibur diri sendiri.
But, wait. Apa aku harus ke tempat kejadian itu sekarang juga?
++++++++++++++++++
Yang baca tahun 2019 akhir ini angkat tangan coba?
Makasih banget ya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Black Light
Fiksi PenggemarManusia Iblis, pantas menjadi julukannya. Darah, nanah, keringat, teriakan-sudah menjadi kehidupannya. "Aku akan melakukan apapun semauku. Jika aku bahagia, kenapa tidak?" - Aliando Kenzo Digenendra Semuanya dimulai dari kesalahan, pertemuan tanpa...