Good News

294 29 16
                                    

Teeett..... Teeeettt..... Teettt......

Terdengar suara bel yang ditekan oleh seseorang di luar sana tidak henti-hentinya. Hal ini membuatku sedikit jengkel. Minggu pagi seperti ini siapa yang datang ke kediamanku. Mengganggu sarapanku saja. Begitu pikirku.

"Iya sebentar," jawabku seraya menghampirinya.

Tanpa menyapa lagi dia langsung berjalan masuk ke rumah dan menghampiri meja makanku. Ya, dia tahu setiap pagi meja makanku pasti akan terisi walaupun hanya aku dan beberapa pekerja saja yang ada di rumah ini. Setiap pagi dia mengetuk rumahku, kejengkelan mulai terasa. Suare bel yang dibunyikan olehnya seperti menyerukan,"aku sangat lapar, cepat bukakan pintu."

"Dasaran. Datang tuh seenggaknya nyapa pemilik dulu. Selamat pagi gitu. Bukannya langsung nyari makan," gerutuku.

"Maap, Stef ya. Tapi aku udah lapar banget," jawabnya.

"Jadi itukah alasannya bel rumah ini tidak berhenti berbunyi?"

"Nggak juga sih. Aku ceritanya tunggu kalau udah selesai sarapannya aja ya."

Aku hanya duduk di tempatku tadi dan melanjutkan sarapan. Tingkah lakunya benar-benar seperti anak kecil yang susah diatur. Sepertinya rumah ini adalah alternatif pilihan paling efektif disaat dia merasa lapar.

Dia adalah Ben. Benny Cartowsky. Seorang pria berkebangsaan Inggris. Ayahnya, Tn. Cartowsky adalah seorang kaya raya yang asli berkebangsaan Inggris. Sementara ibunya, Ny. Cartowsky adalah orang asli berkebangsaan Indonesia. Ben adalah teman yang baik dan dia sangat rajin, cerdas serta humoris. Tak sedikit teman-teman yang tertarik padanya. Pertama, memang karena dia ganteng. Kedua, karena dia adalah orang inggris.

Sama sepertiku, dia juga tinggal sendirian. Villanya dekat dengan villaku. Itu sebabnya dia dekat denganku dan sering kemari saat dia sedang bosan atau sekedar menonton di rumahku atau datang untuk menemaniku. Jadi dia sudah menganggap rumahku ini sebagai rumahnya sendiri.
Merasa kenyang dengan sarapannya pagi ini, dia berjalan menuju ruang tamu. Aku hanya mengikutinya dari belakang.

"Udah kenyang?" tanyaku seraya duduk disampingnya.

"Pake banget malah, Stef," jawab Ben.

"Dasar!"

"Stef, kamu gak lupa kan ulang tahun aku udah dekat?" tanyanya.

"Mmmm..... Nggak. Ngapain diingat-ingat?"

"Ih! Jahat banget."

"Baru tau? "

Dia hanya melanjutkan tontonannya sambil memeluk bantal kecil itu. Sudah kukatakan, bukan? Umurnya dewasa, tapi sifatnya masih seperti anak kecil.

"Katanya tadi mau cerita," kataku.

Kemudian dia memutar badannya 90°, menatapku dan berkata, "Stef yang cantik, ayah gua tuh maunya rayain ulang tahunku yang kali ini di sana."

"And then?" tanyaku.

"sebagai sahabat Ben yang paling baik, Ben mau ngajak Stef ke Inggris bareng." jelasnya dengan nada sedikit lebay.

"Oh, gitu. Tapi Stef nya gak mau kalau cuma berdua Ben aja. Nanti diapa-apain lagi sama Ben," jawabku enteng.

"Jahat amat Stef ya! Yaudah jadi maunya gimana baru mau ikut, aku turuti semuanya."

"Mmm..... Ajak Helmi dan Hilda."

"Ajak Fari," jawabnya.

"No!"

"Why?" tanyanya.

"Why should?"

"Aku cuma mau ngajak Helmi dan Hilda kalau Fari ikut. Biar rame gitu."

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang