Mati.
- Prilly Denaira Praja---
Author's POV
"Sekali lagi kakak tanya sama kamu. Kok bisa kamu ketemu sama mereka? Terutama yang namanya Prilly itu?"
Sungguh Abylain benar-benar tidak mengerti. Baru saja saat itu Ia melihat Prilly di taman Ranaindah. Bahkan Bian masih mengingat dengan jelas kejadian yang membuatnya terpana itu.
Baru saja Aby akan menyelidiki, dalam artian mencari tahu tentang Prilly. Adiknya sudah terlebih dulu mengenal gadis cantik incarannya ini. Sumpah nggak ini fear!
Gadis cantik bernama Azylea Keisyara Ramajaya itu hanya mengerling jail pada kakaknya. Saat ini Zya sedang duduk cantik di sofa depan TV sambil menikmati kripik kentang buatan mama mereka.
"Ooo ...." terdengar bunyi krauks karena Zya menggigit kripiknya rakus. "Hm ... bentar-bentar deh. Jangan-jangan, kakak naksir lagi sama Kak Prilly? Perasaan tadi Zya ngomongnya ada kak Lora sama kak Dhena. Tapi kenapa yang kakak bahas cuma kak Prilly doang sih?" Zya memandang curiga kepada kakaknya yang sekarang sedang gelagapan karena perkataan adiknya sendiri yang ... tepat sasaran.
Aby mengelak. "Woo ... woo ... woo! Ya-ya eng-enggak lah! Baru aja lihat satu kali! Gila aja langsung suka!"
"Berarti kakak gila dong? Ya kali aja ... kakak mengalami cinta pada pandangan pertama?"
"Kamu ngomong apaan sih, Zy? Makin ngawur aja! Udah. Kakak mau ke kamar dulu. Udah malem mau tidur. Ngantuk," kata Bian sambil berjalan tergesa-gesa menuju kamarnya.
Tinggal Zya yang sendirian di ruang keluarga itu. Ia mengernyit. Merasa heran sendiri dengan kelakuan kakaknya yang semakin aneh jika mendengar nama 'Prilly'.
"Aneh banget. Biasanya juga Kak Bian tidurnya tengah malem. Kenapa baru jam sembilan dia udah ngantuk?" gumamnya. Sementara tangannya sibuk mengganti-ganti channel TV dengan mulut terus mengunyah kripik kentang.
---
Dua hari sejak Ali mengantar Prilly ke rumahnya, Ali dan Prilly sekarang kian dekat. Walaupun sama-sama tak pernah bertukar nomor HP atau apa, mereka sudah selayaknya berteman seperti remaja biasa. Hampir setiap hari Ali menjemput Prilly. Walau terkadang Ali heran, semenjak kejadian dua hari lalu, Prilly semakin menjadi pendiam. Dan jika ditanya ada apa, pasti mukanya langsung berubah pucat pasi. Hingga Ali sampai sekarang hanya membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Sama sekali tidak mengungkit apa yang sebenarnya terjadi pada Prilly.
Ali-pun juga masih lancar-lancar saja di pekerjaannya yang menjadi sekretaris itu. Setidaknya, semua ini masih berjalan dengan lancar. Ya ... setidaknya ....
Semakin dekat dengan Prilly, semakin besar pula rasa sayang dan ingin melindunginya pada Prilly. Tentu saja Ali tidak mau terjadi apa-apa dengan Prilly. Tapi, apa yang sebenarnya terjadi?
"Prill, gue rasa selama ini lo ada apa apa deh. Bisa cerita?" tanya Ali to the point.
Sekarang dua insan itu berada di taman Ranaindah. Ali yang sebenarnya memberika ide agar mereka pergi kesini. Alasan simpel. Ali hanya ingin pikiran Prilly fresh walaupun hanya beberapa menit.
Prilly memejamkan mata. Menghirup udara bersih segar di taman itu dengan rakus. "Udaranya sejuk ya, Li?"
Selalu saja begitu. Setiap Ali bertanya tentang masalahnya, Prilly selalu mengalihkan pembicaraan.
Ali menghembuskan nafas. "Prill?" Katanya menatap lekat Prilly yang terpejam. "Berapa kali gue harus denger lo bilang "Nggak papa?", dan sekarang lo selalu ngalihin pembicaraan setiap gue tanya masalah lo lagi. Bukannya itu tambah sakit?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Black Light
FanficManusia Iblis, pantas menjadi julukannya. Darah, nanah, keringat, teriakan-sudah menjadi kehidupannya. "Aku akan melakukan apapun semauku. Jika aku bahagia, kenapa tidak?" - Aliando Kenzo Digenendra Semuanya dimulai dari kesalahan, pertemuan tanpa...