Wei Nizi

10.6K 733 7
                                    

Hello back with me! Sekarang ku perkenalkan patnerku, husnakw!! Mari beri sambutan yang hangat untuknya! Chapter ini dibuat olehnya. Happy reading.

"Sungguh dia telah melwatkan kesempatan emas ini." ucap Xu Hui dengan raut wajah kecewa. "Mungkin dia hanya kelelahan." ia kembali menghembuskan nafasnya.

"Tubuhnya dingin sedingin es." tambah Yue'er.
"Semoga ia lekas sembuh." Xu Hui memeggangi dadanya.
Entah mengapa, meskipun hanya sedikit, perasaan khawatir itu tetap saja ada. Ikatan yang ia buat dengan Meinang terasa nyata mengikat darah serta hatinya. Jika ia memiliki kekuatan bak tabib yang handal, ingin rasanya ia menolong adik sumpah sedarahnya itu. Akan tetapi, ia lebih menyukai ilmu perang dibandingkan ilmu pengobatan. Dan itu lah salah satu alasan yang dapat menyatukannya dengan Meinang.

Dan hal yang lebih membuatnya resah adalah sosok Wei Cairen yang menggantikan Wu Cairen pada malam dimana kaisar memerintahkan Wu Cairen untuk melayaninya. Apa yang membuat kaisar memilih Wei Cairen sebagai pengganti wanita pemberani nan pintar seperti Meinang? Benar-benar tak bisa disamakan.
Kejadian saat pelajaran etika waktu itu, kembali mengambil alih memorinya. Jika saat itu Meinang tak ikut menolongnya, entah apa yang akan dilakukan Wei Yilan padanya.

"Biarkan kaisar menilai. Aku yakin, Wu Cairen akan mendapatkan nilai yang sempurna." sambung Xu Hui sembari memamerkan senyuman bangga.

***

Di sebuah teras yang tak terlalu besar, ditemani dengan suara angin yang lembut, wanita bersurai hitam itu memandang pergerakan pohon di depannya di iringi secangkir teh oolong . Daun-daun yang menari seakan menghipnotis mata serta pikiran Wei Yilan. Tanpa ia sadari, ia membelai lembut salah satu lengannya. Sentuhan kaisar kemarin malam, masih membekas dalam tubuhnya bahkan ia masih dapat merasakan sakit di bagian tubuhnya, kaisar terlalu kasar.

"Apa yang kau lakukan disini? Wei Nizi."

Suara berat itu tak mampu menggoyahkan lamunan Wei Yilan sedikit pun. Seakan volume suara itu kalah dengan suara angin yang menerpa kulit wajahnya.

"Apa yang sedang kau lihat?" pertanyaan kaisar kali ini mampu membuyarkan lamunan Wei Yilan. Dengan gupuh ia langsung tertunduk, memberi hormat kepada kaisar.

"Chen qie m-memberi hormat kepada Yang Mulia."
"Berdirilah." ucap kaisar. "Kau belum menjawab pertanyaan zhen." pria bertubuh tegap itu mengulang pertanyaannya.

"M-Maafkan Chen qie Yang Mulia, Chen qie hanya sedang ingin mencari udara segar dan pemandangan yang indah. Dan Chen qie rasa disini lah tempat yang cocok." ucap Wei Yilan berusaha menghilangkan rasa gugupnya.

"Benarkah? Disini hanya ada pepohonan dan kolam ikan."

"Ya, tapi disini begitu tenang. Chen qie menyukai tempat ini."

"Kau seperti seorang anak yang baru melihat dedaunan sedang menari. Tanpa kenal lelah kau menopang lehermu agar pandanganmu tetap terjaga ke atas. Bahkan kau tak memperdulikan panggilanku tadi." mata Wei Yilan pun membulat.

"Maafkan Chen qie Yang Mulia. Chen qie sama sekali tidak menyadarinya."

"Tak apa. Zhen tidak mempermasalahkannya lagi, Wei Nizi."

Kedua alis Yilan saling berpaut. Tak mengerti maksud dari kaisar yang secara sepihak memanggilnya dengan nama yang berbeda. Apa kaisar salah berbicara dengan orang?

"maafkan kebodohan chen qie, siapa We Nizi itu?" tanya Wei Yilan keheranan.

"Mulai sekarang, namamu Wei Nizi. Nama itu lebih mencerminkan dirimu dibandingkan Wei Yilan." jelas kaisar.

Yilan tak tau apa yang ia rasakan sekarang. Antara senang dan malu. Kaisar mengubah namanya menjadi Wei Nizi atas dasar nama itu lebih cocok untuk kepribadiannya saat ini. Apakah Yilan terlihat lebih muda dan polos dibandingkan dengan yuqi sebelumnya atau dirinya nampak tak memiliki jiwa wanita sama sekali dan masihlah terjebak dalam usia anak-anak? Ia sungguh tak mengerti.

"Baiklah Yang Mulia. Chen qie adalah Wei Nizi." ucap Wei Yilan memastikan. Kaisar tersenyum melihat ekspresi Wei Nizi yang menurutnya cukup menggemaskan. Kedua pipi Nizi memerah, dan tak sengaja ia pun teringat akan sosok Xu Hui ketika sedang tersipu. Sosok yang lembut dan pintar.

***

Meinang POV

Aku kira tak akan selama ini. Hidungku memerah, jidatku terasa panas serta badanku masihlah menggigil. Meskipun sudah tak terlalu parah dari pada sebelumnya, tapi tetap saja sakit tetaplah sakit. Obat dari tabib ternyata tak bekerja secepat dugaanku dan aku benci rasa pahit obat itu. Kalau saja zaman ini ada seorang dokter . . . Aku menghela nafas.

"Bagaimana keadaanmu Wu Cairen?"tanya Ying Ying sembari menyiapkan obat untukku.

"Ying Ying ayolah, hanya hari ini saja . . ." pintaku memaksa.
"Tidak, kau harus meminumnya sampai habis" Ying Ying menyodorkan cawan berisi cairan hitam padaku.

"Apa ia tahu jika aku menolaknya secara halus? Aku berharap kaisar tak lagi mempermalahkannya."

Hanya pemuda itu yang sekarang berada di pikiranku. Ingin rasanya aku bertemu dengannya dan memaksanya melamarku jika itu bisa kulakukan. Pemuda tanpa nama. Apa aku salah jika berharap kepada seseorang yang sama sekali tak aku ketahui? Tapi, hatiku terus berkata jika suatu saat nanti, aku dan pemuda itu akan bertemu kembali. Dan jika kami bertemu, tak akan aku sia-sia kan kesempatan itu lagi.

Aku pun segera meminum cairan yang berada di dalam cawan itu dengan cepat.

"Sebenarnya, aku sangat bosan berada disini seharian."

"Tapi, kondisi Cairen saat ini tidak memungkinkan untuk keluar dari sini." ucap Ying Ying menasihatiku.

"Ya, aku tahu hal itu."

"Wu Cairen, apakah sudah megetahui mengenai Wei Nizi?"
Aku menaikan salah satu alisku tanda tak mengerti apa yang diucapkan Ying Ying.
"Siapa itu?" tanyaku.

"Kaisar telah mengganti nama Wei Cairen menjadi Wei Nizi." jelas Ying Ying yang membuatku tertawa lepas.

"Itu sangat pantas untuknya." ucapku dengan nada tak beraturan karena aktifitas tertawa tadi masih berbekas. Ku minum cairan obat yang masih tersisa di dalam cawan yang sedari tadi aku pegang. Hembusan nafas yang keluar dari mulutku menandakan cawan yang yang berada di tanganku ini telah kosong.

Aku pun menyerahkan cawan kosong ini kepada Ying Ying. Dan tak selang lama, ia membereskan perlengkapan obat untukku, ia melesat pergi dari ruanganku. Aku pun kembali merebahkan tubuhku diatas kasur dan mulai memejamkan mata. Tak ada yang kulakukan selain ini. Menunggu kondisiku mulai membaik.

Baru beberapa detik aku berjalan menuju alam bawah sadarku, Ying Ying datang dengan ekspresi yang menakutkan membuatku langsung terperanjat. Hipotesis sekilasku adalah Ying Ying baru saja melihat hantu dan membuatnya lari terbirit-birit. Dan aku rasa itu tidak masuk akal.

"Ada apa?" tanyaku tak kalah mengeluarkan ekspresi takut.

Ying Ying mengatur nafasnya sebelum menjawab pertanyaanku. "Kereta kerajaan datang dengan membawa Kaisar untuk menjenguk Wei Cairen."

Jantungku mendadak berhenti seketika mendengar pernyataan Ying Ying. Terlebih lagi, suara ketukan pintu ruangku menambah keteganganku saat ini.
"Mati lah aku! Meinang!" batinku sambil menggigit bibir bawahku.

Menggunakan tubuh yang masih lemah ini, aku berdiri, kuedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan besar ini. Aku menggigit jari tanganku, bagaimana ini? Tak ada tempat bersembunyi untukku!

To be continue . . .

Flower of the HaremTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang