things getting more complicated

26 4 0
                                    


"Hi Stef!" sapa George saat aku baru keluar dari kamarku. Lalu kami mengobrol sambil berjalan menuju meja makan.

"Oh, hi George!"

"Bagaiamana kalau kita pergi ke taman hiburan atau museum? Besok?"
"Ya. Kenapa tidak. Ben berkata dia akan mengajak kami jalan-jalan bersama."
"Okay. Deal"
Aku menjawabnya dengan senyuman.

pembantu Ben belum selesai memasak untuk kami. Jadi aku dan George memutuskan untuk membantunya. Ya, tidak ada lagi yang bisa kami lakulan. Daripada membiarkannya bekerja sendirian, hanya memperlambat waktu makan malam kami.

Dia tidak Ingin memperkerjakan banyak pembantu. Hanya ada 5; tiga mengurus rumahnya dan dua lagi mengurus halaman. Dia hanya mengatakan bahwa terlalu banyak memperkerjakan terlalu banyak yang bermalas-malasan.

"Stef, semuanya sudah siap. Mau panggil mereka?" tanya Goergo.

"Bahasa Indonesiamu lebih baik dari yang lainnya. Bagaimana bisa?" tanyaku heran

"Mmmm... Akan kutunjukkan kau sesuatu setelah makan malam."
"Baiklah. Kamu bisa panggil mereka buat makan malam, sekarang."
"5 minutes, Hun."
"okay"

Tak beberapa lama kemudian mereka sudah berkumpul di ruang makan. Tuan dan Nyonya Cart juga ikut makan malam bersama kami. Setelah selesai makan mereka akan kembali ke kantor untuk menyelesaikan beberapa fail. Begitu kata Gabe.
Hmm... Bahkan sesibuk apapun mereka berdua, mereka tetap menyempatkan diri makan malam di rumah. Di meja makan. Bersama kedua anak kembarnya. Aku jadi iri.
"Kemana kalian akan pergi malam ini, Benny?"Tanya Ny. Cart.
"Hunter mengajak kami ke bar. Kenapa, Mom?"
"Mom hanya ingin tahu saja. Ke bar mana? Bar ayahnya?"
"Ya, mom. Tentu saja."

Aku baru tahu kalau ayah Hunter punya bar sendiri. Selama ini tidak ada yang menceritakannya padaku. Bahkan Hunter sendiri tidak bercerita. Ah ya, apa pentingnya bercerita padaku -gumamku dalam hati.

Selesai makan ayah dan ibunya Ben bergegas pergi. Helmi dan Hilda membantu membersihkan meja makan, Adam kembali dengan PSP-nya, Kyle kembali pada televisinya, Fari mengikuti Hunter masuk ke kamarnya sementara George berjanji memperlihatkan kamarnya padaku. Ya begitulah, semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

******

Dia membukakan pintu kamar untukku. Lemari kamarnya penuh dengan buku-buku ilmiah dan kamus-kamus beberapa bahasa seperti Indonesia, Spanyol dan Italia. Buku-bukunya sangat tebal dan memang berkualitas bagus. Dan kuperkirakan dia menghabiskan hampir $5.000 hanya untuk buku-buku tersebut. Sejak SMA dia dan Adam tinggal disini bersama Gabe. Itu sebabnya dia sangat dekat dengan Gabe dan menganggap Gabe saudaranya sendiri.

Ternyata dia sangat suka membaca sesuatu yang aneh, menarik dan menakjubkan yang belum diketahui oleh banyak orang. Sama seperti hobiku dan Helmi. Dia meluangkan waktunya hampir tiap hari untuk belajar dan membaca buku-buku tersebut. Bedanya, dia menyembunyikan hobinya tersebut sedangkan kami -aku dan helmi- membaca dimanapun kami suka tidak peduli apakah ada yang melihat atau tidak.

"Apa alasanmu mengoleksi semua buku ini, George?"
"Tidak tahu. Hanya saja itu sudah menjadi hobiku sejak SMA."
"Dan kenapa aku harus merahasiakan hal ini?"
"Hanya untuk bersenang-senang."

"Okay. Dan, kenapa memberi tahuku kalau begitu?"

"The reason is ?"
"Aku butuh bantuan kamu"
"Aku kira kau juga sedang ingin memikat hatiku seperti yang lainnya."
"Well, kau cantik, Stef. Aku menyukaimu. Tapi aku tahu, aku tidak akan bisa menang dari Kyle. Jadi, aku sedikit mengalah."

Perkataannya ini membuatku tertawa. Dia adalah orang yang sangat tidak percaya diri ternyata.
"Baiklah. Bantuan apa?
"Aku.... menyukai temanmu, Helmi. I have a crush on her."
"Oh, aku mengerti... aku akan membantumu. Tenang saja."
"Oh astaga, Stef! Kau memang baik sekali. Thank you so much!"
"Ya, itu karena dia sahabatku dan kau juga temanku."

Aku keluar dari kamar George menuju ruang tamu dan memikirkan bagaimana cara membantunya. Aku bukan pakar cinta yang handal. Mungkin aku harus bertanya dulu kepada helmi apakah dia juga suka terhadap George. Hanya perlu menunggu waktu yang pas. God! Aku kesini untuk masalah bersenang-senang bukan untuk masalah cinta!!!!
Hmmm... sebenarnya tujuanku kemari selain untuk menghadiri pesta ulang tahun Ben adalah juga untuk menonton liga Manchester United vs Manchester City. Sisanya, semua terserah mereka.
"Stef, kita akan pergi setengah jam lagi," kata Hunter.
"Okay, Hunter," jawabku yang kemudian menuju kamar untuk berganti pakaian.

Sebelumnya Hunter meminta agar tidak ada pengunjung lain yang datang ke bar tapi aku menyuruhnya tidak perlu melakukan hal itu. Sebaiknya tetap pada suasana ramai. Hal itu lebih mengasyikkan. Menurutku.

******
Malam ini barnya tidak terlalu ramai. Aku memilih agar duduk mengelilingi meja bundar berwarna kayu yang dikelilingi oleh sofa panjang berwarna merah yang dekat dengan dinding dimana musik tidak terdengar terlalu berisik dan aku juga dapat melihat ke semua sisi. Itulah kenapa aku memilih tempat tersebut. Hunter yang memintaku memilih tempat. Dia tidak pernah menolak permintaanku. Sebenarnya aku tidak terlalu suka diperlakukan seperti ini. Terlihat seperti anak kecil walaupun aku tau sebenarnya dia lakukan ini untuk memikat perhatianku.
Dia memesan bir terbaik yang ada di barnya. Sepertinya dia tidak akan pulang sebelum mabuk. Mereka selalu saja membicarakan hal yang tidak penting. Aku tidak ikut campur dengan urusan mereka. Beberapa kali mereka membuat lelucon yang membuatku sedikit tertawa. Aku masih memikirkan mengenai Hilda dan George. Beberapa kali aku meneguk minumanku. Aku sengaja tidak ingin menghabiskannya karena mereka pasti akan kembali memenuhi gelas ini dengan bir, vodka, atau apalah itu namanya.

Fari tidak meminum alkohol karena masalah lambungnya. Namun, Hunter tampak terus memaksanya minum. Akhirnya dia terpaksa meminumnya untuk menyenangkan hati Hunter. Aku melihatnya menegak minumam yang ada pada gelas besar itu. Walau tidak sebanyak yang dilakukan oleh mereka.

Dia masih belum berbaikan dengan Kyle. Terlihat dia dan Kyle masih belum berteguran. Aku mengerti, Dia masih kesal atas kejadian pagi tadi. Padahal aku sendiri saja tidak memperdulikannya lagi.

Hilda telah neneguk beberapa botol bir. Dan dia sudah terlihat sedikit goyang malam ini. Kurasa dia akan mabuk berat jika tidak ada yang menghentikannya malam ini.

Hunter mengajakku berdansa. Aku menolaknya. Tentu saja aku menolaknya, aku memilih duduk disini karena disini adalah tempat yang paling nyaman dari seluruh bagian bar ini. Jadi aku memilih berdiam diri di sofa ini. Adam yang duduk disebelahku juga menolak ajakan Hunter dan yang lainnya.

Apa enaknya berdansa di tengah keramaian seperti itu? Di tengah semua orang-orang yang mabuk. Bagaimana jika salah satu dari mereka muntah di bajuku? Atau di jeansku? oh astaga, lebih baik aku berdiam diri disini saja.

Sebelum pergi Hunter kembali memenuhi gelasku. O my god Hunter! Aku dapat melakukannya sendiri bahkan Adam pun dapat melakukannya. Apakah dia ingin membuatku mabuk agar dapat dengan mudah merayuku berdansa di lantai dansa?

Setelah dia pergi aku dan Adam berbincang-bincang.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang